Kebebasan Pendapat, Etika, dan Kebebalan Negara

 

photo by Vice/Hennessy via www.matamatapolitik.com

oleh: Muhammad Rafi Aurelian Rizkiyansyah, Peserta Didik SMAN 34 Jakarta

   Negara sedang mengalami kebimbangan, di mana beberapa waktu lalu, dalam pidato Presiden Joko Widodo meminta masyarakat agar lebih getol menyampaikan kritik dan masukan terhadap kinerja pemerintah yang dinilai tak sejalan dengan kondisi selama ini. Namun sialnya, hal ini bertolak belakang dengan sejumlah regulasi yang dinilai dapat mengancam kebebasan berekspresi dan berpendapat tersebut. Hal ini menimbulkan kebimbangan tersendiri bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia dalam mengondisikan perihal kebebasan berpendapat. Banyak pihak mulai meragukan dengan permintaan Presiden Joko Widodo agar masyarakat lebih aktif dan giat dalam mengkritik pemerintahannya.

Kebebasan berpendapat dinilai memiliki kekuatan penting dalam penyampaian aspirasi masyarakat dalam berbagai bentuk untuk mengkritik, ataupun memberi masukan terhadap kinerja pemerintah selama ini. Namun, dari sudut pandang pemerintah, dalam berpendapat, khususnya mengkritik kinerja mereka dianggap negatif – bila tidak ingin dapat dikatakan sebagai tindakan kejahatan yang dapat membahayakan negara. Terbukti, dengan adanya kebijakan-kebijakan yang mengancam tentang kebebasan berpendapat masyarakat, di mana membuat masyarakat terkungkung dalam kecemasan, hingga takut untuk menyampaikan pendapat mereka karena takut akan dipenjara. 


Seperti halnya kasus penangkapan aktivis dan jurnalis Dandhy Dwi Laksono akibat cuitan Dandhy mengenai kerusuhan di Papua yang disebabkan tindakan rasialisme. Namun, polisi menyatakan telah menetapkan Dandhy menjadi tersangka kasus ujaran kebencian. Lantas, mengapa kebebasan berpendapat dapat cenderung dinilai negatif oleh pemerintah, padahal memiliki arti positif –bila tidak ingin dapat dikatakan sebagai upaya membongkar kebobrokan negara? Apakah ada kaitannya dengan etika masyarakat selama ini dalam menyampaikan pendapatnya?


Kebebasan berpendapat adalah hak semua orang, karena setiap orang berhak berpendapat. Hak ini pun didasarkan pada keresahan orang-orang yang memiliki perbedaan macam pandangan terhadap suatu hal atau masalah yang terdapat di sekitarnya. Indonesia selama ini dilanda dengan isu terhadap dilema negara yang meminta kebebasan berpendapat, namun tidak sesuai dengan regulasi yang ada. Pemerintah menilai adanya kebebasan berpendapat dipandang dapat mengancam ataupun dapat mengubah pandangan masyarakat ke pemerintah menjadi lebih buruk. Oleh karena itu, muncul lah regulasi yang mengatur adanya kebebasan berpendapat. Bila kita telusuri, Masalah ini tentu ada hubungannya dengan etika masyarakat dalam berpendapat.


Masyarakat memiliki etika, di mana menjadi norma tidak tertulis dalam masyarakat yang harus mereka patuhi. Etika ini selalu dijunjung tinggi oleh masyarakat Indonesia dalam melakukan aktivitas sehari-hari mereka. Sama halnya dengan berpendapat, di mana jika kita ingin berpendapat, secara tidak langsung ada semacam etikanya. Etika berpendapat secara tersirat memiliki batas-batas yang harus mereka ikuti sehingga tidak melenceng dari apa yang ingin kita sampaikan dalam berpendapat.


Namun, hal ini berbeda dengan etika masyarakat yang selama ini mereka lakukan dalam berpendapat. Dengan kurang dilandasinya dengan etika berpendapat, tentu dapat menjadi suatu permasalahan serius, walaupun itu hanya sekedar pendapat. Berdasarkan kasus-kasus penangkapan yang sudah terjadi, hanya sebagian kecil yang telah terkuak ke media massa. Namun, orang-orang yang berpendapat ataupun mengkritik tersebut, pada dasarnya, lebih banyak dari yang dikira dengan pelbagai pendapat dalam beragam bentuk seperti gambar, meme, tulisan, video, atau yang lainnya.


Dalam kasus ini, masyarakat masih belum dapat dikatakan sesuai dengan etika berpendapat, karena pada umumnya, masyarakat Indonesia cenderung mengarah ke hal negatif saat berpendapat, seperti halnya menyebar kebencian, melakukan provokasi, menyebar konten yang berpotensi menimbulkan konflik sosial, adanya unsur hoaks dalam pendapat mereka, dan motif negatif lainnya. Bukan hanya itu, tetapi mereka juga kurang memperhatikan tata bahasa yang baik, di mana masyarakat saat ini cenderung menggunakan tata bahasa yang kurang sopan dan suka berkata seenaknya tanpa kaidah berbahasa yang baik. Hal ini tentu tidak enak bila dibaca oleh orang lain.


Masalah yang tentunya sangat berkaitan dengan etika berpendapat, yaitu dari tingkat kesopanan. Kesopanan tentu berkaitan dari bagaimana cara kita berpendapat. Mengapa rakyat Indonesia ketika berpendapat lebih mengarah adanya unsur-unsur negative, karena tingkat kesopanan dalam berpendapat masyarakat Indonesia sangat kurang. Sesuai dengan data dari Microsoft yang mengeluarkan laporan tahunan terbaru antara lain, mengukur tingkat kesopanan netizen atau pengguna internet dengan tajuk 2020 Digital Civility Index (DCI). Dalam survei Digital Civility Index (DCI) untuk mengukur tingkat kesopanan digital global, Indonesia menduduki peringkat paling bawah di kawasan Asia Tenggara. Dari total 32 negara yang disurvei pun Indonesia menduduki peringkat bawah yakni urutan ke-29.


Memang, etika berpendapat cenderung tidak terlalu diperhatikan oleh masyarakat karena pada umumnya mereka langsung menyatakan pendapat kepada media tanpa memikirkan apa risiko dari pendapat tersebut. Hal ini lumrah terjadi, bila masyarakat sudah masuk ruang lingkup politik di mana banyak masyarakat bebas berpendapat terhadap pandangan mereka ke pemerintah.


Etika berpendapat, biasanya memiliki beberapa aturan tersirat. Biasanya hal pertama dalam berpendapat kita harus mengetahui dengan apa yang ingin kita kritik atau beri masukan, mengetahui akar masalah apa yang ingin kita persoalkan merupakan hal penting dalam berpendapat sehingga pendapat kita tidak menimbulkan misinformasi ketika diterima oleh orang lain. Menjaga penggunaan bahasa dan kata-kata pun termasuk etika dalam berpendapat, sehingga walaupun kita memiliki kritik yang ingin disampaikan, sudah sepatutnya kita menggunakan bahasa dan kata-kata yang baku, relevan, dan sesuai dengan konteks permasalahan tersebut. Kedua hal ini dapat menjadi landasan utama sebagai etika ketika berpendapat.


Hal lainnya, berkaitan dengan isi konteks pendapat yang ingin kita buat. Masyarakat Indonesia sangat rawan dalam berpendapat dengan tidak memperhatikan isi pendapat mereka. Dalam mengkritik atau memberi masukan kita harus selalu memperhatikan konteks pendapat kita dengan menghindari adanya unsur yang menimbulkan kebencian, hoax, provokasi, pengrusakan nama baik, diskriminasi, dan hal negatif lainnya dari pendapat yang kita narasikan. Dengan itu, kita akan terhindar dari timbulnya dampak negatif yang lebih jauh lagi.


Di luar semua itu, kita tidak bisa abaikan wadah masyarakat Indonesia dalam berpendapat, yaitu media sosial. Ya, media sosial menjadi tempat orang-orang berpendapat yang sering digunakan pada saat ini. Biasanya, orang-orang berpendapat melalui aplikasi facebook, twitter, instagram, ataupun media sosial lainnya. Sehingga, bila kita ingin melihat pendapat orang lain ataupun berpendapat, kini hanya cukup dengan melihat sosial media saja, kita akan mudah menambah wawasan dari berbagai pandangan orang-orang di Indonesia ataupun sampai di luar Indonesia.


Walaupun kita sudah mengetahui adanya etika berpendapat, hal itu tidak mendukung bila belum diberi jaminan adanya ruang terhadap kebebasan berpendapat dari ancaman pasal yang ada selama ini. Hal ini tentunya dapat dimulai dengan bertanggung jawab kepada orang-orang yang menjadi korban pembatasan kebebasan sipil, baik karena surat telegram Kapolri maupun UU ITE. Bila pemerintah ingin masyarakat berpendapat, maka ruang tersebut harus dihapuskan, sebab itu adalah merupakan suatu tiket bagi masyarakat, agar mau berpendapat dan serta mendapat jaminan harus selalu terjaga dari ancaman hukum.


Ruang dan jaminan yang dimaksud ini adalah terjaganya kebebasan warga negara dalam berpendapat, tidak adanya tekanan ataupun ancaman dari hukum yang berlaku, dan juga terjaminnya tersampaikannya pendapat masyarakat Indonesia dengan jelas. Pandangan pada masyarakat perlu tersampaikan, dijaga, dan terbalaskan oleh pemerintahan. Karena pendapat masyarakat Indonesia adalah bahan dalam perbaikan dan pembangunan Indonesia menjadi lebih baik lagi (jauh dari KKN dan penindasan terhadap rakyatnya sendiri)


Dengan kita mengetahui etika berpendapat dan diberinya ruang kebebasan berpendapat oleh pemerintah, tentu sangatlah berdampak positif sekali untuk kehidupan bangsa dari aspirasi yang tersampaikan hingga peningkatan kepercayaan warga terhadap pemerintah. Untuk kedepannya pun, sebagai warga Indonesia kita harus berani berpendapat dan memberi pandangan kita terhadap suatu masalah yang terjadi di sekitar kita. Oleh karena itu, dengan adanya masyarakat yang aktif, beretika, dan diberinya ruang, dan jaminan untuk berpendapat, tentu akan memajukan negara menjadi lebih maju, demokratis, dan tentunya betapa bahagianya terlepas dari kungkungan kebebalan negara.

Kebebasan Pendapat, Etika, dan Kebebalan Negara
  1. Keren...sangat lugas bahasanya...
    Dan mengena...sangat baik krn intropeksi kepada dua pihak yaitu pertama pemerintah hrs memberi kebebasan berpendapat dan kedua masyarakat harus beretika dlm menyampaikan pendapat..
    Semua ini untuk satu tujuan yang sama yaitu


    INDONESIA LEBIH BAIK, MAJU DAN SEJAHTERA👍👍

    BalasHapus
  2. bagus, tapi perlu dibedakan.. apaitu etika (ethics) apa itu norma, apa itu nilai... dalam filsafat, etika adalah cara melihat satu kejadian seutuhnya... sehingga ada keluhuran sejati yang melampaui nilai dan norma... kebebasan adalah nilai yang terikat konteks... jika tepat darinya akan lahir keluhuran yang luar biasa...

    BalasHapus