photo by Vice/Hennessy via www.matamatapolitik.com
Kebebasan berpendapat dinilai memiliki kekuatan penting dalam penyampaian aspirasi masyarakat dalam berbagai bentuk untuk mengkritik, ataupun memberi masukan terhadap kinerja pemerintah selama ini. Namun, dari sudut pandang pemerintah, dalam berpendapat, khususnya mengkritik kinerja mereka dianggap negatif – bila tidak ingin dapat dikatakan sebagai tindakan kejahatan yang dapat membahayakan negara. Terbukti, dengan adanya kebijakan-kebijakan yang mengancam tentang kebebasan berpendapat masyarakat, di mana membuat masyarakat terkungkung dalam kecemasan, hingga takut untuk menyampaikan pendapat mereka karena takut akan dipenjara.
Seperti halnya kasus penangkapan aktivis dan jurnalis Dandhy Dwi Laksono akibat
cuitan Dandhy mengenai kerusuhan di Papua yang disebabkan tindakan rasialisme.
Namun, polisi menyatakan telah menetapkan Dandhy menjadi tersangka kasus ujaran
kebencian. Lantas, mengapa kebebasan
berpendapat dapat cenderung dinilai negatif oleh pemerintah, padahal memiliki
arti positif –bila tidak ingin dapat dikatakan sebagai upaya membongkar
kebobrokan negara? Apakah ada kaitannya dengan etika masyarakat selama ini
dalam menyampaikan pendapatnya?
Kebebasan
berpendapat adalah hak semua orang, karena setiap orang berhak berpendapat. Hak
ini pun didasarkan pada keresahan orang-orang yang memiliki perbedaan macam
pandangan terhadap suatu hal atau masalah yang terdapat di sekitarnya.
Indonesia selama ini dilanda dengan isu terhadap dilema negara yang meminta
kebebasan berpendapat, namun tidak sesuai dengan regulasi yang ada. Pemerintah
menilai adanya kebebasan berpendapat dipandang dapat mengancam ataupun dapat
mengubah pandangan masyarakat ke pemerintah menjadi lebih buruk. Oleh karena
itu, muncul lah regulasi yang mengatur adanya kebebasan berpendapat. Bila kita
telusuri, Masalah ini tentu ada hubungannya dengan etika masyarakat dalam
berpendapat.
Masyarakat
memiliki etika, di mana menjadi norma tidak tertulis dalam masyarakat yang
harus mereka patuhi. Etika ini selalu dijunjung tinggi oleh masyarakat
Indonesia dalam melakukan aktivitas sehari-hari mereka. Sama halnya dengan
berpendapat, di mana jika kita ingin berpendapat, secara tidak langsung ada
semacam etikanya. Etika berpendapat secara tersirat memiliki batas-batas yang
harus mereka ikuti sehingga tidak melenceng dari apa yang ingin kita sampaikan
dalam berpendapat.
Namun,
hal ini berbeda dengan etika masyarakat yang selama ini mereka lakukan dalam
berpendapat. Dengan kurang dilandasinya dengan etika berpendapat, tentu dapat
menjadi suatu permasalahan serius, walaupun itu hanya sekedar pendapat. Berdasarkan
kasus-kasus penangkapan yang sudah terjadi, hanya sebagian kecil yang telah
terkuak ke media massa. Namun, orang-orang yang berpendapat ataupun mengkritik
tersebut, pada dasarnya, lebih banyak dari yang dikira dengan pelbagai pendapat
dalam beragam bentuk seperti gambar, meme, tulisan, video, atau yang lainnya.
Dalam
kasus ini, masyarakat masih belum dapat dikatakan sesuai dengan etika berpendapat,
karena pada umumnya, masyarakat Indonesia cenderung mengarah ke hal negatif
saat berpendapat, seperti halnya menyebar kebencian, melakukan provokasi,
menyebar konten yang berpotensi menimbulkan konflik sosial, adanya unsur hoaks
dalam pendapat mereka, dan motif negatif lainnya. Bukan hanya itu, tetapi
mereka juga kurang memperhatikan tata bahasa yang baik, di mana masyarakat saat
ini cenderung menggunakan tata bahasa yang kurang sopan dan suka berkata
seenaknya tanpa kaidah berbahasa yang baik. Hal ini tentu tidak enak bila dibaca
oleh orang lain.
Masalah
yang tentunya sangat berkaitan dengan etika berpendapat, yaitu dari tingkat
kesopanan. Kesopanan tentu berkaitan dari bagaimana cara kita berpendapat.
Mengapa rakyat Indonesia ketika berpendapat lebih mengarah adanya unsur-unsur negative,
karena tingkat kesopanan dalam berpendapat masyarakat Indonesia sangat kurang.
Sesuai dengan data dari Microsoft yang
mengeluarkan laporan tahunan terbaru antara lain, mengukur tingkat kesopanan
netizen atau pengguna internet dengan tajuk 2020
Digital Civility Index (DCI). Dalam survei Digital Civility Index (DCI) untuk mengukur tingkat kesopanan
digital global, Indonesia menduduki peringkat paling bawah di kawasan Asia Tenggara.
Dari total 32 negara yang disurvei pun Indonesia menduduki peringkat bawah
yakni urutan ke-29.
Memang,
etika berpendapat cenderung tidak terlalu diperhatikan oleh masyarakat karena
pada umumnya mereka langsung menyatakan pendapat kepada media tanpa memikirkan
apa risiko dari pendapat tersebut. Hal ini lumrah terjadi, bila masyarakat
sudah masuk ruang lingkup politik di mana banyak masyarakat bebas berpendapat
terhadap pandangan mereka ke pemerintah.
Etika
berpendapat, biasanya memiliki beberapa aturan tersirat. Biasanya hal pertama dalam
berpendapat kita harus mengetahui dengan apa yang ingin kita kritik atau beri
masukan, mengetahui akar masalah apa yang ingin kita persoalkan merupakan hal
penting dalam berpendapat sehingga pendapat kita tidak menimbulkan misinformasi
ketika diterima oleh orang lain. Menjaga penggunaan bahasa dan kata-kata pun
termasuk etika dalam berpendapat, sehingga walaupun kita memiliki kritik yang
ingin disampaikan, sudah sepatutnya kita menggunakan bahasa dan kata-kata yang
baku, relevan, dan sesuai dengan konteks permasalahan tersebut. Kedua hal ini dapat
menjadi landasan utama sebagai etika ketika berpendapat.
Hal
lainnya, berkaitan dengan isi konteks pendapat yang ingin kita buat. Masyarakat
Indonesia sangat rawan dalam berpendapat dengan tidak memperhatikan isi
pendapat mereka. Dalam mengkritik atau memberi masukan kita harus selalu
memperhatikan konteks pendapat kita dengan menghindari adanya unsur yang
menimbulkan kebencian, hoax, provokasi, pengrusakan nama baik, diskriminasi,
dan hal negatif lainnya dari pendapat yang kita narasikan. Dengan itu, kita
akan terhindar dari timbulnya dampak negatif yang lebih jauh lagi.
Di
luar semua itu, kita tidak bisa abaikan wadah masyarakat Indonesia dalam
berpendapat, yaitu media sosial. Ya, media sosial menjadi tempat orang-orang
berpendapat yang sering digunakan pada saat ini. Biasanya, orang-orang
berpendapat melalui aplikasi facebook, twitter, instagram, ataupun media sosial
lainnya. Sehingga, bila kita ingin melihat pendapat orang lain ataupun
berpendapat, kini hanya cukup dengan melihat sosial media saja, kita akan mudah
menambah wawasan dari berbagai pandangan orang-orang di Indonesia ataupun sampai
di luar Indonesia.
Walaupun
kita sudah mengetahui adanya etika berpendapat, hal itu tidak mendukung bila
belum diberi jaminan adanya ruang terhadap
kebebasan berpendapat dari ancaman pasal yang ada selama ini. Hal ini tentunya
dapat dimulai dengan bertanggung jawab kepada orang-orang yang menjadi korban
pembatasan kebebasan sipil, baik karena surat telegram Kapolri maupun UU ITE.
Bila pemerintah ingin masyarakat berpendapat, maka ruang tersebut harus
dihapuskan, sebab itu adalah merupakan suatu tiket bagi masyarakat, agar mau
berpendapat dan serta mendapat jaminan harus selalu terjaga dari ancaman hukum.
Ruang dan jaminan yang dimaksud ini adalah terjaganya
kebebasan warga negara dalam berpendapat, tidak adanya tekanan ataupun ancaman
dari hukum yang berlaku, dan juga terjaminnya tersampaikannya pendapat
masyarakat Indonesia dengan jelas. Pandangan pada masyarakat perlu
tersampaikan, dijaga, dan terbalaskan oleh pemerintahan. Karena pendapat
masyarakat Indonesia adalah bahan dalam perbaikan dan pembangunan Indonesia
menjadi lebih baik lagi (jauh dari KKN dan penindasan terhadap rakyatnya
sendiri)
Keren...sangat lugas bahasanya...
BalasHapusDan mengena...sangat baik krn intropeksi kepada dua pihak yaitu pertama pemerintah hrs memberi kebebasan berpendapat dan kedua masyarakat harus beretika dlm menyampaikan pendapat..
Semua ini untuk satu tujuan yang sama yaitu
INDONESIA LEBIH BAIK, MAJU DAN SEJAHTERA👍👍
bagus, tapi perlu dibedakan.. apaitu etika (ethics) apa itu norma, apa itu nilai... dalam filsafat, etika adalah cara melihat satu kejadian seutuhnya... sehingga ada keluhuran sejati yang melampaui nilai dan norma... kebebasan adalah nilai yang terikat konteks... jika tepat darinya akan lahir keluhuran yang luar biasa...
BalasHapusKritis banget hehehe
BalasHapus