Sumber: https://www.catchplay.com
Tentang Sutradara dan Penulis
Greta Gerwig adalah penulis skenario sekaligus sutradara yang menggarap film Little Women (2019) ini. Sebelum menjadi sutradara, ia terlebih dahulu menjadi seorang aktris. Ia memulai kariernya sebagai aktris dalam 'Mumblecore', film beranggaran rendah tentang anak muda yang biasanya mengandalkan improvisasi. Greta Gerwig lalu bekerja sama dengan sejumlah sutradara terkemuka, termasuk Woody Allen dan Whit Stillman. Ia muncul di film mainstream setelah membintangi 'Greenberg' bersama Ben Stiller dan Jennifer Lason Leigh.
Di
sana, ia berjumpa dengan Noah Baumbach yang akhirnya menjadi pasangannya pada
2011. Keduanya lalu turut menulis film 'Frances Ha' pada 2013, ia juga
membintangi film itu. 'Lady Bird' adalah debut Grerwig sebagai sutradara solo.
Dan ini jadi salah satu film paling bagus tahun ini setelah debutnya di
Telluride Film Festival pada September dan rangkaian festival, mencakup Toronto
International Film Festival dan New York Film Festival. Film ini berhasil
mengantarkan Saorise Ronan mendapatkan nominasi Best Actress. Hal ini semakin memperkuat reputasi Gerwig sebagai
salah satu sutradara paling muda menjanjikan dan terkenal di Hollywood.
Greta
Gerwig berada di urutan kelima sutradara perempuan yang mendapatkan pengakuan
dan masuk dalam nominasi Sutradara Terbaik. Ia adalah wanita kelima yang
dinominasikan untuk Best Director dalam sejarah Oscar. Greta memberi gebrakan
pada dunia karena akhirnya banyak orang membuka matanya pada bakat dan
kemampuan para sutradara perempuan. Little Women adalah film kerja sama
keduanya dengan Saoirse Ronan setelah Lady Bird (2016).
Tujuan Pembuatan Film
Little
Women diangkat dari novel berjudul sama pada tahun 1868 karya penulis Amerika,
Louisa May Alcott. Film ini bukanlah adaptasi pertama dari novel tersebut
karena sebelumnya sudah diadaptasi dua
kali yaitu di tahun 1970 dan 1994. Tujuan Greta menggarap dan berniat
mengadaptasi
Little Women
pada dasarnya karena ia ingin memberi tahu perempuan di seluruh
dunia perihal isu-isu
female
empowerment yang masih menjadi isu sosial hingga saat ini. Sosok sentral dalam
tokoh ini yaitu Jo mendobrak stereotip bahwa selesai sekolah seorang perempuan harus menikah dengan orang
lain. Jo memberi pandangan baru bagi perempuan bagaimana meraih mimpi tanpa harus bergantung
pada ekspektasi orang di sekelilingnya. Greta sendiri memiliki ketertarikan
terhadap woman empowerment.
Ketika
menawarkan diri untuk menggarap film ini, Greta
belum memiliki jam terbang tinggi sebagai sutradara, tapi berani menawarkan
diri untuk menyutradarai Little Women, karya yang memang punya tempat spesial di hati para
penikmat literatur dan rakyat Amerika Serikat.
Bahkan, novel ini sudah mengalami adaptasi tiga kali baik ke layar lebar
maupun serial televisi. Namun, pada akhirnya, Gerwig berhasil meramu kisah
klasik dari buku Louisa May Alcott itu menjadi suguhan segar, bahkan menambah
makna yang tak terasa dalam tiga adaptasi sebelumnya, kemudian dibumbui dengan
romansa dan humor pas.
Sinopsis Film
Little Women bercerita
tentang empat bersaudara keluarga
March
yang bernama Meg (Emma Watson), Jo (Saoirse Ronan), Beth (Eliza
Scanlen), dan Amy (Florence Pugh). Keempatnya
memiliki passion yang berbeda satu
sama lain. Jo, anak kedua sekaligus tokoh utama dalam film ini gemar menulis
dan memiliki keinginan untuk meneruskan hobinya menjadi sebuah buku.
Meg,
si sulung yang berprofesi sebagai seorang guru. Sedangkan dua saudara lainnya
yaitu Beth dan Amy sama-sama menyukai seni. Amy sangat berambisi suatu saat
dapat menjadi seorang seniman di New York dan Beth yang gemar memainkan piano.
Mereka lahir dan besar di Massachussetts.
Ayah
mereka berjuang di medan perang dan ditempatkan di Washington. Walau tak kaya,
tapi sang Ibu (Laura Dern) – yang mereka panggil Marmie – mendidik para gadis
tersebut untuk peduli pada sesama. Mereka sering membagikan makanan kepada
janda dan anak-anak kecil yang tinggal di sekitar tempat tinggal mereka. Lebih
jauh lagi, ibunya juga memberi ruang bagi mereka untuk berani memutuskan hal-hal
besar di hidup masing-masing, termasuk soal pernikahan.
Di
suatu malam, Meg dan Jo yang sedang menghadiri pesta dansa bertemu dengan
Laurie (Timothée Chalamet)
teman masa kecil mereka. Laurie adalah seorang pemuda tampan bangsawan
keluarga Laurence yang tinggal berseberangan dengan mereka. Laurie menyadari
bahwa ia mencintai Jo sejak pertama kali mereka bertemu, tetapi karena beberapa
alasan memilih untuk tidak mengatakannya. Walaupun demikian, hubungan keluarga March
dan Laurence sangat baik. Sang kakek,
Mr. Laurence, bahkan menghadiahkan piano milik mendiang putrinya kepada Beth
karena ia tahu Beth gemar bermain piano.
Meg
akhirnya menikah dengan John (James Norton) yang dulunya adalah tutor Laurie.
Pada hari pernikahan John dan Meg, Jo berniat untuk melarikan diri karena
kecewa dengan pilihan Meg yang memutuskan untuk menikah muda, tetapi Meg
memberitahu bahwa ia senang menikah dengan John. Jo merasa kecewa karena ia menyangka Meg masih
bertahan dengan impiannya terdahulu yaitu menikah dengan pria kaya agar bebas
dari pekerjaan domestik yang kasar. Di waktu yang sama, Bibi March mengumumkan
perjalanannya ke Eropa, tetapi ia mengambil Amy alih-alih Jo. Laurie merasa bahwa itulah saat yang tepat
untuk mengakui perasaannya terhadap Jo, tetapi Jo bersikeras ia tidak akan
pernah memiliki perasaan lebih terhadap Laurie. Jo meminta Laurie untuk
menemukan wanita lain yang bisa mencintai Laurie.
Suatu
ketika, Beth yang polos dan baik menderita sakit demam Scarlet
dari keluarga Hummels berdarah hingga akhirnya meninggal. Amy,
yang belum pernah menderita penyakit itu sebelumnya, dikirim untuk tinggal
bersama bibi March. Ini membuat duka yang mendalam bagi semua anggota
keluarga. Di sinilah
konflik muncul ketika Jo menolak cinta Laurie, lalu memutuskan untuk pergi ke
New York dan meneruskan mimpinya menjadi penulis. Laurie yang putus asa
kemudian berlibur di Paris dan bertemu dengan Amy. Jo merasakan sedikit
penyesalan atas penolakannya terhadap Laurie dahulu karena ia kini merasakan
kesepian.
Inti/Isi Resensi
Little Women memberi
kesan cute dan menyenangkan ketika
kita mendengarnya. Setelah menonton filmnya, ternyata judul yang terkesan ceria
tersebut mengulik cerita pergolakan batin wanita yang hidup pada tahun 1890-an.
Di masa itu, lazim bagi wanita yang sudah tamat sekolah untuk menikah dengan
pria yang meminangnya dan menjadi ibu rumah tangga. Secara literasi, Little Women originally sudah bisa dikategorikan sebagai otobiografi lantaran
Alcott menulis cerita ini berdasarkan kejadian hidupnya dan keluarga.
Sosok
Jo adalah representasi Alcott. Pencinta sastra dan kebebasan. Alih-alih mencari
calon suami, saat dewasa dia memilih berkutat dengan anak didik dan
tulisan-tulisan ketika menetap di rumah kosnya di New York. Namun demi tujuan penjualan, Greta harus melakukan
beberapa penyesuaian. Di sinilah
letak peran penting
Gerwig; ia mendedikasikan adaptasi versinya ini ini untuk pilihan hidup
personal yang sudah dipilih oleh pengarang.
Dari segi cerita, Little Women
memang sudah kuat, terbukti dari setidaknya tiga adaptasi layar lebar
sebelumnya yang tak pernah gagal. Adaptasi yang pertama pada 1933 bahkan dinobatkan
sebagai film terbaik di ajang Oscar. Bedanya, Gerwig menambah makna konteks
dari kisah ini. Jika adaptasi sebelumnya hanya bercerita tentang March
bersaudara, di Little Women (2019)
ini Greta menambahkan bumbu romansa dan sedikit komedi untuk menyegarkan
suasana.
Latar waktu
tahun 1890-an yang menjadi latar dalam film ini tidak lantas membuat penonton
tidak tertarik dan kurang relate. Justru inilah yang menjadi daya tarik film
ini terlebih dengan kostum yang menarik dan memberi kesan anggun dikenakan para
pemeran wanita.
Kostum khas
wanita pada era itu membuat penonton terkesima dengan kesederhanaan sekaligus
kemewahan di waktu yang sama. Detail kostum yang ditampilkan oleh desainer dan
tim produksi untuk para pemeran Little
Women memang tidak main-main. Usaha ini berbuah manis ketika Little Women berhasil meraih penghargaan
Best Costume Design pada ajang nominasi film paling
bergengsi, Academy Award.
Premis
yang diangkat dalam film ini juga masih sangat relate dengan isu sosial
terkini. Jo anak kedua dari keluarga March adalah saudara yang paling banyak
mengalah sekaligus paling keras kepala dalam memperjuangkan impian dan masa
depannya. Ia percaya perubahan dapat terjadi dalam kehidupan wanita yang hidup
pada era itu. Jo bahkan rela meninggalkan keluarga dan tanah kelahiranya untuk
kemudian hidup di sebuah rumah kontrakan di New York.
Jo
terus-menerus mencoba mengirimkan naskahnya kepada penerbit. Namun,
berkali-kali ditolak karena Jo tidak menuliskan akhir bahagia dalam ceritanya,
di mana
karakter wanita menikah dengan karakter pria. Dalam pemikirannya, happy ending tidak harus diakhiri dengan
pernikahan karena wanita juga dapat melanjutkan hidupnya walaupun sendiri.
Bumbu
romansa yang ditambahkan dalam film ini juga berpengaruh pada keseluruhan mood
yang dibangun dalam film ini. Tidak berlebihan, tetapi juga bukan sekadar
tempelan tanpa arti. Romansa pemuda yang digambarkan dalam karakter Jo, Laurie,
dan Amy berhasil menyajikan suasana hangat dan memikat yang membuat penonton
semakin betah ketika menonton.
Pembagian
porsi pada keempat pemain juga cukup adil. Dibanding dengan adaptasi
terdahulunya yang terlalu fokus pada karakter Jo.
Little Women (2019) ini berhasil menceritakan keempat March bersaudara tanpa mengesampingkan
peran Jo sebagai tokoh sentral. Dari segi alur, Gerwig memilih alur campuran
dalam menyuguhkan cerita keluarga March ini. Melalui maju-mundur, tokoh Jo akan
menuntun penonton untuk mengikuti kilas balik kehidupannya di masa lampau
sekaligus menyuguhkan kejadian nyata di masa kini.
Keunggulan Film
Beberapa
keunggulan yang dimiliki ini antara lain adalah sebagai berikut :
Karakter yang kuat dan chemistry antarpemain
Walaupun film kisah dalam film
ini berpusat pada karakter Jo, penampilan pemain lain tidak boleh diabaikan
karena memang semenarik dan se-powerful itu.
Kemampuan acting para pemain yang relatif muda (berusia 20-an)
tidak kalah dibandingkan dengan pemain senior lainnya seperti Laura Dern dan
Meryl Streep yang merupakan Oscar Winner.
Sudah bukan rahasia lagi bahwa salah stau daya tarik film ini adalah pemerannya
yang bertabur bintang.
Gerwig tidak salah memilih
Saoirse Ronan untuk memerankan sosok Jo sebagai tokoh sentral dalam film ini.
Di usia dua puluh lima tahun, Ronan tidak pernah main-main dengan actingnya. Perannya sebagai Jo juga
menuai banyak pujian. Di sisi lain; Emma Watson, Florence Pugh, dan Timothée Chalamet
bukanlah nama baru dalam Hollywood.
Chemistry yang
terjalin antara mereka cukup natural dan hangat sehingga
mampu menampilkan suasana kekeluargaan yang begitu kental. Menyusul Saoirse
Ronan, penampilan yang paling mencuri perhatian adalah Florence Pugh yang
memerankan karakter Amy, adik Jo. Keduanya memang dikisahkan memiliki konflik
yang cukup rumit dengan karakter Jo yang diperankan Saoirse. Perpaduan di
antara keduanya sangat spektakuler.
Dialog yang berkesan
Komponen lain yang menjadi kekuatan dalam film ini adalah
dialognya. Little Women diadaptasi
dari sebuah novel karya Louisa May Alcott, merupakan novel klasik Amerika yang berumur hampir 2 abad dan telah
diterjemahkan ke berbagai bahasa di dunia. Namun, script dalam film
ini tidak dikutip secara langsung melalui novel tersebut.
Greta
melakukan berbagai penyesuaian untuk mengejawantahkan novel aslinya menjadi
sebuah script yang ciamik. Banyak quote menarik yang bertebaran
sepanjang film. Tidak hanya dialog
bernada serius, dialog jenaka pun kerap dilontarkan oleh para karakternya.
Salah satu quote yang cukup dalam
maknanya adalah “Women have minds and souls as well as
just hearts, and they've got ambition and talent as well as just beauty. And
I'm sick of people saying love is all a woman
is fit for.”
Makna yang disampaikan
Gerwig
berhasil menyajikan makna yang mendasarinya membuat film ini sampai kepada
penonton. Apabila ada dua kata yang menggambarkan film ini secara keseluruhan,
tentu jawabannya adalah perempuan dan
impian. Pada masa itu, normal
bagi perempuan untuk menikah, terutama perempuan dari keluarga miskin akan
berjuang untuk menikahi laki-laki kaya guna meningkatkan hidupnya dan
keluarganya.
Perbedaan
pandangan dalam film ini ditampilkan Greta secara sentral melalui tokoh Meg,
Jo, dan Amy. Ia menikahi John Brooke, seorang tutor bahasa, dan membangun
keluarga dengan ekonomi yang terbatas. Keputusan Meg untuk menikah berdasarkan
cinta dan mengesampingkan faktor harta menjadi kontras apabila dibandingkan
dengan Meg muda yang selalu mendambakan kemewahan dan kekayaan.Kontras dengan
Meg, Jo ditampilkan sebagai sosok keras kepala yang memiliki jiwa pemberontak dan
semangat emansipasi wanita.
Jo
tidak pernah membayangkan dirinya akan menikah dan berkeluarga (walaupun
akhirnya ia menikah dengan pria yang benar-benar dicintai dan mencintainya).
Tidak ada yang lebih baik dan buruk. Keduanya adalah impian yang sama
berharganya.
Kelemahan Film
Cukup
sulit untuk menemukan kelemahan dalam film ini.
Adapun komponen yang menjadi kekurangan dalam film ini antara lain :
Penuturan cerita di awal yang terasa cukup
membosankan
Sebagai
opening, pengisahan yang ditampilkan
terlalu panjang dan bertele-tele. Padahal,
kesan
pertama merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah film dan kesan pertama
itu diperoleh dari bagian opening.
Alur campuran yang sedikit membingungkan
Alur
campuran yang digunakan serta perpindahan dari satu scene ke scene
lainnya juga sedikit membingungkan. Di mana perpindahan scene dalam cerita itu sangat jauh dan membutuhkan waktu
sepersekian menit untuk menyadari apa yang sedang terjadi.