oleh: Natalie Kerenhappukh Ginting, Heaven Andante Loppies, Gihon Yalfan Matulessy, Ahmad Gezha Aqila, Juan Theresia Paulina T.S
Om swastiastu. Halo Sobat Historia! Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan keberagaman, khususnya dalam bidang agama. Pancasila sebagai falsafah negara mendorong rakyatnya untuk menganut sebuah agama atau kepercayaan. Agama sendiri berasal dari bahasa Sansekerta, yakni dari kata “a” yang artinya tidak dan “gama” yang artinya kacau. Secara harfiah, “agama” berarti “tidak kacau” atau dengan kata lain “teratur", sehingga agama dapat didefinisikan sebagai sebuah sistem nilai-nilai yang mengatur hubungan seseorang dengan Tuhan dan hubungan dengan sesamanya.
Di Indonesia sendiri
terdapat 6 agama yang diakui, salah satunya adalah agama Hindu. Tahukah Sobat, pulau mana di Indonesia
yang memiliki masyarakat pemeluk Hindu terbanyak? Ya, Pulau Bali! Surga eksotis yang terkenal akan keindahan pantai dan
tariannya ini merupakan tempat tinggal bagi 3,72 juta penduduk beragama Hindu
berdasarkan data Dukcapil Kemendagri. Namun, pernahkah Sobat bertanya-tanya,
bagaimana Bali bisa menjadi sangat identik dengan agama Hindu? Bagaimana
asal-muasalnya agama Hindu bisa masuk ke Pulau Bali? Seperti apa perkembangan
agama Hindu pada masa Kerajaan Bali? Yuk, kita simak lebih lanjut!
Agama Hindu
sendiri berasal dari masuknya bangsa Arya ke India pada tahun 1500 SM. Bangsa
Arya merupakan orang Indo-Iran yang berasal dari Asia Tengah. Mereka dikenal
sebagai bangsa pengembara dan sering berpindah-pindah tempat sebelum akhirnya
sampai di Mohenjodaro dan Harappa, pusat peradaban bangsa Dravida yang
merupakan suku asli India. Respon bangsa Dravida terhadap masuknya bangsa Arya
ini beragam. Ada yang memberikan perlawanan terhadap bangsa Arya, ada yang
menyingkir ke daerah India bagian Selatan, dan ada pula yang berasimilasi
dengan bangsa Arya sehingga menghasilkan budaya baru. Percampuran kedua budaya
inilah yang menghasilkan agama Hindu. Agama ini berkembang di India, kemudian
disebarluaskan ke negara-negara dan wilayah lain, termasuk Nusantara pada masa
itu.
Agama Hindu diperkirakan masuk ke Bali sekitar abad ke-8. Masuknya agama Hindu ke pulau Bali sendiri dapat dijelaskan dengan teori-teori masuknya agama Hindu ke Nusantara. Mengapa ada banyak teori? Sebab belum ada kesepakatan yang bulat di antara para ahli mengenai bagaimana cara agama Hindu bisa masuk ke Nusantara. Terdapat 5 teori masuknya agama Hindu ke Nusantara, antara lain teori Ksatria, teori Waisya, teori Brahmana, teori Sudra, dan teori Arus Balik. Teori Ksatria berpendapat bahwa golongan Ksatria yang membawa dan menyebarkan agama Hindu di Indonesia. Para Ksatria yang kalah dalam peperangan di India melarikan diri ke Nusantara, kemudian mereka mendirikan kerajaan bercorak Hindu atau merebut kekuasaan di sebuah kerajaan yang telah berdiri dengan menikahi putri raja di kerajaan tersebut. Teori Waisya menyatakan bahwa golongan Waisya atau para pedaganglah yang menyebarkan agama Hindu di Nusantara.
Selain berdagang, golongan Waisya juga memperkenalkan agama dan kebudayaan Hindu kepada masyarakat pribumi. Beberapa pedagang pulang kembali ke daerah asal mereka, namun ada juga yang menetap lalu menikah dengan penduduk setempat, sehingga melahirkan keturunan beragama Hindu. Sedangkan teori Brahmana yang dikemukakan oleh J.C. van Leur berpendapat bahwa agama Hindu diperkenalkan oleh kaum Brahmana sebagai kaum yang berhak mempelajari dan mengerti isi kitab suci Weda. Para penguasa lokal yang tertarik dengan ajaran Hindu mengundang para Brahmana untuk datang ke wilayahnya.
Teori Sudra oleh Von Faber menyatakan bahwa masuknya
agama Hindu ke Indonesia dibawa oleh orang-orang India berkasta Sudra yang
menginginkan kehidupan lebih baik sehingga pergi merantau ke wilayah lain,
salah satunya Nusantara. Teori Arus Balik dibuat oleh F.D.K. Bosch untuk
menyangkal teori Waisya dan Ksatria, bahwa masyarakat pribumi sendirilah yang
pergi mendalami agama Hindu di India, kemudian kembali untuk menyebarkan dan
mengembangkan agama Hindu di Nusantara.
Pada saat Kerajaan Bali Kuno dipimpin oleh Raja Udayana, agama Hindu berkembang dengan pesat di Bali. Agama Hindu di Kerajaan Bali pada masa itu memiliki banyak sekte. Menurut Goris, setidaknya ada 9 paksa atau sekte yang pernah berkembang di Bali, yakni Siwa Siddhanta, Pasupata, Bhairawa, Waisnawa, Boddha atau Sogata, Brahma, Rsi, Sora, dan Ganapatya. Sekte-sekte ini memperdebatkan kepercayaan masing-masing dan saling berseteru sehingga menimbulkan keributan dan perpecahan, baik antar sekte maupun dalam sekte itu sendiri.
Situasi kerajaan
yang tidak stabil membuat raja Udayana meminta Mpu Kuturan untuk datang ke Bali
dan menyelesaikan konflik yang ada. Diperkirakan, Mpu Kuturan yang merupakan
seorang pendeta besar Hindu dari Majapahit tiba di Kerajaan Bali pada tahun 845
M untuk memimpin pertemuan antara para pemimpin sekte di Pura Bukit Goak guna
menyelesaikan konflik agama tersebut. Pertemuan yang dikenal dengan Pesamuan Agung ini menghasilkan
kesepakatan,
bahwa,
sekte-sekte Hindu yang beragam ini disatukan di bawah konsep Tri Murti yang berfokus
pada 3 dewa, yakni dewa Brahma, Wisnu, dan Siwa. Kemudian konsep ini diterapkan
di masyarakat dengan adanya pembangunan Pura Tiga Khayangan di setiap desa adat
dan penerapan konsep tri mandala di
setiap puri di Bali.
Kerajaan Majapahit memiliki pengaruh yang besar dalam perkembangan agama Hindu di Bali. Pada masa pemerintahan Raja Bedahulu, Mahapatih Majapahit Gajah Mada memasuki Pulau Bali dengan tujuan ingin menaklukkan Bali demi misinya untuk menyatukan Nusantara. Setelah berhasil menaklukkan Bali, Ida Bhatara Dalem Sri Aji Kresna Kepakisan diutus Raja Majapahit untuk memerintah sebagai Raja Bali yang berasal dari Kerajaan Majapahit. Ia mendirikan istana kerajaan di lokasi perkemahan Gajah Mada di Desa Samplangan sebelum pusat kerajaan akhirnya dipindahkan ke Klungkung. Masuknya bangsawan-bangsawan Majapahit hingga penduduk Hindu Jawa ke Bali membawa pengaruh budaya dan agama yang besar bagi Bali. Gelombang migrasi penduduk Hindu Jawa ke Bali semakin besar khususnya pada masa keruntuhan Majapahit oleh Kerajaan Demak. Mereka adalah penganut agama Hindu yang menolak pengaruh Islam dari Kerajaan Demak.
Dalam gelombang migrasi tersebut terdapat
juga dua Brahmana, yakni Danghyang Nirartha dan Danghyang Astapaka yang membawa
banyak perubahan bagi agama Hindu di Bali. Kebudayaan Hindu-Buddha Jawa yang
melebur dengan budaya Bali yang masih dihiasi dengan penyembahan kepada nenek
moyang menghasilkan agama yang disebut orang Bali sebagai agama Tirta, kemudian
berganti nama menjadi Hindu Dharma. Dalam prakteknya, Hindu Dharma tidak sama
dengan Hindu di India, sebab Hindu Dharma berkembang mengikuti adat dan budaya
orang Bali yang ada sejak zaman prasejarah hingga masa kini.
Hindu Dharma atau Hindu Bali bagi orang Bali tidak hanya sekedar agama, namun sudah bersatu dengan budaya, adat serta tradisi turun-temurun orang Bali, sehingga nilai-nilai agama yang bercampur dengan adat itu menjadi identitas dan jati diri orang Bali dan hidup dalam aktivitas keseharian masyarakat Bali. Oleh karena inilah Bali begitu identik dengan agama Hindu. Hindu Bali mampu bertahan ketika Hindu Jawa memudar di masa peradaban Islam, dan terus bertahan di tengah gempuran modernisasi masa kini. Nah Sobat, bagaimana Bali adalah benang merah khazanah dalam sejarah Indonesia yang harus kita syukuri kekayaan budaya, bukan hanya kekayaan alamnya saja.
Sebagai anak pengubah bangsa, mari kita juga
turut menjaga dan mempertahankan kebudayaan
kita! Sekian dan terima kasih!
Om shanti, shanti, shanti Om.
DAFTAR PUSTAKA
Kompas.com. Verelladevanka, A. (2021).
Bangsa Arya: Asal-usul, Ciri-ciri, dan Hasil Kebudayaan. Diakses 15 Juni 2023
dari https://www.kompas.com/stori/read/2021/12/30/080000479/bangsa-arya--asal-usul-ciri-ciri-dan-hasil-kebudayaan?page=all
Wikipedia. Agama di Indonesia. (2023).
Diakses pada 15 Juni 2023 dari https://id.wikipedia.org/wiki/Agama_di_Indonesia
Bali Tours Club. Desa Bali Aga. Diakses
pada 16 Juni 2023 dari https://www.balitoursclub.net/bali-aga/
CNNIndonesia.com. (2022). 5 Teori Masuknya
Agama Hindu dan Buddha ke Nusantara. Diakses pada 15 Juni 2023 dari
Putra, N. (2022). Pura Samuan Tiga : Napak
Tilas Penyatuan Sekte di Bali. Jurnal Nirwasita. Diakses pada 16 Juni 2023 dari
https://ojs.mahadewa.ac.id/index.php/nirwasita/article/view/2246/1650
Asumsi.co. Ramadhan. (2021). Perjalanan
Agama Hindu Hingga Diakui di Indonesia. Diakses 16 Juni 2023 dari https://www.asumsi.co/post/57847/perjalanan-agama-hindu-hingga-diakui-di-indonesia/#:~:text=Agama%20Hindu%20pun%20selanjutnya%20berkembang,Putra%20Bhatara%20Desa%20Bedahulu%2C%20Gianyar
Wartayasa, I. (2018). Kebudayaan Bali dan
Agama Hindu. Diakses pada 16 Juni 2023 dari
https://jayapanguspress.penerbit.org/index.php/ganaya/article/view/97/95
Tirto.id. Abdulsalam, H. (2019). Sejarah
Hindu Bali: Upaya Menuntut Pengakuan Dari Negara. Diakses pada 15 Juni 2023
dari https://tirto.id/sejarah-hindu-bali-upaya-menuntut-pengakuan-dari-negara-diDD?page=all#secondpage
Bali Tours Club. Sejarah Agama Hindu di
Bali. Diakses pada 15 Juni 2023 dari https://www.balitoursclub.net/sejarah-agama-hindu-di-bali/
Kusniarti, A. A. S. (2020). Awal
Kedatangan Patih Gajah Mada ke Bali, Berawal dari Pura Dalem Pingit Gianyar.
Diakses pada 16 Juni 2023 dari
iNews.id. (2022). Sejarah Mengapa Bali
Masyarakatnya Beragama Hindu, Ada Kaitannya dengan Majapahit. Diakses pada 15
Juni 2023 dari https://bali.inews.id/berita/sejarah-mengapa-bali-masyarakatnya-beragama-hindu-ada-kaitan-runtuhnya-majapahit/1
Validnews.id. Fatwa, A. M. (2020).
Mengenal Desa Penduduk Asli Bali yang Masih Eksis. Diakses pada 15 Juni 2023
dari
https://validnews.id/kultura/Mengenal-Desa-Penduduk-Asli-Bali-yang-Masih-Eksis-gGU