Topeng Kulit dan Luka Perjuangan
Oleh: Nat
Topeng, replika wajah yang dibentuk atas bahan dasar yang
tipis atau ditipiskan. Wujudnya yang demikian membuat topeng menjadikan suatu
kata tepat sebagai ungkapan figuratif yang mewakili masing-masing pribadi. Dan
topeng menjadi sesuatu hal yang akan selalu dibawa oleh manusia, topeng kulit
yang dengan cepatnya selalu berganti-ganti setiap detik. Banyak orang yang akan
menyangkalnya dengan berkata kalau dirinya tidak menggunakan sebuah topeng.
Akan tetapi, ia mungkin lupa, bahwa di dunia ini sudah tidak
ada lagi sesuatu yang murni, semuanya tanpa sadar sudah menggunakan topeng
kulit ini. Ada yang menggunakannya tanpa sadar, dan ada pula yang
menggunakannya dengan sengaja untuk menutupi dirinya ataupun luka dihatinya,
luka yang menurutku hanya ada satu obatnya yaitu orang yang menorehkan luka
tersebut.
Untuk kalian yang memang dengan sengaja menggunakan topeng
tersebut, aku punya pertanyaan untuk kalian, apa kalian tidak lelah membawa
semua topeng itu? Karena aku sendiri merasa lelah membawa topeng topeng ini,
tetapi aku tidak bisa melepaskan semua topeng milikku. Topeng yang ku bawa bagaikan
bagian dari tubuhku yang tidak boleh tertinggal. Cukup ironi, bukan?
Jujur saja, topeng yang kalian bawa tidak mungkin hanya
satu. Kembali aku pertanyakan, kalian tahu yang mana topeng aslinya? Kalian
akan merasa kesulitan untuk menemukannya, kalian terlalu sering mengganti
topeng hingga lupa dengan keberadaan topeng yang sesungguhnya.
Karena seiring bertambahnya waktu, aku semakin lupa akan
topeng asli milikku. Aku selalu menunjukkan topeng yang sesuai dengan apa yang
lingkunganku inginkan, tidak jarang aku selalu merasa ingin keluar dari zona
nyaman ini, namun rasanya sangat sulit sekali seperti ada sesuatu hal yang
menahanku di sini. Tapi, disatu sisi aku merasa sesak dan muak dengan segala
topeng yang mengelilingiku saat ini.
Rasa lelah, pusing, bahkan frustrasi bagaikan temanku.
Mereka selalu hadir dihari-hariku, hingga aku mulai terbiasa dengan kehadiran
mereka yang mana secara perlahan mengikis mental dan perasaan diriku ini.
Bahkan aku sudah mulai tidak bisa merasakan apa yang terjadi dengan diriku dan
lingkunganku, ungkapan gaulnya adalah mati rasa dan ku harap ini hanyalah
sementara.
Di saat seperti ini, aku terkadang berpikir, ‘bolehkah aku
menyerah?’ Namun pertanyaan tersebut bukannya terjawab, melainkan membuat
banyak sekali pertanyaan pertanyaan yang muncul di otakku ini. Seperti, aku
menyerah untuk hal apa? Kenapa pikiran tersebut datang kepada diriku? Dan
sayangnya semua pertanyaan yang muncul ini tidak pernah menemukan titik terang
ataupun jawabannya.
Kehidupan ini bagaikan jurang yang tidak ada ujungnya,
terlalu sepi, gelap, sunyi, dan menyesakkan. Tangisan sudah tidak bisa lagi
melegakan hati yang gundah, pelukan yang dirasakan hanya terasa hampa dan
kosong, kalimat penyemangat sudah tidak ada artinya lagi.
Dan aku baru menyadarinya, kata menyerah yang hinggap di
pikiranku adalah menyerah akan dunia ini. Namun, rasa egois di dalam diriku
lebih besar dari segala hal, usaha-usaha kecilku akan aku tinggalkan begitu
saja jika aku meninggalkan dunia ini. Usahaku akan menjadi sia-sia saja, tidak
akan ada yang tahu siapa diriku. Jadi untuk apa aku menyerah? Akan tetapi,
sepertinya aku salah mengambil langkah, mungkin dimata orang lain langkahku
sudah benar tetapi untukku langkahku hanya akan semangkin mendorongku ke dalam
jurang keputusasaan karena secara perlahan aku merasa puas dengan diriku dan
pikiran untuk menghilang dari dunia ini kembali hadir dan terus-menerus
menghantui diriku.
Ah iya, aku pernah berpikir bahwa hidupku akan selalu
monokrom hingga akhir, sampai akhirnya ia datang membawa warna untukku dan
membawa sebagian lukaku. Ku kira hanya sampai di situ, tapi dia selalu
mensupport segala kegiatan yang aku lakukan walau hasilnya sebuah kegagalan,
dia terus mencoba mengembalikan diriku yang hilang walau sangat memakan waktu bahkan
hingga saat ini dia belum berhasil mengembalikannya. Namun, dia tidak pernah
terpikirkan untuk menyerah, tidak sepertiku. Dan dari sinilah luka perjuanganku
dimulai, rumit memang.Tetapi jangan salah, luka perjuangan lebih pedih dari
luka yang memang sudah ada di hatiku ini. Bahkan sampai saat ini hanya ada satu
luka yang perlahan sembuh dengan waktu yang terbilang cukup lama, selama empat
tahun.
Dia orang yang tak pernah lelah menungguku, dan ya dia
seorang perempuan hebat yang datang bagaikan pelangi setelah hujan di hidupku
yang sepi ini, perempuan hebat yang selalu ada untukku. Lukaku memang belum
hilang, lukaku masih terukir dihatiku, tetapi aku mempunyai sebuah harapan,
kamu tidak akan menyerah. Terima kasih untuk segalanya, dirimu sangat hebat.
Pesanku untuk kalian, jangan pernah takut untuk melepaskan
topeng kulit buatan kalian, jadilah versi terbaik milik kalian bukan versi
terbaik dari apa yang orang lain inginkan. Terus berjuang, luka perjuangan
kalian memang menyakitkan, tetapi kalian harus ingat, ada seseorang yang
mungkin saja sedang menunggu kalian di depan dan juga ada mungkin saja ada
seseorang yang menjaga kalian di belakang.
Semuanya akan baik-baik saja, semangat berjuang dan kita akan bertemu dengan versi terbaik diri kita di hari esok.
Baca selengkapnya »Label: Opini