oleh: Shaza Muttahara
Assalamualaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh. Hai, perkenalkan nama saya
Shaza Muttahara kelas XI MIPA 2 dari SMA NEGERI 34 Jakarta Selatan. Nah, untuk kali ini saya
akan membahas tentang salah satu
budaya
negara kita. Yap, benar budaya negara Indonesia.
Indonesia adalah negara kepulauan
terbesar di dunia. Indonesia memiliki lebih dari 17.000 pulau, di mana hanya sekitar
7.000 pulau yang berpenghuni.
Dari Sabang di ujung
Aceh sampai Merauke di tanah Papua, Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa, dan agama. Indonesia
juga dikenal sebagai negara yang kaya akan rempah-rempahnya. Tak heran Indonesia menjadi daya tarik kolonialisme dan imperialisme
bangsa Eropa.
Banyak hal yang dapat diketahui dan
dipelajari tentang negara
Indonesia. Perlu kita ketahui, di
Indonesia memiliki sekitar 300 kelompok etnis. Setiap etnis memiliki warisan budaya yang
berkembang selama berabad-abad. Kebudayaan
itu sendiri dipengaruhi oleh kebudayaan India, Arab, Tiongkok, Eropa, dan
termasuk kebudayaan sendiri yaitu Melayu. Negara Indonesia juga memiliki banyak
sekali tarian daerah, baju adat atau busana, arsitektur, seni musik, alat musik,
jenis makanan, dan masih banyak lagi bahkan tradisi dari berbagai suku.
Untuk pembahasan kali ini saya akan
membahas beberapa tradisi unik yang ada di Indonesia. Penasaran kan apa saja
tradisi unik yang ada di Indonesia? Yuk,
kita
cari tahu apa sih yang unik dalam tradisi suku di Indonesia. Untuk pembukaan
pembahasan kali ini, kita
akan mulai ke daerah pulau Kalimantan yaitu Suku Dayak.
Suku Dayak mengacu pada orang-orang asli nonmuslim, non Melayu yang tinggal di Borneo. Menurut statistik, jumlah suku Dayak mencapai 3.009.494 atau 1,27 persen dari total penduduk yang ada di Indonesia. Suku Dayak memiliki sebuah tradisi yang dapat dikatakan cukup unik dan ada pelbagai tradisi unik yang masih dilestarikan oleh suku Dayak hingga saat ini. Salah satu contoh tradisi unik suku Dayak yaitu memanjangkan telinga mereka. Setiap suku bangsa bisa saja memiliki penilaian yang berbeda mengenai kecantikan. Mungkin, cantik menurut etnis Jawa bisa jadi berbeda dengan cantik menurut masyarakat yang tinggal di Kalimantan atau Papua.
Bagi para perempuan Dayak di Kalimantan timur, semakin panjangnya kuping, maka dirinya akan semakin cantik. Setiap 1 tahun sekali, para perempuan suku Dayak ini memang menambahkan anting di telinganya. Tradisi menindik telinga bagi para perempuan suku ini sudah dilakukan turun temurun dari nenek moyang mereka mulai melakukan pendidikan saat mereka masih bayi. Titik tradisi ini dinamakan Telingaan Aruu.
Tradisi memanjangkan telinga atau yang
disebut dengan Telingaan Aruu ini biasanya menggunakan pemberat berupa logam
berbentuk lingkaran gelang dari tembaga yang bahasa Kenyah disebut “Belaong”.
Dengan pemberat ini daun telinga akan terus memanjang hingga beberapa
sentimeter. Namun, tidak
semua sub suku Dayak di pulau Kalimantan punya tradisi ini. Hanya beberapa kelompok
saja yang mengenal budaya telinga panjang,
yaitu
wilayah pedalaman, seperti masyarakat Dayak Kenyah Dayak Bahau Dayak Penan,
Dayak Kelabit, Dayak Sa'ban, Dayak Kayaan, Dayak Taman, dan Dayak Punan.
Tradisi memanjangkan telinga atau disebut dengan Telingaan Aruu dimulai ketika seseorang masih bayi. Awalnya, proses pendidikan telinga si bayi setelah luka bekas tindikan mengering, kemudian dipasang benang yang nantinya diganti dengan kayu sehingga lubang telinga kian lama semakin membesar. Prosesi penindikan telinga ini dinamakan “Mucuk Penikng”. Biasanya, anting akan ditambahkan satu-persatu ke dalam telinga yang lama-kelamaan akan membuat lubang semakin membesar dan memanjang.
Kalau ditanya, sebenarnya apa sih
tujuan dari tradisi memanjangkan telinga atau Telingaan Aruu ini bagi
masyarakat Suku Dayak? Jangan salah, tentu saja tradisi ini memiliki tujuan
tertentu. Nah, tujuan pemanjangan
telinga yang dilakukan oleh perempuan maupun laki-laki ini memiliki tujuan
misalnya di kalangan Dayak Kayan, mereka melakukan pemanjangan telinga sebagai
identitas kebangsawanannya. Dan untuk kaum perempuan, pemanjangan telinga
digunakan untuk menunjukkan identitas kebangsawanan, sekaligus digunakan
sebagai pembeda. Sedangkan, untuk
di desa-desa yang terletak di hulu sungai Mahakam memanjangkan telinga dengan
tujuan yang berbeda. Mereka
melakukan pemanjangan telinga untuk menunjukkan umur seseorang. Biasanya, bayi yang baru lahir
akan diberi manik-manik yang dirasa cukup berat selanjutnya, manik-manik yang
menempel di telinga tersebut akan terus ditambah setiap tahunnya.
Nah,
untuk
suku Dayak Iban tidak memberikan pemberat kepada telinganya. Titik telinga yang telah
dilubangi dibiarkan saja hingga terlihat seperti lubang besar yang mirip angka nol
dengan cara menyatukan ujung jari telunjuk dengan ujung ibu jari. Tujuan
pemanjangan telinga antara lain untuk melatih kesabaran melalui adanya berat
akibat manik-manik yang menempel pada telinga dan harus digunakan setiap hari. Dengan beban berat di
telinga rasa sabar dan penderitaan pun semakin terlatih. Selain itu, telinga
panjang juga menjadi simbol status sosial perempuan
suku Dayak titik mereka meyakini bahwa,
semakin
panjang telinga seseorang perempuan
maka semakin cantik pula lah wanita tersebut.
Ada tidak sih jenis anting khusus yang
digunakan oleh Suku Dayak atau mereka hanya memakai anting jenis logam saja? Nah, di sini ada beberapa jenis anting-anting yang
dikenal dalam tradisi Telingaan Aruu. Di antaranya adalah “Hisang Kavaat” dan
“Hisang Semhaa”. Jenis anting Hisang Kavaat adalah jenis anting anting yang
dipasang di lubang daun telinga dan ujung lingkarannya berselisih. Adapun jenis
anting Hisang Semhaa, anting tersebut di pasangkan di sekeliling lubang daun
telinga.
Ada aturannya tidak sih dalam tradisi
memanjangkan telinga ini? Ya, tentu
saja ada dong beberapa aturan yang terdapat dalam tradisi ini. Contohnya, perempuan Dayak diperbolehkan
memanjangkan daun telinga hingga batas dada titik sementara kaum pria, hanya
diizinkan memanjangkan telinga hingga sebatas bahu. Daun telinga yang memanjang
ini pun dapat kembali memendek apabila tidak lagi mengenakan hisaang kavaat
hingga belasan atau puluhan tahun.
Namun, sangat disayangkan tradisi khas
suku Dayak ini perlahan mulai ditinggalkan titik generasi muda Dayak, khususnya
mereka yang terlahir di era 1960-an ke atas tidak lagi mengikuti tradisi ini.
Ritual atau penindikan masih tetap dilakukan, namun tidak dilanjutkan dengan
Telingaan Aruu. ada beberapa hal yang mempengaruhi kepunahan kebudayaan ini. Pertama,
memang tidak semua anak suku Dayak melakukan tradisi ini hanya pada Dayak
Kayan, Dayak Kenyah, Dayak Bahau, Dayak Punan, Dayak Kelabit, dan Dayak Sa'ban.
Selain itu, tradisi
ini juga hanya berlaku untuk daerah pedalaman saja. Kedua, munculnya anggapan
ketinggalan zaman.
Jika kita berkunjung ke pedalaman
Kalimantan, sudah
sulit sekali menemukan perempuan
Dayak yang masih memanjangkan
telinganya. Kalaupun ada, mereka
biasanya sudah berusia senja. Ironisnya lagi, karena dianggap ketinggalan zaman. Beberapa perempuan Dayak
yang telah memanjangkan telinganya,
lalu
sengaja menghilangkan atribut tradisi tersebut dan dengan sengaja memotong
bagian bawah daun telinganya. Bagi para pemerhati budaya, tradisi telinga
panjang sudah sampai pada tahap kritis karena tidak ada lagi penerusnya.
Nah, bagaimana untuk pembahasan nya kali ini? Sangat menarik bukan tradisi Suku Dayak ini? Oke, cukup sampai sini saja pembahasan tentang uniknya tradisi Suku Dayak tersebut. Mungkin, jika ada salah kata atau ketidaktepatan saya mohon dimaafkan. Sekian dan terima kasih. Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.