Dari Sudut Si Sulung (Si Sulung yang Terpenjara oleh Kebimbangan tak Berartinya)

Dari Sudut Si Sulung (Si Sulung yang Terpenjara oleh Kebimbangan tak Berartinya)

 

oleh: Fhirly Gelshi Fahima

Selamat datang di duniaku. Dunia yang sempit, rapuh, bahkan sudah mendekati kehancurannya. Bukan atas inginku hingga semuanya jadi begini. Aku hancur karena cinta pertamaku. Tulisan ini dibuat bukan untuk dibaca. Aku hanya ingin mengutarakan isi hati yang tak bisa aku sampaikan padanya secara langsung. Aku Asha, dan izinkan aku untuk menulis sedikit tentang si Biang Kerok itu. Seseorang yang selama ini orang anggap brengsek dan berani-beraninya menghempas bahagia keluarga kecilku.

 

Perkenalkan, dia adalah Ayahku sendiri.

 

“Papa itu jahat, pelit, dan gak sayang sama anak-anaknya.” Itu adalah kalimat yang kerap kali terucap dari bibir Mama. Bertahun lamanya, pikiranku selalu diselimuti oleh pikiran itu. 

 

Aku sudah menjauhi ayahku sejak usiaku masih 10 tahun. Sejak mereka berdua (orang tuaku) bercerai tentunya. Aku benar-benar membencinya kala itu. Bahkan untuk dipeluk saja aku tak mau. Ia pernah mengajakku keluar untuk jalan-jalan sore, lalu aku menolak dan diam di rumah nenek. Kala itu bukan hanya dunia yang jahat pada ayahku, tapi aku juga. Sedih sekali jika harus mengingat kenangan itu. Sekarang usiaku sudah 16 tahun dan sedikit menyesali tindakanku itu.

 

Papa, jadi kita mau jalan-jalan lagi kapan?

 

Tapi, sebenarnya apa sih yang kuketahui tentang semua ini?

Tidak ada! Aku hanyalah gadis berusia 10 tahun yang tidak mengerti apa-apa.

 

Itu kata mereka.

 

Aku tahu itu, aku memang anak kecil yang masih amat bergantung pada orang tuanya. Tapi pernahkah mereka melihat ke arahku sebentar? Setidaknya, melihatku menangis? Tidak pernah! Aku tidak pernah menangisi nasibku kala itu. Aku tidak pernah diberi kesempatan untuk bersedih pula. Orang rumah dengan tiada hentinya menyuruhku untuk fokus belajar, dan meraih cita-cita.

 

Mereka pikir, aku tidak mengerti apa-apa.

Mereka kira, aku akan percaya saja jika ada yang mengatakan “semua akan baik-baik saja”.

Tapi nyatanya,

Aku memahaminya.

Aku hanya berusaha untuk terlihat tegar saja.

Itu aku, aku yang baru hidup 10 tahun.

 

 

Sejak perceraian orang tuaku, aku sudah jarang bertemu dengan cinta pertamaku itu (Papa). Padahal dulu saat usiaku masih 4 tahun, aku sangat dekat dengannya. Kalian tahu? Dulu, setiap hari Sabtu atau Minggu, aku dan Papa sering berkeliling kota menggunakan sepeda motor. Bahkan aku pernah mengajaknya keliling di sore hari padahal ia baru saja sampai rumah. Dengan wajahnya yang terlihat lelah, ia masih mau menerima ajakanku untuk jalan-jalan.

 

Bahagia ternyata sesederhana itu, ya?

 

Hingga suatu hari, bencana datang dan orang tuaku akhirnya memutuskan untuk berpisah. Sejujurnya, aku tidak sedih sama sekali saat itu. Aku sudah lelah dengan pertengkaran mereka, meskipun aku tidak pernah tahu bahwa perceraian akan membawakan efek yang sangat merubah hidupku.

 

Satu tahun… dua tahun… Hidupku terasa biasa saja. Papa dinas di Yogyakarta sedangkan aku menetap di Jakarta bersama ibu dan satu adik laki-lakiku (kandung). Banyak yang terjadi, sampai aku melihat ibuku menikah lagi. Aku masih—dan selalu baik-baik saja saat itu. Tapi ada bagian dari hati kecilku yang menjerit sakit. Pernikahan Mama dan suaminya hanya akan memperbaiki ekonomi keluarga, bukan memperbaiki kondisi mentalku. Bahkan sampai hari itu, hatiku menolak untuk ikhlas. Aku masih ingin bersama Papa.

 

Papa kabarnya gimana ya sekarang? Udah nikah juga, ya? pikirku.

 

Selama bertahun-tahun, aku hanya berkomunikasi dengan papa untuk mengabari soal uang bulanan yang sudah dikirim atau belum. Biasanya, mama akan marah-marah padaku jika uang bulanan yang papa kirim belum masuk ke rekening. Mama selalu protes jika uang bulanan itu tidak akan mencukupi kebutuhanku dan adik. Aku akui, memang benar begitu. Tapi haruskah aku mengetahui segala macam masalah perekonomian keluarga sampai sedetail ini? Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan dalam situasi seperti ini.

 

 

Aku hanyalah anak usia 14 tahun kala itu. Kadang hatiku merasa rindu pada sosok ayah. Sosok lelaki yang seharusnya menjadi cinta pertama seorang anak perempuan, kini malah menjadi sosok yang paling ku benci dalam hidupku. Aku yakin pasti akan ada laki-laki baik di luar sana yang bisa mengisi kekosonganku. Namun keyakinanku selalu patah. Aku pernah mencoba untuk berkenalan dengan cinta, hingga aku sadar, cinta adalah perihal mengikhlaskan. Cinta itu damai. Selama ini aku hanya mencari bagian dari hidupku yang hilang. Aku tidak pernah benar-benar mencintai mereka. Selayaknya aku yang seperti itu, mereka juga tak segan untuk memainkan perasaanku.

 

Kini usiaku sudah 15 tahun. Aku merasa sudah cukup paham tentang konsep takdir yang Tuhan berikan padaku. “People come and go”, salah satu kalimat keramat yang tak pernah aku percayai  dulu. Tapi setelah apa yang sudah terjadi, aku belajar sendiri bahwa setiap orang pasti ada waktunya masing-masing. Aku sering menangis sekarang, hehe. Bukan karena ‘buaya kemarin sore’ itu kok.

 

Aku jadi sering merindukan Papa..

 

 

Bagiku, momen ketika wisuda Tahfidz di sekolah adalah momen yang sangat tak terlupakan. Layaknya wisuda pada umumnya, setiap anak diminta untuk mengajak pendamping/orang tua mereka masing-masing. Tapi saat itu mama sedang sakit, tidak ada yang datang untuk menemaniku. Aku hanya bisa melihat teman-temanku memberikan bunga dan ijazah pada orang tua mereka sedangkan aku duduk dan menyerahkan semua itu pada wali kelasku.

 

“Gak apa-apa, gak perlu nangis… cup, cup, cup,” kata wali kelasku dan langsung memeluk tubuhku waktu itu.

 

Sejak saat itu, pikiranku tentang Mama langsung berubah. Memang benar, saat itu Mama sedang sakit walau tiba-tiba. Tapi aku merasa inilah titik kesendirianku. Di tengah meriahnya suasana wisuda Tahfidz, di situlah hatiku seolah teriris karena melihat banyak temanku yang memiliki keluarga yang lengkap.

 

“Kalau gak sama Mama-nya, mereka bisa ditemani sama Papa-nya. Terus aku sama siapa?” pikirku, lagi dan lagi. Rasanya ingin marah pada takdir, namun… inilah takdir. Aku harus menerimanya.

 

Mungkin bagi mereka, ini sangat biasa. Tapi bagiku, ini luar biasa sakitnya. Di hari yang spesial dan penuh dengan suka cita, malah harus kujalani dengan banjiran air mata. Tapi untungnya, ada temanku—Putri—yang bersama ibunya mau menemaniku dalam sesi foto bersama. Putri dan ibunya mengajakku berfoto, padahal harusnya sesi foto itu dilakukan oleh mereka berdua saja…

 

Aku merasa tidak enak hehe tapi terima kasih, Putri!

 

 

Bagiku, mereka berdua (Mama dan Papa) itu sama saja. Mereka juga pasti lebih merasakan sakit lebih dari yang aku rasa. Tetapi jika harus dilihat dari lensaku, aku harus bilang bahwa mereka cukup egois juga. ya.

 

Aku merasa seperti tumbuh sendirian tanpa kasih sayang seorang ayah. Aku berdiri dengan kakiku meraih suatu pencapaian, terkadang bukan untuk diriku sendiri. Tetapi untuk mereka, Mama dan Papa. Aku hanya ingin mereka sekali saja melihat ke arahku. Melihat bagaimana kondisiku. Aku ingin mereka melihat pengorbananku, yang meski sedikit tapi bagiku ini harus diapresiasi. Terkadang aku juga merasa bodoh karena haus akan validasi begini. Seringkali kulihat teman-temanku, mereka semua keren dan patut dikagumi. Mental mereka stabil, pembawaan mereka santai, dan tidak emosian sepertiku.

 

Dan hingga kini, orang tuaku tidak pernah menanyakan ‘kabarku’ 7 tahun ke belakang. Aku terus-menerus mencari letak kedamaianku hingga sekarang. Aku terus berkelana mencari sebab atas apa yang terjadi dengan diriku yang selalu berdamai dengan guncangan-guncangan baru yang kubuat sendiri.

 

Guncangan nilai anjlok, guncangan laki-laki brengsek, dan guncangan-guncangan yang mengganggu lainnya.

 

Hidupku dipenuhi pertanyaan, dan aku harus berdamai secara perlahan. Rasanya ingin sekali berlari meminta sebuah pelukan. Namun ke siapa? Ke mana? Orang tuaku ada di mana?!

 

Mereka hanya sibuk bekerja, mereka sibuk menghidupiku, memang. Hidup ini ada lebih ada kurang, iya aku tau. Tapi bolehkah sekali saja aku berteriak marah? Aku lelah dengan diriku yang sering terlihat lemah. Aku muak dengan keadaanku yang sekarang. Semakin dewasa, aku semakin paham dengan semua hal yang berkaitan dengan mereka. Aku… aku hanya ingin, hidup lebih tenang…

 

Pikiranku berisik, diriku sering terombang-ambing masalah yang kupikirkan sendiri. Mereka kira, pikiranku itu muncul secara sengaja. “Gak usah dipikirin, santai aja,” itu kata mereka semua. Tapi apa? Tidak semudah yang mereka kira! Aku bergelut dengan pikiranku yang penuh, berkali-kali memikirkan kapan waktu-ku untuk sembuh?! Tapi, apakah aku tahu bahwa aku pernah merasakan ‘sakit’ sebelumnya? Aku juga tidak tahu!

 

Ini akibat sering memendam amarah dahulu. Saat aku masih duduk di bangku sekolah dasar, aku sering meluapkan emosiku tanpa sadar. Aku juga bingung sebenarnya aku kenapa. Aku sampai pernah dinasehati, “Kak, kalau ada masalah di sekolah jangan marah-marah di rumah ya,” dan setelah itu, aku langsung merasa bersalah… apakah aku seburuk itu tadi?

 

Emosiku terpendam, amarahku memuncak, aku terlalu kejam untuk disebut sebagai seorang wanita biasa. Mungkin, ini juga bagian dari pendewasaan remaja. Tapi lenapa masalahku selalu sama?

 

Keluarga, keluarga, keluarga.

 

 

Tanpa sadar,  selain overthinking, aku juga oversharing. Aku tidak tahu cara mengungkapkan perasaanku, dan aku juga seolah tidak punya “rem” untuk mengutarakan ceritaku. Aku sering dianggap bodoh karena hal itu. Aku seperti tidak ada ruang privasi, padahal menurutku itu bukanlah apa-apa. Aku juga bingung yang salah bagian yang mana. Masih banyak sekali yang harus aku pelajari (lagi), sendirian.

 

 

ngapa kayak sedih amat ya ini, bersambung btw hehehehehehe

Baca selengkapnya »
Gadis Kecil dan yang Tersayang

Gadis Kecil dan yang Tersayang

 

Oleh: Chiquita Juliartanti Pepyndra

 

Teruntuk Raka yang tersayang, dan Arra si gadis kecil. Semoga kalian penuh damai dan bahagia.

 

Siapa yang tidak mendambakan kisah romansa yang berkesan dan menarik untuk diceritakan kembali kepada dunia di masa depan?

Balada Insan Muda, dengan sejuta kisahnya.
Tentang cerita yang tidak pernah dimulai untuk diselesaikan. Mereka bilang, kamu harus segera lupa. Jangan menyuruhku melakukan hal yang sudah kulakukan, dan kalian pun kemungkinan tahu hasil akhirnya.

 

Semua yang dipanjatkan kepada-Nya pasti akan diberikan, tanpa diberi tahu kapan waktu yang tepat untuk menerimanya.

Seperti pohon apel, untuk menghasilkan buah yang segar dan manis, tentu saja melewati berbagai rintangan dan tantangan yang harus dihadapi.

 

Karena,

dalam mencari yang terbaik pun, memang tidak didapatkan dengan cara yang mudah dan asyik. Lagipula, hidup memang bukan seperti permainan klasik yang amat menyenangkan seperti di zaman ayah dan bundaku.

Hidup memang penuh tantangan, mau melawannya atau tidak itu adalah pilihan.

 

Orang yang tepat, di waktu yang salah.

Aku rasa itu lah yang terjadi pada mereka berdua, sebelum waktu yang tepat nantinya benar-benar tiba bersamaan dengan jiwa yang tepat pula.

 

Sungguh, Arra benar benar menyadari apa yang telah terjadi.

 

Andai tahu, akhirnya akan seperti ini, Arra tidak akan pernah dengan angkuhnya berkata: "jika lelaki di dunia ini hanya tersisa dia, aku pun belum tentu mau”

Tapi kalian harus tahu, ia berkata seperti itu bukan tanpa alasan.

Aku rasa orang sekitarnya adalah makhluk masa depan, yang seakan tahu jika gadis sepertinya ini akan.. jatuh.. terhadap sosok pria yang tidak pernah ia duga sebelumnya.”

 

Mereka yang selalu mengusulkan satu lelaki untuk gadis kecil yang baru saja merasa patah, Raka namanya.

Tetapi mana peduli, ia sudah tidak percaya lelaki.
“Semua lelaki adalah sama.” pikirnya.
 
Sebab itulah, Arra merasa segala pujian teman-temannya terhadap lelaki itu adalah omong kosong yang hanya mengganggu gendang telinganya.

 

Namun manusia, hati, dan pikirannya memang suka keliru.

 

Tuhan membuktikan kuasa-Nya dengan memberi perwujudan doa pada Bab; lelaki Idaman bagi Arra, si gadis kecil. Tanpa memberi aba-aba sedikitpun, dia lah yang ditunjuk tuhan. Siapa sangka jika itu Raka, yang akan selalu menjadi tokoh utama.


Nikmatnya menjilat ludah sendiri.

 

“Bahagia, persis seperti lagu Penjaga Hati-Nadhif Basalamah. Bersamanya semua terasa indah. Bagaimana tidak, lelucon andalan Raka adalah alasan tawaku hadir di sepanjang hari. Aku merasa telah mampu mempercayai seseorang lagi. Aku merasa lelaki baik ternyata masih diciptakan oleh tuhan.”


“Senyuman itu selalu dipancarkan saat aku hadir di depan matanya, aku suka melihatnya. Tatapannya dalam, senyumnya megah.”

 

“Aku berharap hanya musim semi yang senantiasa ada di hati, yang akan selalu menjadi indah seperti kebun bunga tulip dengan sejuta warnanya. Bunga kesukaanku, yang negeri Belanda saja menyayanginya.”

 

Namun, kisah mereka tidak lama atau mungkin saja belum diizinkan untuk lebih lama.

 

“Ternyata memang benar setiap orang ada masanya. Tapi kenapa harus dia, aku tidak tahu.”

 

 

“Jarak ini tidak dibangun atas dasar rasa benci atau rasa sakit, aku tidak merasakan itu sama sekali. Dia sungguh disayang oleh tuhan, dan aku diberi kesempatan untuk menjadi perantara kasih-Nya.”

 

Dengan penuh yakin mereka berjanji akan menjadi teman setelah apapun yang telah terjadi. Namun kenyataannya tidak ada pertemanan yang seakan tidak saling mengenal, bahkan ketika mata saling bertemu. Mereka gegabah, mereka telanjur asing. Keduanya kalah dengan ego masing-masing.

 

“Aku tidak pernah tahu sudut pandang Raka tentang ini, namun yang aku tahu dia memang sudah tidak ingin aku menampakkan diri di depannya. Mungkin baginya kenangan yang kami bangun sudah hilang bak ditelan bumi. Padahal, batu yang kita injak dan jam dinding di kamarku masih mengenangnya, bahkan di setiap petikan detik. Mereka yang menyaksikan lahirnya lukisanku di larutnya malam. Padahal aku bukan seniman, aku hanya senang memasak, dia pun tahu itu.”

 

Arra tidak pernah sepercik pun terbesit rasa benci tentang Raka yang sudah menganggapnya hilang. Bahkan jika kehadirannya tidak disukai. Dan mungkin saja bagi Raka, lebih baik beranjak daripada harus berada didekatnya.

 

“Arra, diam diam Raka memperhatikanmu!”

 

Bukan, tidak ada seorang yang berkata seperti itu. Arra hanya tidak ingin mengenal harapan, walau sebenarnya ia memilikinya.

 

“Aku tidak diizinkan untuk berharap karena nanti aku kecewa. Namun semesta seperti memaksa untuk sedikit saja aku merasakannya. Sepertinya perasaan ini memang tidak diizinkan untuk lenyap. Bukan imajinasi, tapi aku betul-betul merasa bahwa Raka tidak sepenuhnya menganggapku hilang. Aku senang jika ia peduli walau hanya dalam kesunyian dirinya. Padahal, jika orang tahu pun itu bukan tindakan kriminal yang harus ditutup rapatrapat. Ia penuh teka-teki, tidak ada yang tahu.”

 

Tulisan ini dibuat karena Arra tidak mampu mengungkapkan secara langsung, sepenuhnya khawatir jika Raka tidak nyaman atas tindakannya. Ribuan tanda tanya berbaris di kepala. Hanya mampu berharap tulisan ini sampai kepada pemilik sebenarnya.

 

“Menjaga dan melindunginya lewat tangan tuhan adalah sebaik-baik keputusan yang bisa dilakukan. Karena aku paham, ia tidak ingin aku ada. Semoga tuhan selalu menghangatkan jiwa dan ragamu.”

 

Baginya, Raka adalah wujud nyata dari keindahan karya dari sang MahaKarya.

 

And what kind of love is more beautiful than praying for someone?

 

Sejak menyaksikan Raka beranjak setelah Arra hadir yang tepat terjadi di depan mata, Arra dengan berat hati benar-benar akan membentangkan jarak lebih jauh lagi. Bukan karena perasaan itu dibuang, tetapi karena ia sayang. Sebab mana mungkin ia membiarkan yang terkasih merasa gelisah.

 

Namun tetap saja Arra menginginkan Raka sendiri lah yang mampu mengubah jarak sejauh langit dan bumi ini menjadi sedekat nadi, yang setiap denyutnya terasa hangat. Walau ia sadar, langit dan bumi pun sebenarnya saling sayang meski mereka jauh.

 

“Kami berpapasan tanpa sengaja, saling menyusuri setiap bagian wajah. Tidak lagi bisa pura-pura tidak saling melihat, karena seakan semesta berbisik; "kalian bertemu" tepat di telingaku.”

 

Arra masih enggan berani menyapa, padahal di detik yang sama hatinya bergemuruh menghardik pikiran yang terlalu ambisius memenangkan egonya.

 

“Mengapa tidak dia duluan yang menyapaku? Padahal aku saja menyapanya, dalam hati.”

 

Entah itu juga terlintas di pikiran Raka atau tidak, hanya tuhan yang tahu.

Karena sungguh, seluruh bagian di dirinya adalah milik-Nya. Arra selalu percaya itu, ia tidak pernah merasa memiliki Raka. Karena memang belum pernah, memulai saja juga belum.

 

“Aku takkan bisa menghapus dirimu, meski ku lihat kini kau di seberang sana” —Menjaga Hati by Yovie & Nuno

______________________________________

 

" Dia bahagia, aku pun begitu. "

Itu lah kalimat yang selalu dipegang teguh.

 

Andai saja Raka memang bukan untuk Arra, mengapa tuhan masih mengizinkan Raka untuk menjadi penghuni hatinya?

 

“Jiwaku mana mungkin sudi menaruh rasa benci terhadap Raka yang selalu

membuatku berdecak kagum. Atas segala rasa kecewa pun tidak pernah mampu mengalahkan sifat keras kepala dari perasaanku ini. Aneh, mengapa pikiran dan perasaan memiliki jalannya masing-masing? Mengapa tidak pernah selaras demi kedamaianku?”

 

Logika yang sepenuhnya sadar bahwa banyak yang lebih sempurna jika dibandingkan yang telah berlalu. Namun apa daya, perasaan memang wujud paling keras kepala. Ia paham betul apa yang diinginkan.

 

“Jika yang didoakan selama ini sudah hadir di depan mata, lalu buat apa berkelana kembali demi membela yang lebih sempurna?. Aku adalah si keras kepala yang paham betul apa yang aku inginkan. Kurasa teman-teman kesal terhadapku, karena masih saja kamu yang menjadi topik hangat di perbincangan kami, dan penjajah isi pikiranku.”

 

Hingga saat tulisan ini hadir, memori itu akan memiliki rumahnya sendiri. Masih terkenang walaupun rasa itu mungkin belum diizinkan untuk menang.

 

Tapi percayalah, Arra pun tidak tahu alasan dibalik perasaan megah yang dititipkan tuhan kepadanya. Arra tidak ingin khianat, ia amanah atas segala yang dititipkan.

 

“Seorang pernah berkata padaku, mungkin ini semua terjadi karena tuhan ingin menjaga kami berdua. Dan dialah maha tau segala-Nya.”

 

Mungkin kisah ini tidak seromantis dilan dan milea atau sejoli lain.
Aku pun bukan seorang gadis pujangga, aku gadis kecil!.

Kalian berdua abadi di sini, berkelana dan berlayarlah.
Sampai jumpa di takdir tuhan selanjutnya, tuhan akan selalu menyayangimu.

 

Jika saat ini belum ditakdirkan untuk bersama, mungkin di lain waktu.

Tugas kita hanya menunggu.



 

Pesan Arra untuknya;

“Lukisanku malam itu, akan menjadi milikmu selamanya.
Bunga tulip itu ingin selalu dijaga.”

 

Persembahan untuk 2023, segala baiknya silahkan disimpan.

2024 akan memeluk kalian dengan hangat, Raka dan Arra.

Baca selengkapnya »
SMA Negeri 34 Jakarta dan Kaderisasi Badan POM Goes to Community

SMA Negeri 34 Jakarta dan Kaderisasi Badan POM Goes to Community

Oleh: Keira Ayuni dan I Kadek Nathana


Apakah jika membeli suatu bahan makanan, obat, suplemen kesehatan, kosmetik, dan pangan olahan langsung menuju ke kasir dan membayarnya? Atau, bertanya dan melihat-lihat terlebih dahulu komposisi yang ada dibalik barang tersebut? Yap, proses maraknya pemalsuan sampai penyalahgunaan dari bahan makanan, obat, suplemen kesehatan, kosmetik, dan pangan olahan, tidak sedikit yang mungkin kita lihat dan nonton di kanal berita maupun media sosial.


Kerugian yang diterima masyarakat karena kecurangan akan perbuatan yang tercela dan kriminal tersebut bukan hanya secara materil tapi juga imateril. Bagaimana tidak, harapan masyarakat untuk dapat sehat, sembuh, dan terlihat menawan bisa jadi terbalik pengkondisiannya karena ulah dari para oknum tertentu tersebut. Oleh sebab itu, Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan) sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan Obat dan Makanan mempunyai misi salah satunya adalah Membangun SDM unggul terkait Obat dan Makanan dengan mengembangkan kemitraan bersama seluruh komponen bangsa dalam rangka peningkatan kualitas manusia Indonesia.


Salah saru program Badan POM adalah “Badan POM Goes to Community”.  Apa yang dimaksud dengan Badan POM Goes to Community? Badan POM Goes to Community merupakan kegiatan yang melibatkan lintas sektor dan komunitas Masyarakat seperti organisasi sosial kemasyarakatan, organisasi profesi, perguruan tinggi, sekolah dan lain-lain untuk membentuk Penyuluh/Kader Obat Bahan Alam, Suplemen Kesehatan dan Komestik Aman sehingga mampu menjadi spokesperson BPOM dalam KIE Keamanan dan manfaat Obat Bahan Alam (0BA), Suplemen Kesehatan (SK) dan Kosmetik (KOS) di masyarakat.


Nah, dari program tersebut Badan POM mengundang beberapa sekolah salah satunya adalah SMA Negeri 34 Jakarta sebagai kader untuk meneruskan dan menyebarluaskan ilmu, pengetahuan, dan pengalaman kepada keluarga, sahabat, teman-teman sekolah, dan masyarakat mengenai bahan makanan, obat, suplemen kesehatan, kosmetik, dan pangan olahan. "Badan POM Goes to Community" adalah inisiatif yang diluncurkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Indonesia untuk lebih mendekatkan diri dengan masyarakat. Inisiatif ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya keamanan, kualitas, dan efektivitas produk farmasi, makanan, dan obat tradisional. Nah, manfaat dari Badan POM Goes to Community adalah konsumen yang cerdas, manusia yang bermanfaat, dan yang pasti juga dapat meningkatkan jiwa-jiwa enterpreneur skills.

"Badan POM Goes to Community" juga menjelaskan hal-hal mulai dari dasar seperti Jenis-jenis komoditi yang diawasi oleh Badan POM yaitu obat, bahan obat, narkotika, psikotropika, prekursor, zat adiktif, obat bahan alam (obat tradisional), suplemen, kesehatan, kosmetik dan pangan olahan. Badan POM juga mempunyai spirit etos kerja sebagai pondasi untuk bekerja epada negara, bangsa, dan Masyarakat Indonesia yaitu “PIKKIR” kepanjangan dari Profesional (mementingkan objektivitas dan komitmen tinggi), Integritas (konsistensi dan menjunjung nilai- nilai luhur), Kerja Sama (mengutamakan keterbukaan dan komunikasi yang baik), Kredibel          (dapat dipercaya masyarakat), Inovatif (dapat beradptasi dengan banyak perubahan masyarakat), Responsif (antisipatif dan cepat tanggap untuk menanggapi masalah). Badan POM mempunyai peran yang sukup krusial dengan mengemban tugas Pengawasan obat dan makanan di peredaran, Pemberdayaan masyarakat, dan mendukung kemandirian peluang usaha.


Upaya Badan POM dalam menjaga stabilitas kesehatan tidak akan tercapai tanpa adanya 3 pilar yaitu pemerintah sebagai fundamental actor yang fokus pada bagian pengawasan dan pengecekan produk sebelum maupun sesudah produk diedarkan, industry juga turut menjaga mutu, manfaat, dan khasiat harus bisa dijamin dari pihak industri dengan menerapkan Cara Pebuatan Obat yang Baik dan terakhir adalah masyarakat sebagai konsumen, cerdas dalam memilah produk yang akan dikonsumsi dari informasi dan komposisi mengenai produk tersebut. "Badan POM Goes to Community" juga memberikan pemahaman mengenai Sistem Pengawasan Badan POM. Secara garis besar pengawasan BPOM dibagi menjadi 2 tahap pada pengedaran produk

 

1.    Pre-Market Evaluation

Adalah pengawasan produk sebelum beredar untuk memasikan pemenuhan standar keamanan, mutu, manfaat, dan khasiat setiap produk yang akan diedarkan

 

Terdapat 3 fungsi pada tahap ini

a. Fungsi standarisasi: mencakup penyusunan regulasi dan kajian di bidang obat dan makanan yang melibatkan pakar dan juga tenaga ahli


b. Fungsi sertifikasi: harus ada penerapan cara pembuartan yang baik sebelum produk bisa didaftarkan untuk menjamin kemaksimalan sarana produksi


c.  Fungsi registrasi: proses evaluasi dan penilaian untuk memastikan keamanan produk sebelum bisa diedarkan pada Masyarakat

 

2.    Post-market evaluation

Adalah pengawasan produk setelah dan/atau selama beredar untuk memastikan segala kandungan produk tetap sesuai dengan apa yang didaftarkan dan telah lulus Pre-Market Evaluation

 

inisiatif “Badan POM Goes to Community” mewakili strategi proaktif untuk menjembatani kesenjangan antara otoritas pengatur dan masyarakat umum. Secara tradisional, badan pengatur mungkin terkesan jauh dan birokratis, sehingga berpotensi menimbulkan kurangnya pemahaman di kalangan masyarakat mengenai pentingnya standar keamanan dan kualitas produk. Keberhasilan “Badan POM Goes to Community” dapat diukur dari meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menggunakan produk yang aman dan terdaftar. Selain itu, melacak penurunan kasus terkait konsumsi produk yang tidak aman akan menjadi indikator kemanjuran inisiatif ini.

Seiring kemajuan inisiatif ini, penting untuk mempertimbangkan skalabilitas dan keberlanjutannya. Menciptakan kemitraan dengan organisasi lokal dan memanfaatkan teknologi untuk jangkauan yang lebih luas dapat meningkatkan dampak jangka panjang dari upaya keterlibatan masyarakat ini. Kesimpulannya, “Badan POM Goes to Community” adalah inisiatif terpuji yang tidak hanya mempromosikan kesehatan dan keselamatan tetapi juga memperkuat ikatan antara otoritas pengatur dan masyarakat yang mereka layani. Dengan menumbuhkan budaya kesadaran dan kolaborasi, Badan POM berkontribusi terhadap Indonesia yang lebih sehat dan aman dari tingkat akar rumput.

"Badan POM Goes to Community" adalah langkah proaktif Badan POM dalam memastikan bahwa masyarakat memahami dan dapat mengakses produk kesehatan yang aman dan berkualitas. Dengan berfokus pada pendekatan komunitas, Badan POM berharap dapat menciptakan dampak positif yang lebih besar dalam melindungi kesehatan masyarakat Indonesia.
 

Baca selengkapnya »
Soeharto dan Sederet Tragedi Pelanggaran HAM di Bumi Lorosae

Soeharto dan Sederet Tragedi Pelanggaran HAM di Bumi Lorosae

 


oleh Roofie Fathin S

Halo teman-teman sebangsa dan setanah air, salam Jas Merah! Pada kesempatan kali ini, saya akan menyampaikan sebuah karya tulis mengenai mengapa Presiden Soeharto dianggap sebagai penjajah oleh masyarakat Timor Leste. Namun sebelum melanjutkan ke dalam pembahasan, perlu digarisbawahi terlebih dahulu, bahwa konten ini termasuk ke dalam konten sensitif, saya tidak bermaksud untuk memojokkan atau memprovokasi pihak-pihak tertentu dan dalam pembahasan ini, hanya bertujuan untuk memberikan informasi yang terjadi berdasarkan fakta di masa itu.

 

Pada tahun 1998, ketika masa rezim orde baru telah digantikan oleh masa pemerintahan reformasi yang pada saat itu dipimpin oleh bapak B.J Habibie, Indonesia sedang mengalami ketidakstabilan politik dan ekonomi, dan ditambah lagi dengan adanya tekanan berupa sanksi dari negara Barat seperti Amerika Serikat dan sekutunya tentang adanya pelanggaran HAM yang terjadi di Timor Timur.

 

Mendengar hal itu, pada tanggal 30 Agustus 1999 Presiden BJ. Habibie kemudian melakukan referendum dengan diawasi oleh PBB untuk menentukan nasib dari Timor Leste, apakah ingin tetap menjadi bagian dari Indonesia dan menjadi wilayah otonomi khusus atau ingin merdeka dan memisahkan diri dari Indonesia. Dan, hasil dari referendum tersebut menunjukkan lebih dari 70% suara memilih untuk merdeka dan melepaskan diri dari Indonesia.


Referendum Timor Leste

 

Setelah 21 merdeka dari Indonesia, mayoritas masyarakat Timor Leste masih ada yang menganggap bahwa Indonesia adalah penjajah bangsa Timor Leste dan Soeharto itu adalah seorang diktator yang sangat kejam bagi rakyat Timor Leste. Lantas, mengapa demikian?

 

Alasan dari mengapa presiden Soeharto selalu dikaitkan dengan penjajahan bangsa Timor Leste dan diktator yang kejam dan otoriter adalah pada saat presiden Soeharto masih menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia, di tahun 1975 ketika presiden Soeharto memilih untuk melakukan integrasi wilayah Timor Timur dari bekas wilayah jajahan Portugis dengan alasan untuk melindungi wilayah Asia tenggara dari cengkraman tangan Komunis dengan menamai operasi tersebut dengan nama "Operasi Seroja".



TNI Operasi Seroja

 

Tapi sayangnya, setelah Operasi Seroja dianggap sukses oleh presiden Soeharto dan dianggap selesai pada tahun 1980-an, rakyat Timor Timur mulai mengalami pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh pemerintahan Soeharto, yang dinyana, presiden Soeharto seringkali memerintahkan TNI untuk melakukan eksekusi terhadap warga sipil Timor Timur yang terafiliasi oleh organisasi Fretilin yang bertujuan untuk memerdekakan Timor Leste dari Indonesia. Bahkan yang lebih parahnya lagi, keluarga dari pihak si korban tersebut tak jarang juga mengalami penyiksaan dan pemerkosaan oleh oknum TNI.

 

Penyiksaan dan pemerkosaan tersebut yang dialami oleh warga sipil Timor Leste terus berlanjut, hingga puncaknya pada tanggal 12 November 1991, di saat warga Timor Leste sedang melakukan misa arwah untuk mengenang kepergian dari aktivis kemerdekaan Timor Leste yakni Sebastiao Gomes yang tewas akibat dari perkelahian antara pihak yang pro integrasi dan dengan pihak yang kontra dengan integrasi.

 

Namun, misa arwah ini akhirnya berujung pada demonstrasi ke pemerintahan Soeharto dengan membentangkan spanduk yang berisikan Timor Leste merdeka dan nama dari pemimpin Fretilin yakni Xanana Gusmao. Pihak TNI yang menyadari hal tersebut, kemudian meresponnya dengan melakukan penembakan terhadap ratusan demonstran tersebut hingga ke wilayah pemakaman Santa Cruz.

 

Demonstran yang mendengar suara tembakan tersebut, kemudian berlarian mencari tempat bersembunyi dari suara dan berondongan tembakan yang terus menerus ditembakkan oleh pihak oknum TNI. Semakin lama, aksi penembakan dari TNI ini makin menjadi-jadi dan mulai banyak korban jiwa yang berjatuhan dari para demonstran. Tercatat, sekitar 273 orang Timor Leste tewas dalam tragedi ini dan warga Timor Leste menyebut tragedi ini sebagai Tragedi Santa Cruz.

 

Kemudian, hasil dari dokumentasi tragedi Santa Cruz ini direkam baik oleh seorang jurnalis asal Inggris yang bernama Max Sthal. Rekaman dari dokumentasi tragedi Santa Cruz ini diangkat menjadi sebuah film dokumenter yang menjelaskan betapa brutalnya pihak TNI yang menembak aktivis kemerdekaan dan para demonstran. Alhasil, tragedi inipun terkespos ke media mancanegara termasuk ke saluran media negara Eropa dan Amerika.


Setelah film dokumenter tentang tragedi kemanusiaan yang terjadi di Timor Timur tersebar, pihak negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Belanda, dan negara Eropa lainnya mulai mengecam dan memberlakukan sanksi atas kebengisan yang dilakukan oleh pemerintahan presiden Soeharto atas warga Timor Timur. Namun, pada saat negara Barat memberikan kecaman dan sanksi terhadap presiden Soeharto, presiden Soeharto tidak meresponsnya dan itu hanya dianggap sebagai angin lalu saja.

 

Secercah harapan akan kemerdekaan negara Timor Leste mulai muncul kembali setelah terjadinya krisis moneter dan politik yang terjadi pada tahun 1998 dan presiden Soeharto memutuskan untuk mengundurkan diri dan digantikan oleh presiden BJ Habibie. Setelah BJ Habibie terpilih sebagai presiden untuk menggantikan presiden Soeharto, beliau kemudian membuat kebijakan untuk melakukan referendum untuk menentukan nasib Timor Timur.

 

Setelah diadakannya referendum, hasilnya adalah mayoritas warga Timor Timur memilih untuk merdeka dibandingkan untuk menjadi bagian dari Indonesia dengan menjadi daerah otonomi khusus. Alhasil, pada tanggal 20 Mei 2002, Timor Timur resmi memerdekakan diri dari Indonesia dan mengganti namanya menjadi Timor Leste.

 

Menurut pendapat dari warga Timor Leste ketika ada media dari Indonesia yang mewawancarai tentang masa lalu negaranya dibawah pemerintahan tangan besi Soeharto, mereka menganggap bahwa tragedi Santa Cruz ini adalah bukti dari puncak kekejaman dan kebengisan yang dilakukan oleh pemerintahan rezim Soeharto terhadap warga Timor Leste. Dan, hingga saat ini warga Timor Leste masih mengingat pasti mengenai tragedi Santa Cruz yang menewaskan ratusan warga Timor Leste.

 

Menurut teman-teman setelah penjelasan dari kejadian dan peristiwa tersebut. Maka, kesimpulan apa yang bisa teman-teman ambil dan apakah memang Soeharto adalah penjajah bagi warga Timor Leste?  Berikan pendapat Anda.

 

Demikian akhir dari penyampaian konten saya pada kesempatan kali ini, semoga teman-teman sekalian bisa membuka wawasan terhadap informasi yang saya sampaikan pada kali ini. Terima kasih semuanya dan Salam Jas Merah!


Sumber Referensi

https://youtu.be/fijlpRNb_Mw?si=kuUvuAANBLoGJzVT

https://youtu.be/xJUhwcS4GhE?si=VWG9gNJ2h-q1H4yP

https://images.app.goo.gl/uQCsbqJyC6qTNBzy8

https://images.app.goo.gl/H7kh1bxEgLTzgnZU9

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Invasi_Indonesia_ke_Timor_Timur

https://images.app.goo.gl/QHzrrutXMJdvRsGW6

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Referendum_kemerdekaan_Timor_Leste_1999

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Pembantaian_Santa_Cruz

https://youtu.be/rvpP5VknV1s?si=d2eUVhA0KivZW-sc

Baca selengkapnya »