Oleh: Chiquita Juliartanti Pepyndra
Teruntuk
Raka yang tersayang, dan Arra si gadis kecil. Semoga kalian penuh damai dan
bahagia.
Siapa
yang tidak mendambakan kisah romansa yang berkesan dan menarik untuk
diceritakan kembali kepada dunia di masa depan?
Balada Insan Muda, dengan sejuta kisahnya.
Tentang cerita yang tidak pernah dimulai untuk diselesaikan. Mereka bilang,
kamu harus segera lupa. Jangan menyuruhku melakukan hal yang sudah kulakukan,
dan kalian pun kemungkinan tahu hasil akhirnya.
Semua
yang dipanjatkan kepada-Nya pasti akan diberikan, tanpa diberi tahu kapan waktu
yang tepat untuk menerimanya.
Seperti
pohon apel, untuk menghasilkan buah yang segar dan manis, tentu saja melewati
berbagai rintangan dan tantangan yang harus dihadapi.
Karena,
dalam
mencari yang terbaik pun, memang tidak didapatkan dengan cara yang mudah dan
asyik. Lagipula, hidup memang bukan seperti permainan klasik yang amat
menyenangkan seperti di zaman ayah dan bundaku.
Hidup
memang penuh tantangan, mau melawannya atau tidak itu adalah pilihan.
Orang yang tepat, di waktu yang
salah.
Aku
rasa itu lah yang terjadi pada mereka berdua, sebelum waktu yang tepat nantinya
benar-benar tiba bersamaan dengan jiwa yang tepat pula.
Sungguh,
Arra benar benar menyadari apa yang telah terjadi.
Andai tahu, akhirnya akan seperti
ini, Arra tidak akan pernah dengan angkuhnya berkata: "jika lelaki di dunia
ini hanya tersisa dia, aku pun belum tentu mau”
Tapi kalian harus tahu, ia berkata
seperti itu bukan tanpa alasan.
Aku rasa orang sekitarnya adalah
makhluk masa depan, yang seakan tahu jika gadis sepertinya ini akan.. jatuh..
terhadap sosok pria yang tidak pernah ia duga sebelumnya.”
Mereka
yang selalu mengusulkan satu lelaki untuk gadis kecil yang baru saja merasa
patah, Raka namanya.
Tetapi
mana peduli, ia sudah tidak percaya lelaki.
“Semua lelaki adalah sama.” pikirnya.
Sebab itulah, Arra merasa segala pujian teman-temannya terhadap lelaki itu
adalah omong kosong yang hanya mengganggu gendang telinganya.
Namun
manusia, hati, dan pikirannya memang suka keliru.
Tuhan
membuktikan kuasa-Nya dengan memberi perwujudan doa pada Bab; lelaki Idaman bagi Arra, si gadis kecil. Tanpa memberi aba-aba
sedikitpun, dia lah yang ditunjuk tuhan. Siapa sangka jika itu Raka, yang akan
selalu menjadi tokoh utama.
Nikmatnya menjilat ludah sendiri.
“Bahagia, persis seperti lagu
Penjaga Hati-Nadhif Basalamah. Bersamanya semua terasa indah. Bagaimana tidak,
lelucon andalan Raka adalah alasan tawaku hadir di sepanjang hari. Aku merasa
telah mampu mempercayai seseorang lagi. Aku merasa lelaki baik ternyata masih
diciptakan oleh tuhan.”
“Senyuman itu selalu dipancarkan saat aku hadir di depan matanya, aku suka
melihatnya. Tatapannya dalam, senyumnya megah.”
“Aku berharap hanya musim semi yang
senantiasa ada di hati, yang akan selalu menjadi indah seperti kebun bunga
tulip dengan sejuta warnanya. Bunga kesukaanku, yang negeri Belanda saja menyayanginya.”
Namun,
kisah mereka tidak lama atau mungkin saja belum diizinkan untuk lebih lama.
“Ternyata memang benar setiap
orang ada masanya. Tapi kenapa harus dia, aku tidak tahu.”
“Jarak ini tidak dibangun atas
dasar rasa benci atau rasa sakit, aku tidak merasakan itu sama sekali. Dia
sungguh disayang oleh tuhan, dan aku diberi kesempatan untuk menjadi perantara
kasih-Nya.”
Dengan
penuh yakin mereka berjanji akan menjadi teman setelah apapun yang telah
terjadi. Namun kenyataannya tidak ada pertemanan yang seakan tidak saling
mengenal, bahkan ketika mata saling bertemu. Mereka gegabah, mereka telanjur
asing. Keduanya kalah dengan ego masing-masing.
“Aku tidak pernah tahu sudut
pandang Raka tentang ini, namun yang aku tahu dia memang sudah tidak ingin aku
menampakkan diri di depannya. Mungkin baginya kenangan yang kami bangun sudah
hilang bak ditelan bumi. Padahal, batu yang kita injak dan jam dinding di kamarku
masih mengenangnya, bahkan di setiap petikan detik. Mereka yang menyaksikan
lahirnya lukisanku di larutnya malam. Padahal aku bukan seniman, aku hanya
senang memasak, dia pun tahu itu.”
Arra
tidak pernah sepercik pun terbesit rasa benci tentang Raka yang sudah
menganggapnya hilang. Bahkan jika kehadirannya tidak disukai. Dan mungkin saja
bagi Raka, lebih baik beranjak daripada harus berada didekatnya.
“Arra, diam diam Raka
memperhatikanmu!”
Bukan,
tidak ada seorang yang berkata seperti itu. Arra hanya tidak ingin mengenal
harapan, walau sebenarnya ia memilikinya.
“Aku tidak diizinkan untuk
berharap karena nanti aku kecewa. Namun semesta seperti memaksa untuk sedikit
saja aku merasakannya. Sepertinya perasaan ini memang tidak diizinkan untuk
lenyap. Bukan imajinasi, tapi aku betul-betul merasa bahwa Raka tidak sepenuhnya
menganggapku hilang. Aku senang jika ia peduli walau hanya dalam kesunyian
dirinya. Padahal, jika orang tahu pun itu bukan tindakan kriminal yang harus
ditutup rapat‐rapat. Ia penuh teka-teki, tidak
ada yang tahu.”
Tulisan
ini dibuat karena Arra tidak mampu mengungkapkan secara langsung, sepenuhnya
khawatir jika Raka tidak nyaman atas tindakannya. Ribuan tanda tanya berbaris
di kepala. Hanya mampu berharap tulisan ini sampai kepada pemilik sebenarnya.
“Menjaga dan melindunginya lewat
tangan tuhan adalah sebaik-baik keputusan yang bisa dilakukan. Karena aku paham,
ia tidak ingin aku ada. Semoga tuhan selalu menghangatkan jiwa dan ragamu.”
Baginya,
Raka adalah wujud nyata dari keindahan karya dari sang MahaKarya.
And what kind of love is more
beautiful than praying for someone?
Sejak
menyaksikan Raka beranjak setelah Arra hadir yang tepat terjadi di depan mata,
Arra dengan berat hati benar-benar akan membentangkan jarak lebih jauh lagi. Bukan
karena perasaan itu dibuang, tetapi karena ia sayang. Sebab mana mungkin ia
membiarkan yang terkasih merasa gelisah.
Namun
tetap saja Arra menginginkan Raka sendiri lah yang mampu mengubah jarak sejauh langit
dan bumi ini menjadi sedekat nadi, yang setiap denyutnya terasa hangat. Walau
ia sadar, langit dan bumi pun sebenarnya saling sayang meski mereka jauh.
“Kami berpapasan tanpa sengaja,
saling menyusuri setiap bagian wajah. Tidak lagi bisa pura-pura tidak saling
melihat, karena seakan semesta berbisik; "kalian bertemu" tepat di
telingaku.”
Arra
masih enggan berani menyapa, padahal di detik yang sama hatinya bergemuruh
menghardik pikiran yang terlalu ambisius memenangkan egonya.
“Mengapa tidak dia duluan yang
menyapaku? Padahal aku saja menyapanya, dalam hati.”
Entah
itu juga terlintas di pikiran Raka atau tidak, hanya tuhan yang tahu.
Karena
sungguh, seluruh bagian di dirinya adalah milik-Nya. Arra selalu percaya itu,
ia tidak pernah merasa memiliki Raka. Karena memang belum pernah, memulai saja
juga belum.
“Aku takkan bisa menghapus dirimu,
meski ku lihat kini kau di seberang sana” —Menjaga Hati by Yovie & Nuno
______________________________________
" Dia bahagia, aku pun begitu. "
Itu
lah kalimat yang selalu dipegang teguh.
Andai
saja Raka memang bukan untuk Arra, mengapa tuhan masih mengizinkan Raka untuk
menjadi penghuni hatinya?
“Jiwaku mana mungkin sudi menaruh
rasa benci terhadap Raka yang selalu
membuatku berdecak kagum. Atas
segala rasa kecewa pun tidak pernah mampu mengalahkan sifat keras kepala dari
perasaanku ini. Aneh, mengapa pikiran dan perasaan memiliki jalannya
masing-masing? Mengapa tidak pernah selaras demi kedamaianku?”
Logika
yang sepenuhnya sadar bahwa banyak yang lebih sempurna jika dibandingkan yang
telah berlalu. Namun apa daya, perasaan memang wujud paling keras kepala. Ia
paham betul apa yang diinginkan.
“Jika yang didoakan selama ini
sudah hadir di depan mata, lalu buat apa berkelana kembali demi membela yang
lebih sempurna?. Aku adalah si keras kepala yang paham betul apa yang aku
inginkan. Kurasa teman-teman kesal terhadapku, karena masih saja kamu yang menjadi
topik hangat di perbincangan kami, dan penjajah isi pikiranku.”
Hingga
saat tulisan ini hadir, memori itu akan memiliki rumahnya sendiri. Masih
terkenang walaupun rasa itu mungkin belum diizinkan untuk menang.
Tapi
percayalah, Arra pun tidak tahu alasan dibalik perasaan megah yang dititipkan
tuhan kepadanya. Arra tidak ingin khianat, ia amanah atas segala yang
dititipkan.
“Seorang pernah berkata padaku,
mungkin ini semua terjadi karena tuhan ingin menjaga kami berdua. Dan dialah
maha tau segala-Nya.”
Mungkin
kisah ini tidak seromantis dilan dan milea atau sejoli lain.
Aku pun bukan seorang gadis pujangga, aku gadis kecil!.
Kalian
berdua abadi di sini, berkelana dan berlayarlah.
Sampai jumpa di takdir tuhan selanjutnya, tuhan akan selalu menyayangimu.
Jika
saat ini belum ditakdirkan untuk bersama, mungkin di lain waktu.
Tugas kita hanya menunggu.
Pesan
Arra untuknya;
“Lukisanku malam itu, akan menjadi
milikmu selamanya.
Bunga tulip itu ingin selalu dijaga.”
Persembahan
untuk 2023, segala baiknya silahkan disimpan.
2024 akan memeluk kalian dengan hangat, Raka dan Arra.