Learning Loss dan Harapan era Postcovid
oleh: Lasma Ria Nainggolan
Hallo teman-teman semua!
Apakah kalian tahu fenomena apa yang sedang kita alami saat ini? yupss, betul
sekali! fenomena yang sedang kita hadapi saat ini yaitu pandemi Covid-19
menyebabkan pelbagai dampak dan perubahan rutinitas manusia dalam kehidupan
sehari-hari. Nah, sebelum membahas cara mengatasi Covid-19 ini, kita harus
mengetahui terlebih dahulu apa sih Covid-19 itu?
Virus corona (COVID-19)
adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 yang menyerang
sistem pernapasan dan menimbulkan gejala seperti batuk, sesak nafas, demam dan
kehilangan penciuman rasa atau bau. Bahkan, virus ini bisa merenggut nyawa
penderitanya.
Saat ini, fenomena
pandemi Covid-19 di Indonesia sudah memasuki tahun ketiga yang hadir di
tengah-tengah kita. Bahkan, menyebabkan perubahan kebiasaan hidup baru dengan
menaati protokol kesehatan yaitu 5 M (Memakai masker, Mencuci tangan, Menjaga
jarak, Menghindari kerumunan, dan Membatasi mobilitas) dan melaksanakan
vaksinasi untuk menjaga kesehatan imunitas tubuh.
Hal ini tidak dapat
dipungkiri, bahwa, pandemi besar pengaruhnya bagi perkembangan mental para
peserta didik dan sangat memerlukan perhatian serius dari pemerintah. Melihat
betapa berbahayanya Covid-19 bagi para peserta didik dan untuk memutus rantai
penyebarannya sehingga pemerintah memutuskan untuk melakukan kebijakan
pembatasan sosial, termasuk kepada kegiatan pembelajaran menjadi PJJ
(Pendidikan Jarak Jauh).
Pasti kalian tidak mau
kan, terjangkit virus Covid-19? Nah, untuk meminimalisir penyebaran pemerintah
menyarankan agar kita tetap di rumah saja. Bahkan, ada sejumlah keluhan dari
para peserta didik terkait kebijakan pelaksanaan PJJ ini.
Menurut data yang saya
observasi dari survei penilaian cepat yang dilakukan oleh Satgas Penanganan
Covid-19 (BNPB, 2020) menunjukkan bahwa selama melaksanakan kegiatan PJJ
peserta didik di Indonesia ternyata merasa bosan berada di rumah, merasa
khawatir ketinggalan pelajaran, merindukan teman-teman, merasa khawatir tentang
kondisi ekonomi keluarga dan yang paling fundamental adalah isu-isu tentang
"psikis dan mental."
Tentu saja aku juga
merasakan apa yang kalian rasakan, pasti menyedihkan sekali ya bila
mengingatnya kembali? Namun, kita tidak boleh menyerah karena keadaan, kita
harus buktikan bahwa sebagai pelajar kita juga bisa produktif.
Selain itu, pasti kita
semua pernah merasakan rasa bosan kan selama PJJ? Nah, itu karena kita tidak
bisa berinteraksi dan bertemu dengan teman-teman dan guru. Kita hanya duduk
diam di depan hp/laptop sembari memperhatikan pembelajaran dan kurangnya interaksi
antara guru dengan murid serta dengan teman-temannya. Sehingga kita mudah
stres, pemicunya pada saat pelaksanaan PJJ biasanya dari metode pembelajarannya
monoton yang dilakukan berulang-ulang dan hasilnya selalu sama serta tidak ada
perkembangan.
Namun, selama
pemberlakuan kebijakan PJJ ini ternyata sejumlah peserta didik memiliki
berbagai keterbatasan dalam penunjang pembelajaran, yaitu:
Gawai, di antara para
peserta didik pasti ada yang hpnya berdua dengan orang tua atau saudara
sehingga memakainya harus bergantian.
Kuota, setiap peserta
didik pasti sering mengeluh jika kesulitan membeli kuota untuk pembelajaran
setiap hari, apalagi kondisi perekonomian keluarga yang kurang memadai.
Koneksi jaringan/sinyal,
biasanya terjadi jika di daerah terpencil, jadi, kesulitan untuk menemukan
koneksi internet. Dari faktor-faktor tersebut, sehingga dapat menghambat proses
pembelajaran. Terlebih lagi pemberian tugas sekolah yang cenderung lebih banyak
karena tidak disesuaikan dengan kondisi siswa, serta keterbatasan pendampingan
dari para orang tua karena ada orang tua yang keduanya sama-sama bekerja.
Akibatnya, kita mudah
terserang gangguan kesehatan mental.
Cara untuk mengatasi dan
meminimalisir terjadinya gangguan kesehatan mental :
Berpikiran Positif
Mungkin bagi kita terasa
sulit, tapi jika kita selalu bersyukur dan belajar menerima setiap keadaan
bahwa apa Tuhan rencanakan mungkin tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan
ini akan membuat mental kita menjadi lebih rileks dan kuat.
Mengobservasi Informasi
Berita
Di situasi yang seperti
ini, alangkah baiknya kita tidak menelan mentah-mentah setiap berita yang
disampaikan. Dan lebih baik kita mencari informasi yang lebih terpercaya sehari
sekali.
Olahraga
Menjalani rutinitas hidup
baru, kita harus tetap berolahraga. Tidak harus di luar rumah, kita juga bisa
melakukannya di dalam rumah dengan workout atau yoga. Jika memang harus diluar
rumah, maka kita harus tetap mematuhi protokol kesehatan.
Tetap berkomunikasi
dengan keluarga
Sebagai mahluk sosial,
tentunya kita butuh berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Gunakan
sosial media sebagai wadah untuk berkomunikasi dengan teman atau kerabat yang
tidak dapat ditemui selama masa pandemi. Hindari pertemuan tatap muka karena masih
sangat berisiko untuk menularkan berbagai penyakit. Tentu kita tidak ingin
pertemuan yang awalnya membahagiakan berakhir sedih ketika mendengar kabar
kerabat yang baru ditemui ternyata terinfeksi penyakit berbahaya.
Bagaimana cara menangani
agar para peserta didik tidak mengalami gangguan kesehatan mental?
Diberikan kesempatan
untuk melakukan refleksi serta berbagi cerita selama pembatasan sosial dan PJJ.
Saran saya agar para guru membuat metode pembelajaran yang lebih kreatif dan
menyenangkan lalu sesama peserta didik dimotivasi untuk saling bercerita
tentang susah senangnya saat pelaksanaan PJJ akibat pandemi Covid-19 yang
bertujuan agar para peserta didik mampu memaknai kehidupan secara nyata,
sehingga siswa mampu membuat keputusan agar menjadi pribadi yang bertanggung
jawab.
Disini saya melihat bahwa
betapa pentingnya dukungan, penguatan, dan pendampingan dari keluarga bagi
kesehatan mental bagi para peserta didik. Dalam menghadapi situasi seperti ini
peran orang tua dan guru sangat penting, dalam membimbing proses pembelajaran
para peserta didik dirumah, bisa saja menjadi pendengar semua keluhan dan
perasaan siswa, agar para peserta didik dapat mengeluarkan semua keluh kesahnya
dan sebagai pendamping yang membantu siswa menyesuaikan diri dalam situasi
berbeda serta mampu mengembangkan strategi pemecahan masalah.
Jika kesehatan mental
para peserta didik terus diabaikan, maka produktivitas serta semangat para
siswa akan menurun dan berdampak negatif terhadap perkembangan sosial dan
akademiknya.
Karena sejatinya
aktivitas di sekolah dilakukan secara langsung/bertatap muka.
Namun, sejak pemberlakuan pembatasan sosial
aktivitas tersebut harus dilakukan di rumah. Hilangnya waktu bermain dan
belajar bersama dengan teman di sekolah, terbatasnya kesempatan untuk
berkunjung ke area bermain, ataupun pengalaman menyaksikan secara langsung
dampak Covid-19 terhadap orang tua atau anggota keluarga mereka (dampak fisik,
ekonomi, dan psikologi).
Melihat fenomena masalah
kesehatan mental yang terjadi pada peserta didik di Indonesia, seharusnya
diperlukan upaya dalam mengevaluasi sistem PJJ sekaligus memberikan dukungan
kesehatan mental bagi para peserta didik serta penyediaan layanan dukungan
sosial yang memberikan fasilitas layanan kesehatan mental bagi para peserta
didik melalui sekolah merupakan upaya yang perlu diterapkan di era pandemi saat
ini.
Oleh karena itu, hal ini
harus menjadi perhatian seluruh pihak untuk berupaya memaksimalkan kolaborasi
sedini mungkin dalam mengatasi berbagai masalah yang terjadi dengan lebih baik.
Pandemi, telah mengajarkan kita untuk belajar beradaptasi dan berubah. Untuk seluruh peserta didik di Indonesia, besar harapan saya agar kita terus semangat di kondisi apapun itu, maksimalkan waktu yang ada, kembangkan potensi, dan terus berkembang dan bertumbuh mengejar cita.
Yakini setiap harapan, iringi dengan doa dan tindakan dan mengukirkan prestasi agar kelak nantinya kita dapat mengangkat derajat kedua orang tua kita.
Baca selengkapnya »Label: Opini