Oleh: Fabian Alif dan Azriel Putra
Dalam sebuah negara, adanya hukum yang adil dan tegas
dan berlaku kepada seluruh orang yang tinggal di negara tersebut, sangatlah
penting, agar terciptanya keamanan dan ketertiban di sebuah negara. Akan tetapi,
sepertinya yang saya bisa lihat di negara kita tercinta ini, yaitu Indonesia,
seringkali hukum yang terjadi malah tumpul ke atas dan tajam ke bawah.
Dan, sudah banyak sekali contoh-contoh, bahwa hukum di
Indonesia itu berat sebelah, di mana hukum untuk orang-orang yang terkenal atau
memiliki banyak uang dan kalangan pejabat-pejabat besar, tidak sama hukumannya
dengan rakyat-rakyat kecil. Kita bisa ambil contoh, dengan kasus yang baru
terjadi dan viral belakangan ini, yaitu kasus seorang artis bernama Gisella
Anastasia, di mana seharusnya dia dipenjara, tapi dengan alasan karena memiliki
anak yang masih di bawah umur, jadi si artis tersebut tidak dapat dipenjara.
Padahal, sebelumnya, di Aceh Utara, ada seorang ibu
yang melakukan pelanggaran UU ITE, malah dipenjara bersama anaknya yang baru
berusia 6 bulan saat itu. Dalam contoh yang tadi disebutkan, dapat disimpulkan
bahwa, hukum yang seharusnya adil dan berlaku tegas kepada seluruh golongan
masyarakat, malah menjadi berat sebelah dan sebenarnya, kalau mau membuktikan
bahwa hukum di Indonesia itu benar-benar tumpul ke atas tajam ke bawah itu,
sangat banyak contoh-contoh kasus atau peristiwa hukum yang dapat kita ambil
untuk dijadikan bukti, bahwa, hukum di Indonesia sangat tidak adil dalam segi
apapun.
Dan, ada satu kasus lagi yang mungkin sangat menarik dan
membuktikan cukup kuat, bahwa hukum di Indonesia masih jauh dari kata “ADIL”,
yaitu, di mana seorang pencuri sandal terlihat lebih HINA daripada
seorang koruptor. Seorang pencuri sandal dihukum 5 tahun penjara, sedangkan
seorang koruptor hanya di hukum 4 tahun paling sedikit. Walaupun kasus itu
sudah lama, tapi, kita seharusnya tidak boleh lupa akan hukum yang tidak adil
tersebut. Lalu, bagaimana cara mengatasi hukum yang tidak adil tersebut?
Menegakkan pasal 28 D ayat 1 UUD yang berbunyi “Setiap
orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang
adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Dan, juga memaksimalkan kembali
fungsi dari aparat penegak hukum dan memperberat hukuman seorang koruptor dan
penerima suap, serta langsung mencopot jabatan seorang penegak hukum yang
terbukti melakukan korupsi dan menerima suap.
Jika hal tersebut dapat dilaksanakan, maka tidak akan
ada lagi kasus hukum yang berat sebelah, dan HAM tentang perlakuan yang sama di
depan hukum dapat terpenuhi.
“Salam keadilan!
Kami hidup di negara yang beragam. Integritas nasional
merupakan tujuannya. Ingatlah bahwa kami semua rakyat! Ingatlah bahwa kami
memiliki hak untuk berpendapat, dan mengkritik pemerintah! Lantas, di manakah
sekarang keadilan itu berada? Apakah hanya ada di kursi dan meja-meja mereka?
Sebagai seorang rakyat, kami membutuhkan sistem yang
adil. Kami semua manusia yang harus memiliki rasa kemanusiaan. Apakah manusia
yang merampas hak manusia lainnya pantas disebut sebagai manusia? Mereka
mengaku sebagai perwakilan, sebagai orang-orang cerdas yang terpilih, sebagai
orang yang dapat memajukan bangsa ini.
Lalu, di manakah mereka saat kami semua berjuang dan
mengorbankan seluruhnya untuk menyampaikann aspirasi demi bangsa kami ini? Menembak,
memukul, dan menendang mahasiswa, kemudian menangkap seorang manusia yang
dengan gagahnya memegang dan memeluk bendera Merah Putih tanpa mengkhawatirkan
ancaman yang diberikan. Apakah semua itu sebuah keadilan?
Mengaku manusia, tapi mengambil hak hidup manusia
lainnya, seolah-olah menjadi jelmaan seorang malaikat. Munir, Marsinah, Randi,
dan yang lainnya, merupakan bukti kekejaman mereka yang mengaku manusia.
Mengaku manusia, tapi memerangi lembaga anti korupsi.
Melindungi teman-temannya yang menjelma menjadi tikus. Para tikus itu berani,
karena banyaknya teman yang sama-sama memasuki selokan itu. Mereka tidak takut
dengan undang-undang, karena para tikus bergoton- royong untuk mencapai kata
KORUPSI!
Di depan kami, mereka bilang “iya”. Di depan kami,
mereka “mengumbar janji”. Di depan kami, mereka berbicara tentang “kemajuan
bangsa” di tangan mereka. Lantas, bagaimana negeri ini sekarang di tangan
mereka? Sejatinya, semua itu hanya demi kepentingan diri, kelompok, serta
kroni.
Saat ini, seluruh negara sedang menghadapi ujian.
Secara global, COVID-19 merupakan ancaman untuk rakyatnya. Namun, tidak untuk
para tikus. Seolah-olah, mereka telah meramal adanya COVID-19 di negara saya
tercinta. Pandemi bisa membuat hidup mereka lebih sejahtera, meningkatkan
ekonomi, menambah fasilitas mereka entah itu koper ataupun sepatu dengan harga
FANTASTIS!
Apakah para tikus itu sangat penting untuk membuat
negara ini maju?
Bahkan, negara mendahulukan kepentingan mereka untuk
menambah imunitasnya dengan vaksin. Bagaimana dengan rakyat? Rakyat hanya
melihat sebuah drama yang diperankan mereka, dengan kekuasaan yang dikemas
dengan kantong manipulatif, berintrik konspiratif, seolah-olah menjadi sebuah
kenyataan.
Begitupun dengan kemiskinan di negara ini, beberapa oknum mengemas dengan
sangat baik, indah nan manipulatif oleh sekolompok orang yang rakus akan harta.
Kekuasaan menjadikan mereka sebagai alat untuk memperbudak, menancapkan
kekuasaan!
Kami membutuhkan manusia yang memiliki hati nurani
untuk menjadi perwakilan, kami butuh manusia yang mau mendengarkan harapan
kami, kami butuh manusia yang mewujudkan cita-cita kami untuk kemajuan bangsa
ini.
Beberapa oknum hanya bermain peran dalam memberikan
janji. Film pun tamat, ketika mereka mendapatkan tempat yang diinginkan.
Kemudian, ekonomi mereka menjadi acuan utama, pasar menjadi prioritas, dan
manusia dilupakan. Entah kami yang bodoh atau mereka yang terlalu pandai dalam
berakting.
Peran rakyat hanya sebatas batu loncatan para tikus
untuk mewujudkan impian mereka; membeli mobil, rumah, dan celana dalam.
Nyatanya, demokrasi itu tidak lahir dari rakyat, untuk rakyat dan kembali pada
rakyat!
Sebenarnya, negara ini memilik kekayaan alam yang bisa
membuat rakyat sejahtera. Lalu, sampai saat ini mengapa semua itu tidak
terjadi?
Semua itu terbukti dengan adanya manusia-manusia yang
serakah merampas harta karun rakyat. Otak mereka sudah terkontaminasi oleh
sebuah kekuasaan, tanpa memikirkan penderitaan, dan masa depan rakyat.
Kami diam, mereka meminta kritik. Kami berbicara pun,
mereka mengikat tangan kami dengan besi-besi yang seharusnya pantas untuk para
KORUPTOR. Lantas, apakah yang mereka inginkan?
Apakah kami hanya menjadi tumbal untuk mengisi dompet
para tikus? Meraih simpati rakyat berakhir pengkhianatan dengan membuat
regulasi, kebijakan, dan aturan-aturan untuk memenjarakan rakyatnya sendiri!
Kami rakyat mencari makan di luar gedung, panas, tidak
dengan kursi yang empuk. Takut akan kemiskinan dan kelaparan, sehingga
terjadinya pencurian untuk sesuap nasi dan kebahagiaan keluarga. Apakah oknum
dompet tebal tidak puas dengan bekerja di ruang yang dingin, berangkat dengan
kendaraan roda empat, dan tidur selama perjalanan tanpa dipengaruhi panasnya
matahari atau derasnya hujan?
Sudahlah cukup hentikan bakat kalian dalam berakting,
kami mempercayai kalian bukan untuk dikhianati, kami percaya kalian bukan untuk
memperkosa kekayaan alam bangsa kami, kami mempercayakan kalian bukan untuk
menyenangi keluarga kalian dengan uang kami, dan kami juragan kalian, kami
membayar kalian, kami menggaji kalian, kami memilih kalian!
Kami butuh kecintaan kalian kepada kami, demi
menciptakannya sebuah keadilan. Buat apa wilayah seluas Sabang sampai Merauke,
tapi dipimpin oleh oknum yang tidak memiliki kecintaan terhadap rakyat dan
negara? Kami mengkritik karena kami menginginkan keadilan pada negara kami.
Kami mengerti dan paham bahwa kalian merupakan manusia-manusia berilmu tinggi,
tapi oknum mempergunakan ilmu itu untuk membodohi rakyat.
Kami membutuhkan komitmen pemerintah dan tindakan
tegas pemerintah. Jika terbukti, maka harus disanksi sesuai aturan yang berlaku,
bukan berdasarkan jabatan dan keturunan.
Kami semua membutuhkan keadilan bukan bualan! Kami
butuh hukum yang tajam! Bukan yang tumpul untuk pemerintah tapi tajam untuk
rakyat miskin!
Perjuangan ini belum usai, karena hak kita berjuang
untuk mendapat keadilan!
SALAM PEJUANG KEADILAN!”
INFO
BERITA DAN REFERENSI TULISAN DI ATAS :
https://nurlitanggraini.wordpress.com/2016/11/11/hukum-tajam-kebawah-tumpul-keatas/