Perjuangan Adat; Mulai dari Cita-Cita Awal Hingga Dampaknya Dalam Sosial-Politik Masyarakat Indonesia

Perjuangan Adat; Mulai dari Cita-Cita Awal Hingga Dampaknya Dalam Sosial-Politik Masyarakat Indonesia

                                    sumber: https://www.its.ac.id/

oleh: Risky Prasetya


Intragenerational Economic Mobility in Indonesia: A Transition From Poverty to The Middle Class in 1993-2014

Dalam beberapa dekade terakhir, Indonesia tengah mengalami transformasi ekonomi yang sangat pesat, yang juga diiringi dengan pertumbuhan pendapatan perkapita. Tentu fenomena ini membawa perubahan besar bagi masyarakat Indonesia yakni masyarakat yang dulunya berada pada kelas bawah kini memasuki kelas menengah. Perubahan pada struktur kelas menengah ini menjadi sebuah gambaran yang relevan dengan kondisi pembangunan Indonesia, karena menurut prakiraan ini akan menjadi arah agenda masa depan kebijakan di Indonesia. Hal ini juga dibuktikan dengan data pada kelima gelombang IFLS menunjukkan adanya penurunan tingkat kemiskinan pada masyarakat Indonesia dari 86,1% pada tahun 1993 menjadi 20,2% di tahun 2014 yang mana pada data ini didominasi perkembangan signifikan pada masyarakat kelas menengah.


Tetapi pada kenyataanya, komposisi kelas menengah di Indonesia sangat rapuh. Hanya segelintir kecil dari masyarakat kelas menengah yang mampu bertahan pada kelas menengah dengan konsisten. Meski demikian, terdapat juga peluang bagi kelas bawah untuk naik ke kelas yang lebih tinggi dikarenakan beberapa faktor, seperti akumulasi pada modal fisik yang membawa pada transisi dari masyarakat ekonomi kelas bawah menuju kelas atas. Selain itu, analisis ekonometri juga menunjukkan adanya faktor lain seperti  tingkat pendidikan, status pekerjaan, ketersediaan akses dan infrastruktur, serta investasi bidang kesehatan menjadi faktor pendorong dari dinamika pada kelas menengah di Indonesia. Pada penelitian itu juga diungkap adanya hubungan ketergantungan antara problematika kemiskinan dengan pertumbuhan masyarakat kelas menengah, hal ini menunjukkan bahwa kemajuan untuk menekan angka kemiskinan harus dibarengi dengan peningkatan kelas menengah, begitupun sebaliknya.


Lalu bagaimana dengan kontekstualisasinya saat ini?, Transformasi kondisi ekonomi dan sosial di Indonesia dalam dua dekade belakangan ini telah membawa dampak perubahan yang signifikan. Menurunnya angja kemiskinan serta mobilitas kelas menengah menjadi indikator terpenting dalam perkembangan kemajuan ekonomi yang mana fenomena ini selaras dengan cita-cita nasional pendiri bangsa. Kehadiran kelas menengah yang signifikan bukan hanya sebagai tanda kekuatan ekonomi, tetapi juga bisa menjadi pemeran penting dalam menentukan arah kebijakan dan konsolidasi demokrasi. Tumbuhnya masyarakat kelas menengah telah membawa atmosfer baru dalam pola konsumsi, permintaan pelayanan publik, serta kehadiran pada kehidupan politik yang lebih aktif.


Namun, walaupun pertumbuhan masyarakat kelas menengah di Indonesia terus terjadi, banyak sekali tantangan yang mengancam. Salah satunya adalah pemerintah harus bisa memastikan kondisi ekonomi dan stabilitas sosial bagi kelas menengah yang mana keadaanya tidak stabil dan bisa saja kembali pada garis kemiskinan. Sehingga diperlukan adanya kebijakan yang menjadi indikator utama yang mentransformasi kondisi kelas menengah seperti akses terhadap pendidikan, fasilitas kesehatan, dan pekerjaan yang menjamin adanya mobilitas ekonomi yang berkelanjutan.


Selain itu, konteks geografis yang beragam di Indonesia harus didukung dengan kebijakan yang inklusif dalam infrastruktur dasar seperti ketersediaan air bersih, listrik, dan sarana transportasi sehingga dapat mendukung pembangunan bagi kelas menengah yang stabil sekaligus inklusif yang dapat mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan yang merata di seluruh Indonesia.

 

In The Name of Adat: Regional Perspectives on Reform, Tradition, and Democracy in Indonesia

Fenomena ketertarikan pada adat di Indonesia pada saat ini bukan hanya sekadar bagian dari diskursus internasional mengenai hak-hak adat, tetapi juga sebagai refleksi tradisi ideologi yang menjadikan tanah, masyarakat, dan adat sebagai acuan normatif dalam perjuangan politik. Kepemilikan atas tanah menjadi salah satu tanda yang menunjukkan bagaimana kebangkitan adat memberi manfaat yang signifikan. Banyak masyarakat adat di Indonesia dapat mengakses tanah dan sumber daya alam melalui aturan dan hak adat yang terbatas dan diakui secara lokal, namun tidak diakui secara hukum. Kejadian seperti ini membuktikan adanya legitimasi perampasan, pengusiran masyarakat adat, serta ketidakadilan yang diciptakan oleh negara dan para korporasi. Dibutuhkan pengakuan hukum yang jelas atas hak-hak yang berkenaan dengan masyarakat adat sebagai prasayarat untuk kestabilan hubungan antara masyarakat adat dan negara di masa depan.


Gerakan-gerakan atas nama adat telah memberikan dampak signifikan bagi masyarakat sipil, dukungan terhadap hak-hak atas tanah adat, serta membawa pengaruh suara politik bagi masyarakat marginal. Ada harapan bahwa gerakan ini akan mengonsolidasi berbagai elemen organisasi yang berlatar belakang berbeda namun memiliki tujuan dan kepentingan yang sama, yakni memperjuangkan isu yang cenderung mengarah pada kelas ketimbang etnis, sebagai contoh beberapa aktivis mulai bersuara bahwa setiap kelompok petani yang mengelola lahannya dengan teratur bisa dikategorikan sebagai masyarakat adat. Ini mengidentifikasi bahwasanya terdapat kemungkinan aliansi agrarian antara masyarakat adat dan kelompok petani.


Terdapat empat alasan utama mengenai kebangkitan revivalisme adat yang terjadi di Indonesia. Pertama, adanya dukungan dari gerakan-gerakan organisasi lokal yang memperjuangkan hak-hak masyarakat adat hingga dukungan dari jaringan internasional. Kedua, terdapat ketidakpastian kesempatan yang meliputi demokratisasi dan desentralisasi pasca runtuhnya rezim otoriter Soeharto. Kemudian, pengalaman masa lalu akibat penindasan kelompok marjinal di masa orde baru, dan terakhir adanya cita-cita dalam imajinasi politik Indonesia di awal kebangkitan nasionalisme, yakni adat sebagai jembatan politik yang melibatkan keaslian, komunitas, kesetaraan, dan keadilan yang mana ini diimplementasikan dalam bentuk pemberdayaan, perlindungan, dan penguasaan sumber daya alam.


Sehingga, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa ketertarikan pada isu adat membawa dampak bukan hanya sekadar pada hak-hak masyarakatnya namun juga memiliki hubungan dengan aspek politik, ekonomi, hingga kehidupan sosial yang lebih luas.

 

The Implications of Economic Change in Indonesia for Social Class Formation

Krisis ekonomi yang melanda Asia pada 1997, akibat kebijakan pemerintah Thailand dalam pengembangan Baht memberi pengaruh serius di Indonesia. PDB Indonesia terjun hingga lebih dari 13% di tahun 1998, dan baru kembali pulih seperti kondisi di tahun 1997 pada 2004. Krisis ini membawa dampak yang berat bagi daerah perkotaan disbanding perdesaan, banyak kelompok di kota yang mengalami penurunan penghasilan dalam jumlah besar. Menurut data pada matriks akuntansi sosial terjadi penurunan pendapatan pada masyarakat perkotaan dari 25% menjadi 20,3% dalam rentang 1995-2005. Di sisi lain, pendapatan dari kelompok pertanian cenderung menunjukkan peningkatan dibantu dengan peningkatan harga rupiah untuk produk ekspor pertanian.


Di tahun 2004, kondisi perekonomian Indonesia kembali pulih seperti pra-krisis, dan semakin membaik di bawah kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono. Komposisi kelas masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan turun antara 1999-2009 dan jumlah masyarakat kelas menengah tumbuh secara signifikan. Menurut Asian Development Bank, proporsi penduduk yang dikategorikan sebagai kelas menengah bertambah dari 25% menjadi 43% dari tahun 1999 hingga 2009.


            Kelas menengah di Indonesia lebih terkonsentrasi pada wilayah perkotaan yang terutama bekerja dalam pekerjaan berupah. Keadaanya lebih terdidik, memiliki tingkat kesuburan yang lebih rendah, dan rata-rata berkeluarga kecil. tetapi memiliki tantangan kebutuhan terhadap layanan publik yang berkualitas dan kestabilan finansial. Banyak dari masyarakat kelas menengah yang hanya mengandalkan asuransi kesehatan hingga pendidikan pada pihak swasta.


            Pertumbuhan kelas menengah menimbulkan berbagai persoalan baru mengenai mobilitas sosial dan peluang hidup. Pendidikan menengah hingga tinggi menjadi semakin penting sebagai jembatan menuju pekerjaan yang diharapkan. Tetapi masih ada kerisauan akibat keterbatasan akses terhadap masyarakat kelas menengah yang dapat menghambat terjadinya mobilitas sosial.


            Di sisi lain, peranan masyarakat Tionghoa sangat menarik perhatian, meski cenderung mendominasi sektor ekonomi swasta. Di tahun 2016, menurut Bank Dunia Sebagian besar masyarakat kelas menengah Indonesia diisi oleh etnis Tionghoa. Ini menunjukkan bahwa terdapat perubahan dalam struktur ekonomi di Indonesia meski ditengah tantangan dan pengaruh ketimpangan ekonomi dan mobilitas sosial yang ada.


            Secara keseluruhan dapat ditarik kesimpulan bahwa perkembangan kelas menengah di Indonesia sangat kompleks dengan implikasi yang heterogeny bagi pembangunan baik dalam sektor ekonomi dan sosial. Meskipun terdapat kemajuan signifikan dalam menekan angka kemiskinan dan peningkatan terhadap akses pelayanan publik seperti pendidikan dan kesehatan, masih banyajk pula pekerjaan rumah yang harus diselesaikan untuk menjamin pertumbuhan kelas menengah yang inklusif dan berkelanjutan.


Daftar Pustaka

Anne Both (2021), The implication of economic change in Indonesia for social class formation, Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde, vol.177,no.4, pp. 461-490


HENLEY, D., & DAVIDSON, J. S. (2008, July). In the Name ofAdat: Regional Perspectives on Reform, Tradition, and Democracy in Indonesia. Modern Asian Studies, 42(4), 815–852. https://doi.org/10.1017/s0026749x07003083


Teguh Dartanto, Faizal Rahmanto Moeis & Shigeru Otsubo (2020) Intragenerational Economic Mobility in Indonesia: A Transition from Poverty to the Middle Class in 1993–2014, Bulletin of Indonesian Economic Studies, 56:2, 193-224, DOI: 10.1080/00074918.2019.1657795
 

Baca selengkapnya »
Masa Pergerakan Nasional

Masa Pergerakan Nasional


oleh: Adhitakarya MNBS

Politik Etis atau Politik Balas Budi adalah politik yang dilakukan oleh kolonial Hindia Belanda selama empat dekade dari 1901 sampai tahun 1942. Awal mula terjadinya Politik Etis ialah terjadinya Penyimpangan cultuur procenten (pemberian bonus kepada bupati yang melebihi target) yang dimana hal ini semakin membuat praktek pemerasan dan perbudakan semakin besar terhadap masyarakat pribumi. Pieter Brooshooft selama berkeliling di Jawa pada 1887 menemukan banyak kesengsaraan yang dialami pribumi Hindia Belanda pada waktu itu. Kondisi ini menimbulkan kecaman dari warga Belanda yang menganggap kebijakan Hindia Belanda tidak berperikemanusiaan.


Di tahun 1890, Van Deventer yang merupakan seorang penulis dari Belanda menjelaskan bagaimana kesengsaraan bangsa Indonesia yang hasilnya justru dinikmati Belanda dalam salah satu tulisannya yaitu majalah De Gids berjudul Eeu Ereschuld atau Hutang Budi. Gagasan Van Deventer mendapatkan dukungan dari Ratu Wilhelmina yang menyebutkan dalam pidatonya mengenai kesengsaraan tanah jajahan pada tahun 1901.


Ratu Wilhelmina berpidato bahwasanya pemerintah Belanda mempunyai panggilan moral dan hutang budi (een eerschuld) terhadap bangsa bumiputera di Hindia Belanda. Ratu Wilhelmina menuangkan panggilan moral tersebut ke dalam kebijakan politik etis, yang terangkum dalam program Trias Van Deventer hasilnya kemudian dibuktikan dengan diterapkannya politik etis di tanah tanah jajahan Belanda. Selain menggunakan otot, rakyat Indonesia juga melakukan pergerakan dengan menggunakan akal dan logika. Hal ini dibuktikan dengan munculnya berbagai organisasi-organisasi pergerakan nasional yang bertujuan untuk mengusir Kolonial Belanda dari tanah Indonesia ini. Organisasi-organisasi tersebut seperti; Budi Utomo, Indische Partij, Sarekat Dagang Islam, Perhimpunan Indonesia dan Taman Siswa. Budi Utomo merupakan organisasi yang didirikan oleh dr. Sutomo pada 20 Mei 1908.


Organisasi ini merupakan yang pertama dan kelahirannya diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Berdiriinya organisasi Budi Utomo tidak bisa lepas dari peranan dr. Wahidin Soedirohusodo. Ide-ide dr. Wahidin tentang organisasi pergerakan nasional menginspirasi dr. Sutomo dan kawan-kawan untuk kemudian mendirikan Budi Utomo. Tujuan dari didirikannya Budi Utomo sendiri yaitu untuk memberikan pandangan kepada Masyarakat Jawa untuk sadar akan kedudukan Bangsa Jawa, Sunda, dan Madura pada diri sendiri dan mempertinggi kemajuan mata pencaharian serta penghidupan bangsa dengan memperdalam ilmu pengetahuan. Sarekat Dagang Islam (SDI) didirikan oleh Haji Samanhudi di Surakarta pada tahun 1905. SDI didirikan dengan tujuan memperkuat persatuan para pedagang pribumi agar mampu bersaing dengan para pedagang asing. Di tahun 1912, SDI mengalami pergantian nama menjadi Sarekat Islam (SI). SI berkembang pesat dan menjadi sebuah gerakan nasionalis yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.


Di bawah kepemimpinan HOS Tjokroaminoto, seorang pedagang yang sangat intelektual dan nasionalis,, organisasi ini pun semakin berkembang dan membuat Belanda khawatir karena dianggap membahayakan kedudukan bagi pemerintah belanda. Pada masa itu, SI menjadi organisasi terbesar di Indonesia dengan anggota mencapai dua juta orang. Organisasi Indische Partij didirikan oleh Tiga Serangkai yang terdiri dari Ernest Eugene Francois Douwes Dekker atau dikenal juga dengan nama Dr. Danudirja Setiabudi, dr. Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat atau yang populer dengan nama Ki Hajar Dewantara. Indische Partij didirikan pada 25 Desember 1912 di Bandung. Organisasi ini memiliki tujuan dan prinsip yang sangat radikal menginginkan Indonesia merdeka. Hal ini ditentang oleh kolonial Belanda. Karena hal tersebut, pada 4 Maret 1913 organisasi ini ditutup dan dianggap sebagai organisasi yang terlarang oleh kolonial Belanda.


Organisasi ini memiliki keistimewaan karena menjadi organisasi yang memiliki usia pendek namun anggaran dasarnya dijadikan sebagai peletak dasar politik Indonesia dengan status organisasi campuran antara orang asing dan pribumi. Perhimpunan Indonesia yang pada awalnya bernama Indische Vereeniging didirikan oleh Soetan Kasajangan Soripada dan RM Noto Suroto pada 25 Oktober 1908 di Leiden, Belanda. Organisasi ini berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia pada tahun 1925. Pergantian nama ini menjadikannya sebagai organisasi pergerakan pertama yang menggunakan nama Indonesia. Perhimpunan Indonesia menjadi pelopor dari gerakan kemerdekaan bangsa Indonesia di kancah internasional.


Tokoh yang terlibat dalam organisasi ini antara lain Mohammad Hatta, Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat. Taman Siswa adalah organisasi pergerakan nasional yang didirikan oleh Raden Mas Soewardi Soerjaningrat atau biasa disebut Ki Hajar Dewantara yang merupakan bangsawan Jawa, aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, guru bangsa, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda pada 3 Juli 1922. Organisasi ini didirikan dengan tujuan untuk memperbaiki sistem pendidikan secara kultural dan diselenggarakan dengan baik. Taman siswa ini menjadi tonggak penataan pengembangan pendidikan nasional untuk sampai seperti saat ini.


Organisasi ini dijalankan dengan demokratis dan mengutamakan kepentingan rakyat Indonesia. Organisasi ini juga yang meningkatkan kesadaran peran aman pendidikan nasional dan pentingnya hal tersebut untuk mencapai kemerdekaan. Taman siswa sempat mengancam kolonial Belanda karena pencegahan terhadap jalannya pendidikan menjadi terbatas. Sejak saat itulah Taman siswa dianggap dan dinilai sebagai sekolah liar yang dimana setelah kejadian tersebut, organisasi ini mulai dibatasi pergerakannya.

Baca selengkapnya »
Luka Tak Berarti

Luka Tak Berarti

                    oleh: Fazel Mawla Arkhan

Tulisan ini menjadi bukti, bahwasanya, jangan terlalu larut dalam mencintai seseorang. Karena hati, ambisi, dan perasaan bisa berubah dan waktu akan terus berlalu. Tidak semua mampu menjadi dunianya. Tidak semua mampu menguasainya. Dan, jangan terlalu berharap lebih kepada penduduk bumi. Karena cinta terkadang adalah luka sekaligus penawarnya.

 

Jakarta, 1 Februari 2024

 

Kita berdua hanya insan yang saling asing. Walau masih selalu ingin bersama, tapi takdir memiliki keputusannya sendiri. Kita tidak punya kuasa untuk menghalanginya.  Karena jika melawan pun, hanya akan menimbulkan masalah untukku-untukmu, duniaku-duniamu. Kami masih memiliki harapan yang sama, untuk selalu bersama. Aku selalu menunggu kabar darinya, walau angin riuh selalu mengganggu benakku. Perasaan ini berbisik. ‘apakah aku masih mampu menjalani kisah ini?’


Kisah yang benar-benar penuh pengorbanan. Mungkin lebih baik saat itu aku menyadari bahwa cinta sejati tidak selamanya menyatu. Namun, dalam beberapa waktu memang harus berpisah. Mungkin akhirnya tidak seperti yang diharapkan. Cinta memang buta, tuli, dan keras kepala. Dunia fana yang melibatkan hati, akal, dan perasaan. Namun dia, membuatnya menjadi lebih menyenangkan. Karena, insan mana yang tidak akan jatuh hati padanya?


Sosok yang membawa perubahan terhadap kehidupan dan sudut pandangku tentang cinta. Ia perlahan mengembalikan arah kehidupanku. Namanya Elvina, gadis baik, ramah, dan humoris. Dunianya penuh keceriaan. Ia datang saat aku sedang larut menikmati malam, penuh dengan suara yang saling bersahutan. Di tengah ramainya manusia yang menikmati pesta, aku mengira ketika malam ini berlalu, aku tidak akan mampu mencintai sosok lain. Hatiku lega dengan suasana yang kujalani saat ini. Sepertinya, aku akan sendiri selamanya di sini, tapi kenyataan tidak berpihak padaku.

 

Aku belum mengenal lebih dekat, namun ia ternyata sudah menyadari keberadaanku sejak lama. Tanpa aba-aba, ia mendekatiku disaat aku sedang tidak ingin memiliki siapapun. Hari demi hari berlalu, Aku mulai terpikat oleh daya tarik dirinya. Karena, bagaimana mungkin aku tidak jatuh hati? Hanya aku yang tahu alasannya. Hidup kami berjalan dengan suasana berbeda, merasakan indahnya dunia saat kita bersama. Namun itu semua terjadi begitu singkat, benar-benar di luar kuasa dan kendaliku.


Masalah yang tak pernah luput hadir di hadapanku, dan selalu menghantui malam ke malam. “Apakah ia siap?” gumamku saat itu. Ternyata, ia belum sepenuhnya menghapus sosok lain di masa lalu. Suasana semakin kacau, hati, pikiran, perasaan semakin ricuh dan selalu tempur dari hari ke hari. Sedikit-demi-sedikit cahaya mentari datang, seperti memberikan perintah bahwa kekacauan ini harus segera diakhiri. Pada hari itu ambisiku untuk mempertahankannya masih begitu besar. Tapi Elvina seperti tidak berusaha untuk mempertahankan kami. Ini masalah baru.


Yang aku hadapi kini adalah masa lalunya. Aku berusaha menjelaskan keseluruhan tentang kekacauan ini, tetapi hanya emosi yang dikerahkan saat itu. Pada akhirnya, aku berhasil meyakinkan dan menyelesaikan pertikaian ini. Ya walaupun tidak sepenuhnya percaya, namun dengan waktu singkat akhirnya pertikaian dengan masa lalu nya telah membaik.


Malam datang dengan guyuran hujan yang membuatku sadar akan semua hal yang aku hadapi. Elvina menghubungiku, namun berubah tak seperti biasanya. Sosoknya tiba-tiba hilang bagai abu yang tertiup angin. Kami pernah mempunyai komitmen untuk selalu terbuka satu sama lain. Bukankah itu yang semua pasangan inginkan? Bukankah saling terbuka juga merupakan jalan untuk saling mengenal satu sama lain?,

 

Elvina, mengungkit kisah dirinya di masa lalu.


Gadis itu mulai bercerita padaku, tentang dia, waktu, dan kisahnya.


Tak habis pikir, ternyata ia melakukan hal yang benar-benar aku benci dan berusaha untuk ku hindari. Seburuk-buruknya diriku, aku tidak akan pernah melakukan hal yang dia lakukan. Itu brengsek, itu gila dan di luar akal sehat.


‘Tidakkah manusia tak luput dari kesalahan?’


Benar, tapi bagaimana jika manusia terus berlarut-larut dalam kesalahan yang sama?, Bukankah ia harus segera sadar?.


Saat itu juga, aku benar benar kecewa atas kisahnya. Cinta itu penuh derita, tapi akankah aku mampu untuk terus bercerita?, dengan tegas aku menjawab tidak.


Waktu ku habis sia-sia terbuang begitu saja untuk cerita ini. Aku tahu, kamu masih ingin denganku, aku pun juga. Banyak sudut-sudut kota jakarta yang meninggalkan kisah di dalamnya yang penuh dengan canda-tawa, haru, sedih, dan derita.


Aku tidak mau tahu soal kejadian itu, Itu hanya kesalahpahaman yang membuat ia merasa benar.

 

selesaikan dulu masa lalumu

aku akan beranjak darimu

tetaplah disana,

aku tidak akan kembali menemuimu

 

Semua pikiran ku penuh dengan kalimat-kalimatnya pada malam itu, tetapi ini demi kebaikan ku juga. Kita semua memang punya keinginan, namun takdir punya kenyataan.


Insan mana yang mampu menerimanya?


Ini hanya akan menjadi sebuah perdebatan, aku selalu bertanya pada malam,


‘apakah tindakan yang kulakukan ini benar?’


‘apakah kamu mengujiku dengan ini?’

 

Kalimat dan kata-katamu hanyalah asap bagiku. Aku tak bisa menangkapmu, bahkan menggenggammu. Terbanglah jauh ke langit, jangan dekati aku. Api yang menyala mengingatkanku akan dirimu. Bersamamu hanyalah sebuah mimpi dan ilusi, hanya bisa merasakan kesedihan abadi. Banyak doa yang kusimpan di dalam hati.

 

kalian bilang kami bisa melakukannya kembali

bisa saling mencintai,

bersama sampai nanti.

 

Tetapi bagiku itu hanyalah ilusi. Impian ini mungkin bisa menjadi kenyataan, tapi apa yang terjadi pada hari ini, biarkanlah dunia yang memutuskan. Hanya menjadi harapan bahwa kisah cinta kami akan berubah menjadi sebuah bahagia. Cinta yang dirangkai bersama tidak semudah yang kami duga.

 

Dan untukmu,


Terpaksa aku selesaikan semua cerita kita. Tidak ada lagi matahari yang memulai dan malam yang menyudahi.


Terima kasih dunia, sekarang kamu abadi dalam kenangan.


Di sanalah tempatmu, jangan pernah kembali, atau kita akan menyesali.

 

Dari sekian harapan, semoga Tuhan memberikan jalan untukku, untukmu, dia, dan para pembaca. Apapun yang terjadi, semoga Tuhan memberikan jawabannya atas segala permasalahan yang ada. Jangan berlarut-larut dalam kesedihan. Kamu harus bangun, dan saatnya melihat dunia. Masih terlalu banyak seseorang diluar sana sedang menunggumu.

 

Setiap kalimat ‘sapa’, akan berakhir ‘sampai jumpa’.


Kita harus selalu siap dengan itu.

 

~ Semoga tuhan memberi kita kekuatan, petunjuk, dan jawabannya, Terima kasih.
 

Baca selengkapnya »
Dari Sudut Si Sulung (Si Sulung yang Terpenjara oleh Kebimbangan tak Berartinya)

Dari Sudut Si Sulung (Si Sulung yang Terpenjara oleh Kebimbangan tak Berartinya)

 

oleh: Fhirly Gelshi Fahima

Selamat datang di duniaku. Dunia yang sempit, rapuh, bahkan sudah mendekati kehancurannya. Bukan atas inginku hingga semuanya jadi begini. Aku hancur karena cinta pertamaku. Tulisan ini dibuat bukan untuk dibaca. Aku hanya ingin mengutarakan isi hati yang tak bisa aku sampaikan padanya secara langsung. Aku Asha, dan izinkan aku untuk menulis sedikit tentang si Biang Kerok itu. Seseorang yang selama ini orang anggap brengsek dan berani-beraninya menghempas bahagia keluarga kecilku.

 

Perkenalkan, dia adalah Ayahku sendiri.

 

“Papa itu jahat, pelit, dan gak sayang sama anak-anaknya.” Itu adalah kalimat yang kerap kali terucap dari bibir Mama. Bertahun lamanya, pikiranku selalu diselimuti oleh pikiran itu. 

 

Aku sudah menjauhi ayahku sejak usiaku masih 10 tahun. Sejak mereka berdua (orang tuaku) bercerai tentunya. Aku benar-benar membencinya kala itu. Bahkan untuk dipeluk saja aku tak mau. Ia pernah mengajakku keluar untuk jalan-jalan sore, lalu aku menolak dan diam di rumah nenek. Kala itu bukan hanya dunia yang jahat pada ayahku, tapi aku juga. Sedih sekali jika harus mengingat kenangan itu. Sekarang usiaku sudah 16 tahun dan sedikit menyesali tindakanku itu.

 

Papa, jadi kita mau jalan-jalan lagi kapan?

 

Tapi, sebenarnya apa sih yang kuketahui tentang semua ini?

Tidak ada! Aku hanyalah gadis berusia 10 tahun yang tidak mengerti apa-apa.

 

Itu kata mereka.

 

Aku tahu itu, aku memang anak kecil yang masih amat bergantung pada orang tuanya. Tapi pernahkah mereka melihat ke arahku sebentar? Setidaknya, melihatku menangis? Tidak pernah! Aku tidak pernah menangisi nasibku kala itu. Aku tidak pernah diberi kesempatan untuk bersedih pula. Orang rumah dengan tiada hentinya menyuruhku untuk fokus belajar, dan meraih cita-cita.

 

Mereka pikir, aku tidak mengerti apa-apa.

Mereka kira, aku akan percaya saja jika ada yang mengatakan “semua akan baik-baik saja”.

Tapi nyatanya,

Aku memahaminya.

Aku hanya berusaha untuk terlihat tegar saja.

Itu aku, aku yang baru hidup 10 tahun.

 

 

Sejak perceraian orang tuaku, aku sudah jarang bertemu dengan cinta pertamaku itu (Papa). Padahal dulu saat usiaku masih 4 tahun, aku sangat dekat dengannya. Kalian tahu? Dulu, setiap hari Sabtu atau Minggu, aku dan Papa sering berkeliling kota menggunakan sepeda motor. Bahkan aku pernah mengajaknya keliling di sore hari padahal ia baru saja sampai rumah. Dengan wajahnya yang terlihat lelah, ia masih mau menerima ajakanku untuk jalan-jalan.

 

Bahagia ternyata sesederhana itu, ya?

 

Hingga suatu hari, bencana datang dan orang tuaku akhirnya memutuskan untuk berpisah. Sejujurnya, aku tidak sedih sama sekali saat itu. Aku sudah lelah dengan pertengkaran mereka, meskipun aku tidak pernah tahu bahwa perceraian akan membawakan efek yang sangat merubah hidupku.

 

Satu tahun… dua tahun… Hidupku terasa biasa saja. Papa dinas di Yogyakarta sedangkan aku menetap di Jakarta bersama ibu dan satu adik laki-lakiku (kandung). Banyak yang terjadi, sampai aku melihat ibuku menikah lagi. Aku masih—dan selalu baik-baik saja saat itu. Tapi ada bagian dari hati kecilku yang menjerit sakit. Pernikahan Mama dan suaminya hanya akan memperbaiki ekonomi keluarga, bukan memperbaiki kondisi mentalku. Bahkan sampai hari itu, hatiku menolak untuk ikhlas. Aku masih ingin bersama Papa.

 

Papa kabarnya gimana ya sekarang? Udah nikah juga, ya? pikirku.

 

Selama bertahun-tahun, aku hanya berkomunikasi dengan papa untuk mengabari soal uang bulanan yang sudah dikirim atau belum. Biasanya, mama akan marah-marah padaku jika uang bulanan yang papa kirim belum masuk ke rekening. Mama selalu protes jika uang bulanan itu tidak akan mencukupi kebutuhanku dan adik. Aku akui, memang benar begitu. Tapi haruskah aku mengetahui segala macam masalah perekonomian keluarga sampai sedetail ini? Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan dalam situasi seperti ini.

 

 

Aku hanyalah anak usia 14 tahun kala itu. Kadang hatiku merasa rindu pada sosok ayah. Sosok lelaki yang seharusnya menjadi cinta pertama seorang anak perempuan, kini malah menjadi sosok yang paling ku benci dalam hidupku. Aku yakin pasti akan ada laki-laki baik di luar sana yang bisa mengisi kekosonganku. Namun keyakinanku selalu patah. Aku pernah mencoba untuk berkenalan dengan cinta, hingga aku sadar, cinta adalah perihal mengikhlaskan. Cinta itu damai. Selama ini aku hanya mencari bagian dari hidupku yang hilang. Aku tidak pernah benar-benar mencintai mereka. Selayaknya aku yang seperti itu, mereka juga tak segan untuk memainkan perasaanku.

 

Kini usiaku sudah 15 tahun. Aku merasa sudah cukup paham tentang konsep takdir yang Tuhan berikan padaku. “People come and go”, salah satu kalimat keramat yang tak pernah aku percayai  dulu. Tapi setelah apa yang sudah terjadi, aku belajar sendiri bahwa setiap orang pasti ada waktunya masing-masing. Aku sering menangis sekarang, hehe. Bukan karena ‘buaya kemarin sore’ itu kok.

 

Aku jadi sering merindukan Papa..

 

 

Bagiku, momen ketika wisuda Tahfidz di sekolah adalah momen yang sangat tak terlupakan. Layaknya wisuda pada umumnya, setiap anak diminta untuk mengajak pendamping/orang tua mereka masing-masing. Tapi saat itu mama sedang sakit, tidak ada yang datang untuk menemaniku. Aku hanya bisa melihat teman-temanku memberikan bunga dan ijazah pada orang tua mereka sedangkan aku duduk dan menyerahkan semua itu pada wali kelasku.

 

“Gak apa-apa, gak perlu nangis… cup, cup, cup,” kata wali kelasku dan langsung memeluk tubuhku waktu itu.

 

Sejak saat itu, pikiranku tentang Mama langsung berubah. Memang benar, saat itu Mama sedang sakit walau tiba-tiba. Tapi aku merasa inilah titik kesendirianku. Di tengah meriahnya suasana wisuda Tahfidz, di situlah hatiku seolah teriris karena melihat banyak temanku yang memiliki keluarga yang lengkap.

 

“Kalau gak sama Mama-nya, mereka bisa ditemani sama Papa-nya. Terus aku sama siapa?” pikirku, lagi dan lagi. Rasanya ingin marah pada takdir, namun… inilah takdir. Aku harus menerimanya.

 

Mungkin bagi mereka, ini sangat biasa. Tapi bagiku, ini luar biasa sakitnya. Di hari yang spesial dan penuh dengan suka cita, malah harus kujalani dengan banjiran air mata. Tapi untungnya, ada temanku—Putri—yang bersama ibunya mau menemaniku dalam sesi foto bersama. Putri dan ibunya mengajakku berfoto, padahal harusnya sesi foto itu dilakukan oleh mereka berdua saja…

 

Aku merasa tidak enak hehe tapi terima kasih, Putri!

 

 

Bagiku, mereka berdua (Mama dan Papa) itu sama saja. Mereka juga pasti lebih merasakan sakit lebih dari yang aku rasa. Tetapi jika harus dilihat dari lensaku, aku harus bilang bahwa mereka cukup egois juga. ya.

 

Aku merasa seperti tumbuh sendirian tanpa kasih sayang seorang ayah. Aku berdiri dengan kakiku meraih suatu pencapaian, terkadang bukan untuk diriku sendiri. Tetapi untuk mereka, Mama dan Papa. Aku hanya ingin mereka sekali saja melihat ke arahku. Melihat bagaimana kondisiku. Aku ingin mereka melihat pengorbananku, yang meski sedikit tapi bagiku ini harus diapresiasi. Terkadang aku juga merasa bodoh karena haus akan validasi begini. Seringkali kulihat teman-temanku, mereka semua keren dan patut dikagumi. Mental mereka stabil, pembawaan mereka santai, dan tidak emosian sepertiku.

 

Dan hingga kini, orang tuaku tidak pernah menanyakan ‘kabarku’ 7 tahun ke belakang. Aku terus-menerus mencari letak kedamaianku hingga sekarang. Aku terus berkelana mencari sebab atas apa yang terjadi dengan diriku yang selalu berdamai dengan guncangan-guncangan baru yang kubuat sendiri.

 

Guncangan nilai anjlok, guncangan laki-laki brengsek, dan guncangan-guncangan yang mengganggu lainnya.

 

Hidupku dipenuhi pertanyaan, dan aku harus berdamai secara perlahan. Rasanya ingin sekali berlari meminta sebuah pelukan. Namun ke siapa? Ke mana? Orang tuaku ada di mana?!

 

Mereka hanya sibuk bekerja, mereka sibuk menghidupiku, memang. Hidup ini ada lebih ada kurang, iya aku tau. Tapi bolehkah sekali saja aku berteriak marah? Aku lelah dengan diriku yang sering terlihat lemah. Aku muak dengan keadaanku yang sekarang. Semakin dewasa, aku semakin paham dengan semua hal yang berkaitan dengan mereka. Aku… aku hanya ingin, hidup lebih tenang…

 

Pikiranku berisik, diriku sering terombang-ambing masalah yang kupikirkan sendiri. Mereka kira, pikiranku itu muncul secara sengaja. “Gak usah dipikirin, santai aja,” itu kata mereka semua. Tapi apa? Tidak semudah yang mereka kira! Aku bergelut dengan pikiranku yang penuh, berkali-kali memikirkan kapan waktu-ku untuk sembuh?! Tapi, apakah aku tahu bahwa aku pernah merasakan ‘sakit’ sebelumnya? Aku juga tidak tahu!

 

Ini akibat sering memendam amarah dahulu. Saat aku masih duduk di bangku sekolah dasar, aku sering meluapkan emosiku tanpa sadar. Aku juga bingung sebenarnya aku kenapa. Aku sampai pernah dinasehati, “Kak, kalau ada masalah di sekolah jangan marah-marah di rumah ya,” dan setelah itu, aku langsung merasa bersalah… apakah aku seburuk itu tadi?

 

Emosiku terpendam, amarahku memuncak, aku terlalu kejam untuk disebut sebagai seorang wanita biasa. Mungkin, ini juga bagian dari pendewasaan remaja. Tapi lenapa masalahku selalu sama?

 

Keluarga, keluarga, keluarga.

 

 

Tanpa sadar,  selain overthinking, aku juga oversharing. Aku tidak tahu cara mengungkapkan perasaanku, dan aku juga seolah tidak punya “rem” untuk mengutarakan ceritaku. Aku sering dianggap bodoh karena hal itu. Aku seperti tidak ada ruang privasi, padahal menurutku itu bukanlah apa-apa. Aku juga bingung yang salah bagian yang mana. Masih banyak sekali yang harus aku pelajari (lagi), sendirian.

 

 

ngapa kayak sedih amat ya ini, bersambung btw hehehehehehe

Baca selengkapnya »
Gadis Kecil dan yang Tersayang

Gadis Kecil dan yang Tersayang

 

Oleh: Chiquita Juliartanti Pepyndra

 

Teruntuk Raka yang tersayang, dan Arra si gadis kecil. Semoga kalian penuh damai dan bahagia.

 

Siapa yang tidak mendambakan kisah romansa yang berkesan dan menarik untuk diceritakan kembali kepada dunia di masa depan?

Balada Insan Muda, dengan sejuta kisahnya.
Tentang cerita yang tidak pernah dimulai untuk diselesaikan. Mereka bilang, kamu harus segera lupa. Jangan menyuruhku melakukan hal yang sudah kulakukan, dan kalian pun kemungkinan tahu hasil akhirnya.

 

Semua yang dipanjatkan kepada-Nya pasti akan diberikan, tanpa diberi tahu kapan waktu yang tepat untuk menerimanya.

Seperti pohon apel, untuk menghasilkan buah yang segar dan manis, tentu saja melewati berbagai rintangan dan tantangan yang harus dihadapi.

 

Karena,

dalam mencari yang terbaik pun, memang tidak didapatkan dengan cara yang mudah dan asyik. Lagipula, hidup memang bukan seperti permainan klasik yang amat menyenangkan seperti di zaman ayah dan bundaku.

Hidup memang penuh tantangan, mau melawannya atau tidak itu adalah pilihan.

 

Orang yang tepat, di waktu yang salah.

Aku rasa itu lah yang terjadi pada mereka berdua, sebelum waktu yang tepat nantinya benar-benar tiba bersamaan dengan jiwa yang tepat pula.

 

Sungguh, Arra benar benar menyadari apa yang telah terjadi.

 

Andai tahu, akhirnya akan seperti ini, Arra tidak akan pernah dengan angkuhnya berkata: "jika lelaki di dunia ini hanya tersisa dia, aku pun belum tentu mau”

Tapi kalian harus tahu, ia berkata seperti itu bukan tanpa alasan.

Aku rasa orang sekitarnya adalah makhluk masa depan, yang seakan tahu jika gadis sepertinya ini akan.. jatuh.. terhadap sosok pria yang tidak pernah ia duga sebelumnya.”

 

Mereka yang selalu mengusulkan satu lelaki untuk gadis kecil yang baru saja merasa patah, Raka namanya.

Tetapi mana peduli, ia sudah tidak percaya lelaki.
“Semua lelaki adalah sama.” pikirnya.
 
Sebab itulah, Arra merasa segala pujian teman-temannya terhadap lelaki itu adalah omong kosong yang hanya mengganggu gendang telinganya.

 

Namun manusia, hati, dan pikirannya memang suka keliru.

 

Tuhan membuktikan kuasa-Nya dengan memberi perwujudan doa pada Bab; lelaki Idaman bagi Arra, si gadis kecil. Tanpa memberi aba-aba sedikitpun, dia lah yang ditunjuk tuhan. Siapa sangka jika itu Raka, yang akan selalu menjadi tokoh utama.


Nikmatnya menjilat ludah sendiri.

 

“Bahagia, persis seperti lagu Penjaga Hati-Nadhif Basalamah. Bersamanya semua terasa indah. Bagaimana tidak, lelucon andalan Raka adalah alasan tawaku hadir di sepanjang hari. Aku merasa telah mampu mempercayai seseorang lagi. Aku merasa lelaki baik ternyata masih diciptakan oleh tuhan.”


“Senyuman itu selalu dipancarkan saat aku hadir di depan matanya, aku suka melihatnya. Tatapannya dalam, senyumnya megah.”

 

“Aku berharap hanya musim semi yang senantiasa ada di hati, yang akan selalu menjadi indah seperti kebun bunga tulip dengan sejuta warnanya. Bunga kesukaanku, yang negeri Belanda saja menyayanginya.”

 

Namun, kisah mereka tidak lama atau mungkin saja belum diizinkan untuk lebih lama.

 

“Ternyata memang benar setiap orang ada masanya. Tapi kenapa harus dia, aku tidak tahu.”

 

 

“Jarak ini tidak dibangun atas dasar rasa benci atau rasa sakit, aku tidak merasakan itu sama sekali. Dia sungguh disayang oleh tuhan, dan aku diberi kesempatan untuk menjadi perantara kasih-Nya.”

 

Dengan penuh yakin mereka berjanji akan menjadi teman setelah apapun yang telah terjadi. Namun kenyataannya tidak ada pertemanan yang seakan tidak saling mengenal, bahkan ketika mata saling bertemu. Mereka gegabah, mereka telanjur asing. Keduanya kalah dengan ego masing-masing.

 

“Aku tidak pernah tahu sudut pandang Raka tentang ini, namun yang aku tahu dia memang sudah tidak ingin aku menampakkan diri di depannya. Mungkin baginya kenangan yang kami bangun sudah hilang bak ditelan bumi. Padahal, batu yang kita injak dan jam dinding di kamarku masih mengenangnya, bahkan di setiap petikan detik. Mereka yang menyaksikan lahirnya lukisanku di larutnya malam. Padahal aku bukan seniman, aku hanya senang memasak, dia pun tahu itu.”

 

Arra tidak pernah sepercik pun terbesit rasa benci tentang Raka yang sudah menganggapnya hilang. Bahkan jika kehadirannya tidak disukai. Dan mungkin saja bagi Raka, lebih baik beranjak daripada harus berada didekatnya.

 

“Arra, diam diam Raka memperhatikanmu!”

 

Bukan, tidak ada seorang yang berkata seperti itu. Arra hanya tidak ingin mengenal harapan, walau sebenarnya ia memilikinya.

 

“Aku tidak diizinkan untuk berharap karena nanti aku kecewa. Namun semesta seperti memaksa untuk sedikit saja aku merasakannya. Sepertinya perasaan ini memang tidak diizinkan untuk lenyap. Bukan imajinasi, tapi aku betul-betul merasa bahwa Raka tidak sepenuhnya menganggapku hilang. Aku senang jika ia peduli walau hanya dalam kesunyian dirinya. Padahal, jika orang tahu pun itu bukan tindakan kriminal yang harus ditutup rapatrapat. Ia penuh teka-teki, tidak ada yang tahu.”

 

Tulisan ini dibuat karena Arra tidak mampu mengungkapkan secara langsung, sepenuhnya khawatir jika Raka tidak nyaman atas tindakannya. Ribuan tanda tanya berbaris di kepala. Hanya mampu berharap tulisan ini sampai kepada pemilik sebenarnya.

 

“Menjaga dan melindunginya lewat tangan tuhan adalah sebaik-baik keputusan yang bisa dilakukan. Karena aku paham, ia tidak ingin aku ada. Semoga tuhan selalu menghangatkan jiwa dan ragamu.”

 

Baginya, Raka adalah wujud nyata dari keindahan karya dari sang MahaKarya.

 

And what kind of love is more beautiful than praying for someone?

 

Sejak menyaksikan Raka beranjak setelah Arra hadir yang tepat terjadi di depan mata, Arra dengan berat hati benar-benar akan membentangkan jarak lebih jauh lagi. Bukan karena perasaan itu dibuang, tetapi karena ia sayang. Sebab mana mungkin ia membiarkan yang terkasih merasa gelisah.

 

Namun tetap saja Arra menginginkan Raka sendiri lah yang mampu mengubah jarak sejauh langit dan bumi ini menjadi sedekat nadi, yang setiap denyutnya terasa hangat. Walau ia sadar, langit dan bumi pun sebenarnya saling sayang meski mereka jauh.

 

“Kami berpapasan tanpa sengaja, saling menyusuri setiap bagian wajah. Tidak lagi bisa pura-pura tidak saling melihat, karena seakan semesta berbisik; "kalian bertemu" tepat di telingaku.”

 

Arra masih enggan berani menyapa, padahal di detik yang sama hatinya bergemuruh menghardik pikiran yang terlalu ambisius memenangkan egonya.

 

“Mengapa tidak dia duluan yang menyapaku? Padahal aku saja menyapanya, dalam hati.”

 

Entah itu juga terlintas di pikiran Raka atau tidak, hanya tuhan yang tahu.

Karena sungguh, seluruh bagian di dirinya adalah milik-Nya. Arra selalu percaya itu, ia tidak pernah merasa memiliki Raka. Karena memang belum pernah, memulai saja juga belum.

 

“Aku takkan bisa menghapus dirimu, meski ku lihat kini kau di seberang sana” —Menjaga Hati by Yovie & Nuno

______________________________________

 

" Dia bahagia, aku pun begitu. "

Itu lah kalimat yang selalu dipegang teguh.

 

Andai saja Raka memang bukan untuk Arra, mengapa tuhan masih mengizinkan Raka untuk menjadi penghuni hatinya?

 

“Jiwaku mana mungkin sudi menaruh rasa benci terhadap Raka yang selalu

membuatku berdecak kagum. Atas segala rasa kecewa pun tidak pernah mampu mengalahkan sifat keras kepala dari perasaanku ini. Aneh, mengapa pikiran dan perasaan memiliki jalannya masing-masing? Mengapa tidak pernah selaras demi kedamaianku?”

 

Logika yang sepenuhnya sadar bahwa banyak yang lebih sempurna jika dibandingkan yang telah berlalu. Namun apa daya, perasaan memang wujud paling keras kepala. Ia paham betul apa yang diinginkan.

 

“Jika yang didoakan selama ini sudah hadir di depan mata, lalu buat apa berkelana kembali demi membela yang lebih sempurna?. Aku adalah si keras kepala yang paham betul apa yang aku inginkan. Kurasa teman-teman kesal terhadapku, karena masih saja kamu yang menjadi topik hangat di perbincangan kami, dan penjajah isi pikiranku.”

 

Hingga saat tulisan ini hadir, memori itu akan memiliki rumahnya sendiri. Masih terkenang walaupun rasa itu mungkin belum diizinkan untuk menang.

 

Tapi percayalah, Arra pun tidak tahu alasan dibalik perasaan megah yang dititipkan tuhan kepadanya. Arra tidak ingin khianat, ia amanah atas segala yang dititipkan.

 

“Seorang pernah berkata padaku, mungkin ini semua terjadi karena tuhan ingin menjaga kami berdua. Dan dialah maha tau segala-Nya.”

 

Mungkin kisah ini tidak seromantis dilan dan milea atau sejoli lain.
Aku pun bukan seorang gadis pujangga, aku gadis kecil!.

Kalian berdua abadi di sini, berkelana dan berlayarlah.
Sampai jumpa di takdir tuhan selanjutnya, tuhan akan selalu menyayangimu.

 

Jika saat ini belum ditakdirkan untuk bersama, mungkin di lain waktu.

Tugas kita hanya menunggu.



 

Pesan Arra untuknya;

“Lukisanku malam itu, akan menjadi milikmu selamanya.
Bunga tulip itu ingin selalu dijaga.”

 

Persembahan untuk 2023, segala baiknya silahkan disimpan.

2024 akan memeluk kalian dengan hangat, Raka dan Arra.

Baca selengkapnya »
Home