Soeharto dan Sederet Tragedi Pelanggaran HAM di Bumi Lorosae

 


oleh Roofie Fathin S

Halo teman-teman sebangsa dan setanah air, salam Jas Merah! Pada kesempatan kali ini, saya akan menyampaikan sebuah karya tulis mengenai mengapa Presiden Soeharto dianggap sebagai penjajah oleh masyarakat Timor Leste. Namun sebelum melanjutkan ke dalam pembahasan, perlu digarisbawahi terlebih dahulu, bahwa konten ini termasuk ke dalam konten sensitif, saya tidak bermaksud untuk memojokkan atau memprovokasi pihak-pihak tertentu dan dalam pembahasan ini, hanya bertujuan untuk memberikan informasi yang terjadi berdasarkan fakta di masa itu.

 

Pada tahun 1998, ketika masa rezim orde baru telah digantikan oleh masa pemerintahan reformasi yang pada saat itu dipimpin oleh bapak B.J Habibie, Indonesia sedang mengalami ketidakstabilan politik dan ekonomi, dan ditambah lagi dengan adanya tekanan berupa sanksi dari negara Barat seperti Amerika Serikat dan sekutunya tentang adanya pelanggaran HAM yang terjadi di Timor Timur.

 

Mendengar hal itu, pada tanggal 30 Agustus 1999 Presiden BJ. Habibie kemudian melakukan referendum dengan diawasi oleh PBB untuk menentukan nasib dari Timor Leste, apakah ingin tetap menjadi bagian dari Indonesia dan menjadi wilayah otonomi khusus atau ingin merdeka dan memisahkan diri dari Indonesia. Dan, hasil dari referendum tersebut menunjukkan lebih dari 70% suara memilih untuk merdeka dan melepaskan diri dari Indonesia.


Referendum Timor Leste

 

Setelah 21 merdeka dari Indonesia, mayoritas masyarakat Timor Leste masih ada yang menganggap bahwa Indonesia adalah penjajah bangsa Timor Leste dan Soeharto itu adalah seorang diktator yang sangat kejam bagi rakyat Timor Leste. Lantas, mengapa demikian?

 

Alasan dari mengapa presiden Soeharto selalu dikaitkan dengan penjajahan bangsa Timor Leste dan diktator yang kejam dan otoriter adalah pada saat presiden Soeharto masih menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia, di tahun 1975 ketika presiden Soeharto memilih untuk melakukan integrasi wilayah Timor Timur dari bekas wilayah jajahan Portugis dengan alasan untuk melindungi wilayah Asia tenggara dari cengkraman tangan Komunis dengan menamai operasi tersebut dengan nama "Operasi Seroja".



TNI Operasi Seroja

 

Tapi sayangnya, setelah Operasi Seroja dianggap sukses oleh presiden Soeharto dan dianggap selesai pada tahun 1980-an, rakyat Timor Timur mulai mengalami pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh pemerintahan Soeharto, yang dinyana, presiden Soeharto seringkali memerintahkan TNI untuk melakukan eksekusi terhadap warga sipil Timor Timur yang terafiliasi oleh organisasi Fretilin yang bertujuan untuk memerdekakan Timor Leste dari Indonesia. Bahkan yang lebih parahnya lagi, keluarga dari pihak si korban tersebut tak jarang juga mengalami penyiksaan dan pemerkosaan oleh oknum TNI.

 

Penyiksaan dan pemerkosaan tersebut yang dialami oleh warga sipil Timor Leste terus berlanjut, hingga puncaknya pada tanggal 12 November 1991, di saat warga Timor Leste sedang melakukan misa arwah untuk mengenang kepergian dari aktivis kemerdekaan Timor Leste yakni Sebastiao Gomes yang tewas akibat dari perkelahian antara pihak yang pro integrasi dan dengan pihak yang kontra dengan integrasi.

 

Namun, misa arwah ini akhirnya berujung pada demonstrasi ke pemerintahan Soeharto dengan membentangkan spanduk yang berisikan Timor Leste merdeka dan nama dari pemimpin Fretilin yakni Xanana Gusmao. Pihak TNI yang menyadari hal tersebut, kemudian meresponnya dengan melakukan penembakan terhadap ratusan demonstran tersebut hingga ke wilayah pemakaman Santa Cruz.

 

Demonstran yang mendengar suara tembakan tersebut, kemudian berlarian mencari tempat bersembunyi dari suara dan berondongan tembakan yang terus menerus ditembakkan oleh pihak oknum TNI. Semakin lama, aksi penembakan dari TNI ini makin menjadi-jadi dan mulai banyak korban jiwa yang berjatuhan dari para demonstran. Tercatat, sekitar 273 orang Timor Leste tewas dalam tragedi ini dan warga Timor Leste menyebut tragedi ini sebagai Tragedi Santa Cruz.

 

Kemudian, hasil dari dokumentasi tragedi Santa Cruz ini direkam baik oleh seorang jurnalis asal Inggris yang bernama Max Sthal. Rekaman dari dokumentasi tragedi Santa Cruz ini diangkat menjadi sebuah film dokumenter yang menjelaskan betapa brutalnya pihak TNI yang menembak aktivis kemerdekaan dan para demonstran. Alhasil, tragedi inipun terkespos ke media mancanegara termasuk ke saluran media negara Eropa dan Amerika.


Setelah film dokumenter tentang tragedi kemanusiaan yang terjadi di Timor Timur tersebar, pihak negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Belanda, dan negara Eropa lainnya mulai mengecam dan memberlakukan sanksi atas kebengisan yang dilakukan oleh pemerintahan presiden Soeharto atas warga Timor Timur. Namun, pada saat negara Barat memberikan kecaman dan sanksi terhadap presiden Soeharto, presiden Soeharto tidak meresponsnya dan itu hanya dianggap sebagai angin lalu saja.

 

Secercah harapan akan kemerdekaan negara Timor Leste mulai muncul kembali setelah terjadinya krisis moneter dan politik yang terjadi pada tahun 1998 dan presiden Soeharto memutuskan untuk mengundurkan diri dan digantikan oleh presiden BJ Habibie. Setelah BJ Habibie terpilih sebagai presiden untuk menggantikan presiden Soeharto, beliau kemudian membuat kebijakan untuk melakukan referendum untuk menentukan nasib Timor Timur.

 

Setelah diadakannya referendum, hasilnya adalah mayoritas warga Timor Timur memilih untuk merdeka dibandingkan untuk menjadi bagian dari Indonesia dengan menjadi daerah otonomi khusus. Alhasil, pada tanggal 20 Mei 2002, Timor Timur resmi memerdekakan diri dari Indonesia dan mengganti namanya menjadi Timor Leste.

 

Menurut pendapat dari warga Timor Leste ketika ada media dari Indonesia yang mewawancarai tentang masa lalu negaranya dibawah pemerintahan tangan besi Soeharto, mereka menganggap bahwa tragedi Santa Cruz ini adalah bukti dari puncak kekejaman dan kebengisan yang dilakukan oleh pemerintahan rezim Soeharto terhadap warga Timor Leste. Dan, hingga saat ini warga Timor Leste masih mengingat pasti mengenai tragedi Santa Cruz yang menewaskan ratusan warga Timor Leste.

 

Menurut teman-teman setelah penjelasan dari kejadian dan peristiwa tersebut. Maka, kesimpulan apa yang bisa teman-teman ambil dan apakah memang Soeharto adalah penjajah bagi warga Timor Leste?  Berikan pendapat Anda.

 

Demikian akhir dari penyampaian konten saya pada kesempatan kali ini, semoga teman-teman sekalian bisa membuka wawasan terhadap informasi yang saya sampaikan pada kali ini. Terima kasih semuanya dan Salam Jas Merah!


Sumber Referensi

https://youtu.be/fijlpRNb_Mw?si=kuUvuAANBLoGJzVT

https://youtu.be/xJUhwcS4GhE?si=VWG9gNJ2h-q1H4yP

https://images.app.goo.gl/uQCsbqJyC6qTNBzy8

https://images.app.goo.gl/H7kh1bxEgLTzgnZU9

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Invasi_Indonesia_ke_Timor_Timur

https://images.app.goo.gl/QHzrrutXMJdvRsGW6

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Referendum_kemerdekaan_Timor_Leste_1999

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Pembantaian_Santa_Cruz

https://youtu.be/rvpP5VknV1s?si=d2eUVhA0KivZW-sc

Soeharto dan Sederet Tragedi Pelanggaran HAM di Bumi Lorosae