Perjuangan Adat; Mulai dari Cita-Cita Awal Hingga Dampaknya Dalam Sosial-Politik Masyarakat Indonesia
oleh: Risky Prasetya
Intragenerational
Economic Mobility in Indonesia: A Transition From Poverty to The Middle Class in
1993-2014
Dalam
beberapa dekade terakhir, Indonesia tengah mengalami transformasi ekonomi yang
sangat pesat, yang juga diiringi dengan pertumbuhan pendapatan perkapita. Tentu
fenomena ini membawa perubahan besar bagi masyarakat Indonesia yakni masyarakat
yang dulunya berada pada kelas bawah kini memasuki kelas menengah. Perubahan
pada struktur kelas menengah ini menjadi sebuah gambaran yang relevan dengan
kondisi pembangunan Indonesia, karena menurut prakiraan ini akan menjadi arah
agenda masa depan kebijakan di Indonesia. Hal ini juga dibuktikan dengan data
pada kelima gelombang IFLS menunjukkan adanya penurunan tingkat kemiskinan pada
masyarakat Indonesia dari 86,1% pada tahun 1993 menjadi 20,2% di tahun 2014
yang mana pada data ini didominasi perkembangan signifikan pada masyarakat
kelas menengah.
Tetapi
pada kenyataanya, komposisi kelas menengah di Indonesia sangat rapuh. Hanya
segelintir kecil dari masyarakat kelas menengah yang mampu bertahan pada kelas
menengah dengan konsisten. Meski demikian, terdapat juga peluang bagi kelas
bawah untuk naik ke kelas yang lebih tinggi dikarenakan beberapa faktor,
seperti akumulasi pada modal fisik yang membawa pada transisi dari masyarakat
ekonomi kelas bawah menuju kelas atas. Selain itu, analisis ekonometri juga
menunjukkan adanya faktor lain seperti
tingkat pendidikan, status pekerjaan, ketersediaan akses dan
infrastruktur, serta investasi bidang kesehatan menjadi faktor pendorong dari
dinamika pada kelas menengah di Indonesia. Pada penelitian itu juga diungkap
adanya hubungan ketergantungan antara problematika kemiskinan dengan
pertumbuhan masyarakat kelas menengah, hal ini menunjukkan bahwa kemajuan untuk
menekan angka kemiskinan harus dibarengi dengan peningkatan kelas menengah,
begitupun sebaliknya.
Lalu
bagaimana dengan kontekstualisasinya saat ini?, Transformasi kondisi ekonomi
dan sosial di Indonesia dalam dua dekade belakangan ini telah membawa dampak
perubahan yang signifikan. Menurunnya angja kemiskinan serta mobilitas kelas
menengah menjadi indikator terpenting dalam perkembangan kemajuan ekonomi yang
mana fenomena ini selaras dengan cita-cita nasional pendiri bangsa. Kehadiran
kelas menengah yang signifikan bukan hanya sebagai tanda kekuatan ekonomi,
tetapi juga bisa menjadi pemeran penting dalam menentukan arah kebijakan dan
konsolidasi demokrasi. Tumbuhnya masyarakat kelas menengah telah membawa
atmosfer baru dalam pola konsumsi, permintaan pelayanan publik, serta kehadiran
pada kehidupan politik yang lebih aktif.
Namun,
walaupun pertumbuhan masyarakat kelas menengah di Indonesia terus terjadi,
banyak sekali tantangan yang mengancam. Salah satunya adalah pemerintah harus
bisa memastikan kondisi ekonomi dan stabilitas sosial bagi kelas menengah yang
mana keadaanya tidak stabil dan bisa saja kembali pada garis kemiskinan.
Sehingga diperlukan adanya kebijakan yang menjadi indikator utama yang
mentransformasi kondisi kelas menengah seperti akses terhadap pendidikan,
fasilitas kesehatan, dan pekerjaan yang menjamin adanya mobilitas ekonomi yang
berkelanjutan.
Selain
itu, konteks geografis yang beragam di Indonesia harus didukung dengan
kebijakan yang inklusif dalam infrastruktur dasar seperti ketersediaan air
bersih, listrik, dan sarana transportasi sehingga dapat mendukung pembangunan
bagi kelas menengah yang stabil sekaligus inklusif yang dapat mencapai tujuan
pembangunan berkelanjutan yang merata di seluruh Indonesia.
In
The Name of Adat: Regional Perspectives on Reform, Tradition, and Democracy in
Indonesia
Fenomena ketertarikan pada adat di
Indonesia pada saat ini bukan hanya sekadar bagian dari diskursus internasional
mengenai hak-hak adat, tetapi juga sebagai refleksi tradisi ideologi yang
menjadikan tanah, masyarakat, dan adat sebagai acuan normatif dalam perjuangan
politik. Kepemilikan atas tanah menjadi salah satu tanda yang menunjukkan
bagaimana kebangkitan adat memberi manfaat yang signifikan. Banyak masyarakat
adat di Indonesia dapat mengakses tanah dan sumber daya alam melalui aturan dan
hak adat yang terbatas dan diakui secara lokal, namun tidak diakui secara
hukum. Kejadian seperti ini membuktikan adanya legitimasi perampasan, pengusiran
masyarakat adat, serta ketidakadilan yang diciptakan oleh negara dan para
korporasi. Dibutuhkan pengakuan hukum yang jelas atas hak-hak yang berkenaan
dengan masyarakat adat sebagai prasayarat untuk kestabilan hubungan antara
masyarakat adat dan negara di masa depan.
Gerakan-gerakan atas nama adat telah
memberikan dampak signifikan bagi masyarakat sipil, dukungan terhadap hak-hak
atas tanah adat, serta membawa pengaruh suara politik bagi masyarakat marginal.
Ada harapan bahwa gerakan ini akan mengonsolidasi berbagai elemen organisasi
yang berlatar belakang berbeda namun memiliki tujuan dan kepentingan yang sama,
yakni memperjuangkan isu yang cenderung mengarah pada kelas ketimbang etnis,
sebagai contoh beberapa aktivis mulai bersuara bahwa setiap kelompok petani
yang mengelola lahannya dengan teratur bisa dikategorikan sebagai masyarakat
adat. Ini mengidentifikasi bahwasanya terdapat kemungkinan aliansi agrarian
antara masyarakat adat dan kelompok petani.
Terdapat empat alasan utama mengenai kebangkitan revivalisme adat yang terjadi di Indonesia. Pertama, adanya dukungan dari gerakan-gerakan organisasi lokal yang memperjuangkan hak-hak masyarakat adat hingga dukungan dari jaringan internasional. Kedua, terdapat ketidakpastian kesempatan yang meliputi demokratisasi dan desentralisasi pasca runtuhnya rezim otoriter Soeharto. Kemudian, pengalaman masa lalu akibat penindasan kelompok marjinal di masa orde baru, dan terakhir adanya cita-cita dalam imajinasi politik Indonesia di awal kebangkitan nasionalisme, yakni adat sebagai jembatan politik yang melibatkan keaslian, komunitas, kesetaraan, dan keadilan yang mana ini diimplementasikan dalam bentuk pemberdayaan, perlindungan, dan penguasaan sumber daya alam.
Sehingga, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa ketertarikan pada isu adat membawa dampak bukan hanya sekadar pada hak-hak masyarakatnya namun juga memiliki hubungan dengan aspek politik, ekonomi, hingga kehidupan sosial yang lebih luas.
The
Implications of Economic Change in Indonesia for Social Class Formation
Krisis
ekonomi yang melanda Asia pada 1997, akibat kebijakan pemerintah Thailand dalam
pengembangan Baht memberi pengaruh serius di Indonesia. PDB Indonesia terjun
hingga lebih dari 13% di tahun 1998, dan baru kembali pulih seperti kondisi di
tahun 1997 pada 2004. Krisis ini membawa dampak yang berat bagi daerah
perkotaan disbanding perdesaan, banyak kelompok di kota yang mengalami
penurunan penghasilan dalam jumlah besar. Menurut data pada matriks akuntansi
sosial terjadi penurunan pendapatan pada masyarakat perkotaan dari 25% menjadi
20,3% dalam rentang 1995-2005. Di sisi lain, pendapatan dari kelompok pertanian
cenderung menunjukkan peningkatan dibantu dengan peningkatan harga rupiah untuk
produk ekspor pertanian.
Di
tahun 2004, kondisi perekonomian Indonesia kembali pulih seperti pra-krisis,
dan semakin membaik di bawah kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono. Komposisi
kelas masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan turun antara 1999-2009
dan jumlah masyarakat kelas menengah tumbuh secara signifikan. Menurut Asian
Development Bank, proporsi penduduk yang dikategorikan sebagai kelas
menengah bertambah dari 25% menjadi 43% dari tahun 1999 hingga 2009.
Kelas menengah di Indonesia lebih
terkonsentrasi pada wilayah perkotaan yang terutama bekerja dalam pekerjaan
berupah. Keadaanya lebih terdidik, memiliki tingkat kesuburan yang lebih
rendah, dan rata-rata berkeluarga kecil. tetapi memiliki tantangan kebutuhan
terhadap layanan publik yang berkualitas dan kestabilan finansial. Banyak dari
masyarakat kelas menengah yang hanya mengandalkan asuransi kesehatan hingga
pendidikan pada pihak swasta.
Pertumbuhan kelas menengah
menimbulkan berbagai persoalan baru mengenai mobilitas sosial dan peluang
hidup. Pendidikan menengah hingga tinggi menjadi semakin penting sebagai
jembatan menuju pekerjaan yang diharapkan. Tetapi masih ada kerisauan akibat
keterbatasan akses terhadap masyarakat kelas menengah yang dapat menghambat
terjadinya mobilitas sosial.
Di sisi lain, peranan masyarakat
Tionghoa sangat menarik perhatian, meski cenderung mendominasi sektor ekonomi
swasta. Di tahun 2016, menurut Bank Dunia Sebagian besar masyarakat kelas
menengah Indonesia diisi oleh etnis Tionghoa. Ini menunjukkan bahwa terdapat
perubahan dalam struktur ekonomi di Indonesia meski ditengah tantangan dan
pengaruh ketimpangan ekonomi dan mobilitas sosial yang ada.
Secara keseluruhan dapat ditarik
kesimpulan bahwa perkembangan kelas menengah di Indonesia sangat kompleks
dengan implikasi yang heterogeny bagi pembangunan baik dalam sektor ekonomi dan
sosial. Meskipun terdapat kemajuan signifikan dalam menekan angka kemiskinan
dan peningkatan terhadap akses pelayanan publik seperti pendidikan dan
kesehatan, masih banyajk pula pekerjaan rumah yang harus diselesaikan untuk
menjamin pertumbuhan kelas menengah yang inklusif dan berkelanjutan.
Daftar
Pustaka
Anne Both (2021), The implication of
economic change in Indonesia for social class formation, Bijdragen tot de
Taal-, Land- en Volkenkunde, vol.177,no.4, pp. 461-490
HENLEY, D., & DAVIDSON, J. S. (2008,
July). In the Name ofAdat: Regional Perspectives on Reform, Tradition, and
Democracy in Indonesia. Modern Asian Studies, 42(4), 815–852. https://doi.org/10.1017/s0026749x07003083
Teguh Dartanto,
Faizal Rahmanto Moeis & Shigeru Otsubo (2020) Intragenerational Economic
Mobility in Indonesia: A Transition from Poverty to the Middle Class in
1993–2014, Bulletin of Indonesian Economic Studies, 56:2, 193-224, DOI: 10.1080/00074918.2019.1657795
Label: Opini