Lady Diana, Keanggunan, dan Sebuah Tragedi

 

Oleh: Keishandita Ergitamanda, Peserta Didik SMAN 34 Jakarta


    Senyum yang selalu menghiasi wajah, sifat rendah hati, dan semangat kemanusiaan yang tinggi, mahkota nan bersinar yang terpasang dengan rapi di atas rambut pirang menawan yang terpotong pendek, serta mata berwarna biru dengan hidung yang mancung, mengingatkan kita kepada sosok sempurna, bak putri dalam dunia dongeng, yang akan selalu membekas dalam memori semua orang. Ya, Lady Diana…

 

Putri Diana Spencer -Princess of Wales- adalah ibunda dari Pangeran William dan Harry, dan istri dari anak pertama Ratu Elizabeth II, Pangeran Charles. Lady Diana –begitulah sapaan akrabnya. Lady Diana lahir pada tanggal 1 Juli 1961 di Sandringham, Britania Raya, dengan nama lengkap Diana Frances Spencer. Beliau lahir di keluarga Spencer, sebuah keluarga aristokrat di Inggris.

 

Lady Diana tak hanya sekedar memiliki paras yang cantik, namun juga memiliki kepribadian hangat, sikap rendah hatinya membuatnya mudah membaur dengan rakyat biasa. Masyarakat mencintai dan mengaguminya, tak hanya di Inggris, namun hingga seluruh penjuru dunia, sehingga disebut sebagai “people’s princess”. Beliau dikenal dengan perannya yang sungguh besar dalam bidang kemanusiaan. Tak bisa terhitung lagi, sudah berapa kali beliau mengunjungi rumah sakit di pelbagai belahan dunia dan membangkitkan semangat hidup para pasien di sana,


I make the trips at least three times a week, and spend up to four hours at a time with patients holding their hands and talking to them. Some of them will live and some will die, but they all need to be loved while they are here. I try to be there for them” —Lady Diana

 

Lady Diana berhasil mengubah pandangan dunia terhadap penyakit AIDS. Pada zaman itu, penyakit AIDS selalu mendapatkan stigma buruk dari masyarakat luas, keberadaan penyakit ini sering dihubungkan dengan LGBT, sehingga semakin dianggap sebagai suatu hal yang tabu. Pengetahuan masyarakat tentang penyakit masih sangat rendah, bahkan pada masa itu, tersebar luas kabar bahwa HIV/AIDS menyebar lewat sentuhan.

 

Namun, Lady Diana berhasil mendobrak semua stigma yang tak berdasar ini. Foto dirinya yang sedang berjabat tangan dengan penderita AIDS tanpa menggunakan sarung tangan beredar pada tahun 1980 dan berhasil menggemparkan dunia. Tindakan berani Lady Diana ini membuktikan bahwa HIV/AIDS tidak menular lewat sentuhan.



Tak hanya itu, ia juga masih terus aktif untuk memberi kesadaran masyarakat terhadap AIDS, mendukung pengobatan bagi penderita kusta, dan mengunjungi pasien di berbagai rumah sakit di seluruh belahan dunia. Beliau juga aktif dalam kegiatan amal, bahkan menjadi penyumbang tetap untuk sebuah panti jompo di London.

***



Di masa remajanya, pada umur 16 tahun, Lady Diana pertama kali bertemu dengan sosok Pangeran Charles. Namun pada saat itu, Pangeran Charles justru dikabarkan menjalin hubungan dengan kakak Lady Diana, Lady Sarah Spencer. Mereka pun mulai dekat dan menjaga komunikasi satu sama lain. Mereka menjadi semakin dekat pada tahun 1980, saat Lady Diana menunjukan simpati pada Pangeran Charles atas kepergian pamannya. Walaupun hanya berjumpa sebanyak 13 kali, mereka memutuskan untuk bertunangan.

 

Tanggal 29 Juli 1981, menjadi momen bersejarah bagi dunia. Pernikahan antara pasangan yang terpaut 13 tahun ini digelar dengan mewah di St Paul's Cathedral, London, Inggris. Pernikahan ini disaksikan oleh 750 juta pasang mata melalui televisi dan 250 juta pendengar radio diseluruh dunia. Lady Diana tampak anggun dengan gaun berwarna gading yang ikonik.

 

Satu tahun berselang, tepatnya pada tanggal 21 Juni 1982, kabar bahagia muncul dari Lady Diana dan Pangeran Charles, mereka dikaruniai seorang anak laki-laki yang sehat. Ia diberi nama William. Dua sejoli ini kembali dikaruniai seorang putra pada tanggal 15 September 1984, yang mereka beri nama Harry. Kehidupan Lady Diana seakan sudah lengkap dan dipenuhi kebahagiaan, memiliki paras cantik nan baik hati, disukai semua orang, menjadi seorang anggota Kerajaan Inggris, dan dikaruniai dua orang putra. Namun, kisah hidup Lady Diana tidak seindah putri di dalam dunia dongeng.


***

Dibalik senyuman indahnya dan sosoknya yang terus memberikan inspirasi dan semangat hidup bagi orang lain, Lady Diana menahan rasa sakit yang tak terperi sepanjang hidupnya.

 

Bagi Lady Diana, masa kecilnya bukanlah suatu kenangan yang manis, melainkan menjadi suatu pengalaman traumatis baginya. Sejak ia kecil, terjadi gejolak dalam keluarganya, perselisihan terus terjadi antara ayahnya, John Spencer dan ibunya, Frances Roche.

 

Pernikahan mereka pun hancur, ibundanya pergi meninggalkan Diana kecil dan ketiga saudaranya. Sang ibu berjanji untuk kembali, namun nyatanya ia tak pernah kembali. Pada tahun 1969, saat Diana masih berusia 8 tahun, kedua orangtuanya secara resmi bercerai.

 

Diana dan ketiga saudaranya menjadi korban perebutan hak asuh anak, yang pada akhirnya dimenangkan oleh ayahnya. Tak hanya sampai di sana, di tahun yang sama, ibunya menikah lagi dengan kekasihnya, yaitu Peter Shand Kydd. Tujuh tahun kemudian, ayah Diana menikah kembali dengan seorang perempuan yang sama sekali tak disukai oleh Diana dan saudara-saudaranya.

 

Pernikahannya dengan Pangeran Charles tidak berjalan dengan baik. Karena Pangeran Charles masih dalam baying-bayang cinta pertamanya, Camilla. Perselingkuhan suaminya bukanlah hal yang baru bagi Lady Diana. Bahkan sebelum pernikahannya digelar, ia menemukan gelang yang berukiran huruf F dan G, yang merupakan singkatan nama panggilan rahasia Pangeran Charles dan Camilla, yaitu Fred dan Gladys.

 

Mengetahui hal ini, Lady Diana merasa amat kecewa dan amarahnya membuncah. Ia meminta untuk membatalkan pernikahannya. Namun, pihak keluarganya berkata padanya bahwa sudah terlambat untuk mundur, setelah terjadi pertemuan dengan pihak kerajaan, Lady Diana mau tidak mau tetap harus melangsungkan pernikahannya.

 

Dalam kehidupan pernikahannya, cinta Pangeran Charles terhadap Lady Diana seperti hilang begitu saja, atau mungkin memang tidak pernah ada. Ditambah lagi, Lady Diana tidak disukai oleh anggota keluarga kerajaan, karena ia memiliki prinsip dan pendiriannya sendiri yang sering kali tidak sesuai dengan peraturan kerajaan. Lady Diana merasa diperlakukan sebagai orang luar, seakan para anggota kerajaan memasang dinding pembatas dengan dirinya.


Karena hal tersebut, Lady Diana merasa tertekan, bahkan ia mengakui bahwa ia menderita depresi dan bulimia. Kondisi fisik dan mentalnya semakin memburuk. Ia pernah mencoba untuk mengakhiri semua penderitaannya selama ini dengan sebuah pisau cukur. Perselisihannya dengan sang suami tak kunjung usai dan perselingkuhan masih terus terjadi. Kedua pasangan ini merasa tidak bahagia dengan pernikahan mereka, dan meneruskan hubungan tersebut juga akan membuat mereka semakin menderita, sehingga mereka memutuskan untuk bercerai pada tahun 1992.

 

Setelah perceraiannya, Lady Diana tidak serta merta lepas dari baying-bayang keluarga kerajaan. Mereka masih mengawasi gerak gerik Lady Diana yang bisa saja memberitahukan rahasia-rahasia mengenai kerajaan. Namun, Lady Diana tetap fokus pada kedua putranya dan masih aktif melaksanakan kegiatan-kegiatan kemanusiaan.

 

Usai kehidupan asmaranya dengan Pangeran Charles, Lady Diana dikabarkan pernah menjalin hubungan dengan beberapa pria, salah satunya adalah Dodi Al-Fayed, seorang milyuner yang merupakan putra dari pemilik Harrods dan Hotel Ritz. Kedua pasangan ini dikabarkan sempat berlibur bersama di Mediterania.

 

Kedekatan Lady Diana dengan Dodi Al-Fayed semakin terlihat, keduanya mengunjungi Hotel Ritz, milik keluarga Dodi dan makan malam bersama pada 31 Agustus 1997. Selesai dengan makan malamnya, mereka melanjutkan perjalanan dengan mobil Mercedes Benz hitam menuju ke villa pribadi di Paris Barat yang diduga juga milik Dodi.

 

Namun, tragedi mengerikan terjadi, mobil mereka diikuti oleh para paparazzi sehingga melaju dengan cepat, mobil itu menabrak tiang beton di pembatas jalan, lalu terpental ke dinding kanan. Kecelakaan terjadi di terowongan sepanjang Sungai Seine, jembatan Pont de l’Alma, di utara Menara Eiffel, Paris, Perancis.

 

Dodi Al-Fayed dan sopir mobil seketika meninggal dunia di tempat. Sedangkan Lady Diana dan seorang pengawal tidak sadarkan diri dan segera dilarikan ke rumah sakit. Nyawa dari pengawal tersebut berhasil diselamatkan. Sayangnya, nyawa Lady Diana tidak dapat diselamatkan, ia dinyatakan meninggal pada pukul 4 pagi karena pendarahan internal yang berasal dari cedera dada dan paru-paru yang parah.

 

Duka menyelimuti semua orang, tak hanya bagi rakyat Inggris. Namun, semua orang dari berbagai penjuru dunia juga berkabung atas kepergian Lady Diana. Dunia telah kehilangan sosok “people’s princess” yang amat dicintai atas kerendahan dan ketulusan hatinya, seorang putri pemberani yang melanggar peraturan kerajaan demi berpegang pada prinsip yang dimilikinya. Sebagian besar masyarakat mempercayai bahwa kematian Lady Diana bukanlah suatu kecelakaan, namun suatu tragedi mengenaskan yang telah direncanakan.

 

Sudah hampir 24 tahun sejak kepergiannya, namun namanya masih harum, dan ia akan selalu diingat sebagai sesosok putri yang sempurna di hati semua orang. Selamat jalan Lady Diana…

 

Sumber:

- https://tirto.id/penyebab-putri-diana-meninggal-usai-kecelakaan-di-paris-tahun-1997-f7tn


- Diana Spencer - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


- https://bit.ly/2PcQ8Xm

Lady Diana, Keanggunan, dan Sebuah Tragedi