Di Pulau Sumatera sana, tepatnya di
daerah Sungai Musi, Palembang. Di Kerajaan Sriwijaya, yang berdiri pada abad
ke-7 hingga abad ke-13, merupakan salah satu kerajaan maritim terbesar dan
paling sukses di Asia Tenggara pada masa lampau. Kejayaan Kerajaan Sriwijaya
tidak hanya mencakup wilayah politik yang luas, tetapi juga dicirikan oleh
perdagangan maritim yang makmur. Dikenal karena perdagangan maritimnya yang
makmur, Sriwijaya menunjukkan strategi jitu yang mengantarkannya pada kemajuan
yang luar biasa.
Tercatat dalam karya O.W. Wolters
(1970), pada 1918, suatu kemajuan telah dicapai khususnya dalam studi sejarah
maritim Asia Tenggara ketika George Coedes, berhasil mengidentifikasi kerajaan
maritim Melayu bernama Sriwijaya, yang berpusat di bagian selatan Sumatera.
Salah satu raja Sriwijaya pernah menulis surat kepada Kaisar Sung pada 1071
yang dengan bangga menyebut dirinya sebagai ‘raja daerah-daerah lautan’.
Kecerdikan Kerajaan Sriwijaya dalam konteks perdagangan maritim merupakan salah
satu faktor penting yang menyumbang kesuksesan mereka. Kerajaan ini pandai
dalam menyiasati strategi-strategi yang tidak hanya menguntungkan mereka secara
ekonomi, tetapi juga membantu memperluas pengaruh politik dan dominasi mereka
di wilayah maritim Asia Tenggara.
Kisah tentang strategi jitu atas
kesuksesan perdagangan maritim Sriwijaya dimulai di daerah pesisir pulau
Sumatera, di mana Sriwijaya berdiri sebagai pusat perdagangan yang strategis. Dengan
posisi geografis yang menguntungkan, mereka berhasil menguasai jalur
perdagangan antara India, Tiongkok, dan negara-negara di Asia Tenggara. Armada
dagang Sriwijaya mengarungi lautan, mengumpulkan kekayaan dari rempah-rempah,
emas, perak, dan barang mewah lainnya. Kemakmuran Sriwijaya terletak pada
kemampuan mereka dalam menciptakan monopoli dagang yang cerdik. Mereka
mengendalikan produksi, distribusi, dan perdagangan rempah-rempah serta
komoditas berharga lainnya. Dengan hal ini, Sriwijaya dapat menentukan harga
dan mengontrol akses terhadap komoditas tersebut, sehingga memperoleh
keuntungan yang besar.
Dilansir dari SINDANG Jurnal
Pendidikan Sejarah dan Kajian Sejarah, hal lainnya yang disorot atas
berhasilnya strategi cerdik Sriwijaya atas kekuasaannya di dalam perdagangan
maritim, tercatat dalam sejarah bahwa Selat Bangka yang strategis letaknya
berhadap-hadapan langsung dengan pintu masuk ke arah pedalaman mengikuti aliran
muara Sungai Musi menuju Palembang. Kondisi wilayah tersebut memberikan isyarat
bahwa letak Selat Bangka pada masa Sriwijaya sangatlah penting karena banyak
para pedagang yang berkunjung ke pusat Kerajaan Sriwijaya di Palembang,
Sumatera Selatan (Sholeh, 2015: 98-99).
Kerajaan Sriwijaya yang terletak di
Palembang membuat Sriwijaya menjadi jalur pelayaran dan perdagangan di
Nusantara mulai dari Selat Malaka yang menjadi pintu masuk sampai ke Selat
Bangka yang akhirnya masuk di Pusat Kerajaan Sriwijaya yang disebut sebagai
jalur-jalur pelayaran dan perdagangan internasional. Bagi Sriwijaya wilayah
perairan Pulau Bangka sangat penting untuk dijadikan wilayah kekuasaannya,
sebagaimana terbukti pada tahun 686 sesuai tahun dalam prasasti Kota Kapur.
Dengan demikian raja Sriwijaya memang benar-benar menginginkan wilayah Bangka
terutama daerah perairan Bangka untuk dijadikan wilayah kekuasaannya. Sriwijaya
melakukan hal tersebut bukan hanya semata-mata ingin menjadi penguasa saja,
tetapi melakukan politik perluasan dengan strategi penguasaan wilayah
jalur-jalur pelayaran perdagangan yang harus dikendalikan oleh Kerajaan
Sriwijaya.
Menurut teori Sukmono, para pedagang
harus memutar wilayah Bangka terlebih dahulu karena kondisi secara geografis
pulau-pulau atau daratan yang ada di wilayah pantai sebelah Timur Sumatera yang
masih dalam kondisi menyatu mulai dari Kepulauan Riau-Lingga sampai ke Bangka.
Faktor lain yang membuat Kerajaan Sriwijaya menjadi pemilik kekuasaan di laut
sehingga disebut kerajaan maritim terbesar pada masa itu adalah faktor kekuatan
tentara yang kuat serta manajemen seorang pemimpin yang tegas dan bijaksana
dalam mengendalikan jalur-jalur pelayaran perdagangan yang ada di Nusantara
(Sholeh, 2015: 50).
Selain itu, Sriwijaya juga
mengendalikan rute perdagangan yang penting di Asia Tenggara, terutama jalur
perdagangan antara India, Tiongkok, dan negara-negara di Asia Tenggara. Mereka
melakukan pemungutan tarif dan pajak atas barang yang melewati wilayah mereka.
Dengan menguasai jalur-jalur dagang utama, Sriwijaya secara tidak langsung
memaksa para pedagang untuk berdagang melalui wilayah mereka dan mengambil
keuntungan dari transaksi perdagangan yang terjadi.
Tak sampai di situ, Sriwijaya
memiliki pengetahuan navigasi yang maju dan rahasia mengenai jalur-jalur
perdagangan yang aman dan menguntungkan. Mereka memonopoli pengetahuan ini dan
hanya membagikannya kepada para pedagang yang bermitra dengan mereka. Dengan
demikian, Sriwijaya dapat memastikan bahwa hanya mereka yang memiliki akses ke
jalur-jalur dagang yang menguntungkan, sementara pesaing mereka kesulitan untuk
bersaing dalam perdagangan maritim.
Kompas.com. Susanto Zuhdi. (2020). Laut China Selatan Dan Sriwijaya, diakses pada 31 Mei 2023, https://www.kompas.id/baca/opini/2020/01/15/laut-china-selatan-dan-sriwijaya
Kabib Sholeh, Widya Novita Sari, Lisa Berliani. (2019).
SINDANG Jurnal Pendidikan Sejarah dan Kajian Sejarah, JALUR PELAYARAN PERDAGANGAN KUNO DI SELAT BANGKA SEBAGAI LETAK
STRATEGIS BERKEMBANGNYA KEKUASAAN MARITIM SRIWIJAYA ABAD VII-VIII MASEHI,
hal. 34.
Khabib Sholeh. (2019). Jalur
Pelayaran Perdagangan Sriwijaya yang Strategis dan Perekonomiannya pada Abad
Ke-7 Masehi. ResearchGate. Diakses pada 31 Mei 2023 melalui https
://www.researchgate.net/publication/330538003_Jalur_Pelayaran_Perdagangan_Sriwijaya_yang_Strategis_dan_Perekonomiannya_pada_Abad_Ke-7_Masehi
Khabib Sholeh. (2019). Jalur
Pelayaran Perdagangan Sriwijaya yang Strategis dan Perekonomiannya pada Abad
Ke-7 Masehi, ResearchGate.
Azkia Nisrina. (2022). Angin Sebagai Sistem Navigasi Tradisional, diakses pada 31 Mei 2023, melalui https://kumparan.com/azkiyahn22/angin-sebagai-sistem-navigasi-tradisional-1yylhdXNWYv/full