Representative Alexandria Ocasio-Cortez of New
York showed up in a white dress by Brother Vellies, emblazoned with the words,
"TAX THE RICH" in bright red letters across the back. (https://www.nytimes.com/)
Oleh: Alamsyah Taufik
Met
Gala, secara resmi disebut Costume
Institute Gala atau Costume Institute
Benefit dan juga dikenal sebagai Met
Ball, adalah gala penggalangan dana tahunan untuk kepentingan Institut
Kostum Metropolitan Museum of Art di
New York City. Met Gala awalnya didirikan untuk membiayai departemen kostum di Metropolitan Museum of Art, New York,
yang bernama Costume Institute. Acara
ini diadakan setiap tahunnya untuk menandai dimulainya pameran fashion tahunan milik Costume Institute.
Met
Gala 2021 adalah malam ketika para desainer, model, dan bintang Hollywood berkumpul
dengan penampilan paling mewah untuk merayakan dan menggalang dana di pameran
Institut Kostum Seni Metropolitan Museum (Met's). Biasanya, setiap orang
berpakaian sesuai tema, dan sesuai dengan nuansa pameran. Tema yang pernah
diangkat sebelumnya seperti kamp, agama, punk, dan banyak lagi. Met Gala 2021
dilaksanakan di Metropolitan Museum of Art, New York secara eksklusif, hanya
tamu undangan saja yang bisa datang. Tema Met Gala 2021 difokuskan untuk
merayakan semua hal tentang mode Amerika. (https://tirto.id/apa-itu-met-gala-2021-tema-live-streaming-selebritas-yang-datang-gjt3)
Acara
megah Met Gala pada tahun ini mendatangkan sejumlah artis, selebritis, aktivis,
politisi, penyanyi, sampai olahragawan. Sebut saja Lewis Hamilton, Timothée
Chalamet, Lil Nas X, Kim Kardashian, Lorde, Megan Fox, Billie Eilish, Shawn
Mendes dan Camila Cabello, Jennifer Lopez, Kristen Stewart, dan yang paling
disorot dan fenomenal adalah kehadiran aktivis dan politisi dari Partai
Demokrat, Alexandria Ocasio-Cortez atau biasa dikenal dengan AOC.
Ya!
Kehadiran AOC ini banyak sekali mengundang perdebatan netizen di seluruh dunia.
Mengapa, bagaimana, dan apa yang menjadi dasar mereka untuk berbicara dan
mengkritisi kehadiran AOC di Met Gala?
AOC
hadir dengan balutan gaun putih karya desainer Brother Vellies dengan tulisan “TAX
THE RICH” dengan huruf merah di belakang. Ini menimbulkan polemik perdebatan bagi
kalangan masyarakat US -dan hampir
cibiran dari dunia- secara luas. Sebab, bagi para pendukung AOC, adalah bentuk
kemunafikan politisi yang namanya meroket dari media sosial itu. Bagaimana
mungkin, kepercayaan publik yang begitu besar, dikhianati dengan kehadirannya ke
acara Met Gala yang menurut mereka begitu mewah dan megah dengan harga tiket
sebesar $35,000! Dengan pelbagai narasi yang selama ini AOC gencarkan di publik
dan di media sosial mengenai isu ketidakadilan, kemiskinan, dan pajak yang
tidak dibayar (atau membayar pajak dengan murah) oleh orang-orang konglomerat, kapital,
komprador, dan belum lagi mereka semua adalah penyumbang bagi pengrusakan alam,
AOC bergabung dengan mereka! Dengan kehadiran AOC di sana, mereka menganggap
AOC sama saja dengan mereka, tak ada bedanya!
Tetapi,
di satu sisi, banyak pula komentar netizen yang mendukung dan menyetujui
gerakan yang dilakukan oleh AOC sebagai bentuk perlawanan politik terhadap
orang-orang kaya yang selama ini lolos dari jeratan pajak!
Lantas,
bagaimana kelanjutan realitasnya, apakah benar AOC adalah seorang politisi
hipokrit yang sama saja dengan para politisi selama ini? Politisi yang menjual
narasi segala macam ketidakadilan dan kemiskinan demi menunjang nama baik
sebagai alat kendaraan politik di kemudian hari, dan juga memupuk kekayaan kepercayaan
publik, dan mendongkrak popularitas Partai Demokrat? Untuk lebih jelasnya,
bagaimana kalau kita melihat dan membaca track
record dari AOC!
AOC
lahir pada tanggal 13 Oktober 1989 di New York City, New York, Amerika Serikat,
dari pasangan imigran Puerto-Rico, Blanca Ocasio-Cortez (née Cortez) dan Sergio
Ocasio-Roman. AOC adalah alumni Universitas Boston jurusan ekonomi dan hubungan
internasional. Sewaktu kuliah, AOC sempat bekerja sebagai relawan mantan
senator Ted Kennedy untuk isu-isu imigrasi dan hubungan internasional.
Setelah
lulus kuliah dengan predikat cum laude, AOC kembali ke New York City dan bekerja
sebagai bartender. Semenjak diterpa krisis pada tahun 2008, kondisi
perekonomian AS tidak pernah pulih seperti masa-masa sebelum krisis. Bahkan,
seorang AOC dengan lulusan terbaik pun tidak mendapatkan pekerjaan yang layak
pada saat itu.
Dengan
menjadi bartender, kesadaran politik AOC lahir dan begitu mencuat, karena
merasakan langsung kehidupan buruh, sebuah
kelas yang harus menjual tenaga kerjanya kepada majikan atau kelas kapitalis
demi kelangsungan hidup. Dengan menjadi buruh upahan, AOC mengerti betul betapa
rentan kehidupannya karena setiap saat bisa kehilangan pekerjaan. Seperti
kebanyakan buruh di AS, ia menyadari satu hal penting dari hidup memburuh:
tidak boleh sakit. Sakit berarti Anda tidak bisa kerja, dan jika tak kerja maka
Anda tak bisa mendapatkan upah, dan tentu saja tidak akan mendapatkan
pengobatan yang memadai.
Seperti
yang diakuinya, AOC tidak memiliki asuransi kesehatan, sementara di AS tidak
ada sistem jaminan kesehatan bagi semua. Dengan sistem kesehatan yang sangat
kapitalistik, maka hanya mereka yang berduit yang bisa memiliki asuransi
kesehatan. Belum lagi, sebagai mantan mahasiswa (bersama dengan 42 juta
mahasiswa AS lainnya), AOC masih harus membayar utang pinjaman mahasiswa
(student loan) sebesar $37,000 (lebih dari Rp500 juta) dan kalau dibayar secara
cicilan maka jumlahnya bisa berlipat ganda. Jika ia terus bekerja sebagai
bartender, diperkirakan AOC baru bisa melunasi utangnya ini sekitar 10-30
tahun!
Inilah
yang membuat AOC bertarung sebagai anggota Kongres dari Partai Demokrat, dari
fraksi Demokratik Sosialis. AOC sendiri adalah anggota dari organisasi
Democratic Socialist of America (DSA). Dalam pertarungan untuk perebutan kursi
anggota Kongres tersebut, AOC benar-benar melakukan sesuatu yang sama sekali
baru dalam tradisi politik AS, yakni tidak menerima uang dari korporasi,
melainkan hanya menerima sumbangan dana dari masyarakat—itu pun tidak boleh
melebihi $5.000,00 bagi setiap penyumbang. Slogannya di masa kampanye adalah
“rakyat/people vs uang/money. Kita punya rakyat, mereka punya uang.”
Terobosan
gerakan politik AOC ini sangat mengejutkan, meski bukan yang pertama kali. Mahalnya
ongkos politik di US yang masih diselimuti Money
Politics, membuat AOC memutar akal dan pikiran guna mengkosolidasikan
dukungan rakyat di New York. Alhasil, AOC bisa memenangkan pemilihan internal
Partai Demokrat kala itu. Apalagi lawannya adalah petahana Joseph (Joe)
Crowley, orang keempat terkuat di Partai Demokrat, dan digadang-gadang sebagai
suksesor juru bicara (jubir) partai Nancy Pelosi, dan sudah 20 tahun menjadi
anggota Kongres. Lembaga-lembaga survey selalu menempatkan AOC di belakang
Crowley, dan media-media arus utama memandangnya sebelah mata. Tak dinyana, AOC
memenangkan pemilihan internal tersebut dan kemudian terpilih sebagai anggota
Kongres pada 2018!
Ketika
dilantik sebagai anggota Kongres pada Januari 2019, hal pertama yang dilakukan
AOC adalah bergabung bersama-sama para aktivis dari Sunrise Movement, sebuah
gerakan anak muda yang memperjuangkan kelestarian lingkungan hidup untuk
berdemonstrasi di depan ruangan kantor jubir Partai Demokrat Nancy Pelosi. Tak
pernah ada anggota Kongres yang melakukan tindakan serupa, sehingga aksi AOC kontan
memicu kontroversi.
Tapi
itu baru langkah awal. Setelah menjadi figur publik yang sangat populer, AOC
terus aktif bergabung bersama gerakan rakyat lainnya, baik di level nasional,
misalnya memperjuangkan hak kesehatan universal, penghapusan utang mahasiswa,
memperjuangkan kelestarian lingkungan, hingga isu-isu imigrasi. Secara
strategis, di level ini, AOC bersama-sama dengan aktivis Justice Democrat,
mendirikan Movement School, sebuah lembaga yang bertujuan untuk mencetak
aktivis-aktivis politik untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingan kelas
pekerja di komunitasnya. Tujuan akhirnya adalah agar para aktivis ini mampu
memenangkan pertarungan dalam perebutan kekuasaan politik di seluruh level,
sehingga dengan demikian mampu mewujudkan energi aktivismenya ke dalam
kekuasaan politik.
Di
level basis konstituennya, komitmen AOC juga sangat besar. Di sini ia
mendirikan dua kantor untuk konstituennya di daerah Bronx dan Queens, New York
City, yang secara khusus menampung dan melayani segala keluhan konstituennya,
mengadakan kegiatan-kegiatan seminar, diskusi, advokasi kebijakan, kegiatan
sosial-budaya untuk memperkuat solidaritas, hingga pertemuan akbar, secara
reguler. Di masa pandemi COVID-19 ini, AOC adalah anggota Kongres yang paling
aktif mengadakan kegiatan sosial. Bersama para relawannya, ia aktif mengetok
pintu apartemen-apartemen dan rumah-rumah mereka yang sangat membutuhkan
bantuan, seperti sembako, masker, dsb.
Hal
lain yang menarik dari AOC adalah ia sadar bahwa popularitas dan posisi politik
yang sangat berpengaruh yang dimilikinya saat ini bukanlah hasil dari prestasi
dan terobosan personalnya semata. Di belakangnya ada organisasi politik yang
memberikan dukungan sangat besar dan krusial, mulai dari organisasi Justice
Democrats yang menjadi kendaraan politiknya dalam pertarungan formal sebagai
anggota Kongres, dan kemudian organisasi Democratic Socialist of America (DSA),
sebuah organisasi politik dimana ia menjadi anggotanya. Tanpa dukungan
organisasi-organisasi ini, bisa jadi AOC tidak akan pernah ada dalam semesta
perpolitikan AS.
Dengan
kesadaran ini, AOC lantas bertindak sebagai juru bicara DSA yang paling efektif
secara politik. Dalam waktu singkat, program-program DSA seperti Green New Deal
dan Medicare for All kini telah menjadi wacana publik yang populer berkat
kampanye tak kenal lelah dari AOC. Pengaruh politik AOC atas popularitas
program Green New Deal, misalnya, secara jujur diakui oleh para pejuang
lingkungan baik dari kalangan aktivis maupun intelektual yang telah
bertahun-tahun mengampanyekan isu ini.
Secara
organisasional, dampak dari popularitas dan efektivitas kampanye AOC ini tampak
pada makin membesarnya jumlah keanggotaan DSA terutama dari kalangan generasi
muda. Organisasi yang sebelumnya identik dengan segelintir kalangan tua sosialis
penganut jalur parlementarian itu, kini telah berkembang menjadi organisasi
sosialis terbesar di AS sejak Perang Dunia II. DSA kini memiliki cabang di 49
negara bagian AS. Jumlah anggotanya melonjak drastis dari sekitar 8.000 orang
pada 2016 ke 50.000 orang pada 2018. Bisa kita simpulkan bahwa tanpa kehadiran
figur anggota semacam AOC, sulit sekali membayangkan DSA akan berkembang
sedemikian pesat dalam waktu sedemikian singkat.
Dari
awal perjalanan karier politiknya secara singkat tadi, bagaimana pemikiran
kalian mengenai AOC? Ini baru
sebagian kecil partikel kegiatan politiknya, belum lagi kemarahan AOC atas serangan verbal seksisme anggota parlemen
Republik sampai ikut demonstrasi menentang penjajahan Israel di tanah
Palestina.
Meski, dalam politik, segala macam perubahan bisa terjadi dalam
waktu sepersekian detik, tetapi kita bisa katakan, bahwasanya, hanya AOC lah
saat ini yang benar-benar menjadi representasi ideal dari harapan politik untuk
memperjuangan keadilan, kesetaraan, kesejahteraan buruh, kesehatan, perubahan
iklim, perempuan dan anak-anak, serta alam dan lingkungan hidup.
*sebagian besar
materi ini saya ambil dari https://indoprogress.com/2020/05/belajar-dari-alexandria-ocasio-cortez/