Perselingkuhan dan Dampak Evolusi Psikis Sang Anak

                            Sumber: https://www.bing.com/
 

Oleh: Yussenna Razali


    Mungkin, sebagian atau bahkan seluruh masyarakat sudah tidak asing lagi dengan kata ‘Broken home’. Broken Home adalah kondisi di mana sebuah keluarga inti tidak sedang dalam keadaan akur atau baik-baik saja, atau lebih parahnya adalah, keluarga yang terancam berantakan atau nasibnya di ujung tanduk — bila tidak ingin dikatakan bubar. Tentu, ini tidak ujug-ujug turun langsung dari langit, tetapi disebabkan oleh beberapa faktor permasalahan seperti; kesalahpahaman antara suami-istri, perselingkuhan, atau bisa juga hubungan antara seorang anak dengan orang tua yang tidak harmonis, serta alasan-alasan lainnya.

 

Mengenai permasalahan Broken Home, biasanya kasus yang paling umum adalah perselingkuhan, di mana salah satu pasangan saling mengkhianati dengan cara komunikasi intens dengan pasangan lain, kencan, atau nikah dengan perempuan/laki-laki lain tanpa persetujuan pasangannya.

 

Lalu, adakah dampak kepada anggota keluarga yang lain? Tentu saja tidak, jika perselingkuhan tersebut jauh dari kata terbongkar. Tapi, bagaimana kalau logikanya kita balik? Seandainya saja, jika terbongkar, bahkan sampai anak dan keluarga besar tahu, adakah dampaknya? Sudah barang tentu, di setiap tindakan, pasti ada dampak dan risiko yang harus ditanggung. Istilahnya; berani berbuat, juga harus berani bertanggung jawab. Dampak yang timbul bisa dikatakan besar, karena salah satu pihak menyakiti anggota keluarga yang lain, yang dinyana, anggota keluarga adalah sebuah bagian penting dalam kehidupan kita.

 

Tentunya, semua pihak merasa tersakiti, bahkan, pelaku sekalipun akan merasa tersakiti, karena mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari korban misalnya; caci atau makian dari anggota keluarga, sumpah serapah serta doa-doa mustajab yang menjurus ke neraka jahanam, atau bahkan potensi kekerasan fisik pun bisa terjadi. Dan, tidak jarang setelah kasus perselingkuhan tersebut terbongkar, maka akan ada perceraian di dalamnya, dan dari sini dimulailah perubahan transformasi baru dari keluarga harmonis menjadi Broken Home.

 

Dampak yang paling terasa dan kental adalah, dampak terhadap psikologis anak. Mengapa demikian? Karena anak menganggap, bahwa, orang tuanya adalah rumah bagi mereka ketika mereka sedang kehilangan semangat atau tersesat arah. Lantas, ketika salah satu orang tuanya, bahkan kedua orang tuanya melakukan aksi perselingkuhan, mereka sebagai anak akan sangat kecewa, bahkan bisa mengidap trauma seumur hidupnya.

 

Mereka merasa, bahwa, tidak ada lagi seseorang yang dapat dipercaya ketika orang yang paling disayangi dan dicintai serta rumah bagi dirinya telah berkhianat kepada mereka. Dampak terhadap diri anak bisa juga dirasakan seperti; kehilangan kepercayaan diri, sulit untuk terbuka kepada orang lain, mengalami trust issues, mindset terhadap sebuah pernikahan akan berubah, serta tidak lagi mengkultuskan pernikahan sebagai hal yang penting/sakral, kehilangan arah dan tujuan hidup, pendidikannya akan terbengkalai, bahkan bias berpotensi terkena gangguan mental.

 

Seorang anak yang memiliki jubah Broken Home, tentunya akan selalu merasa kesepian, terlebih ketika sudah beranjak dewasa dan mereka melihat kawan seusianya mulai merajut cinta kasih bersama lawan jenis. Memang, setiap manusia pasti akan merasakan yang namanya jatuh cinta, juga tidak luput akan kecewa terhadap cinta itu sendiri, sakit hati, dan hal lainnya. Lalu bagaimana dengan anak broken home? ada banyak kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi oleh perkembangan evolusi muda-mudinya.

 

Ada yang mungkin tetap percaya adanya cinta sejati, ada pula yang tidak percaya lantaran sebuah pengkhianatan yang ia dapatkan dari keluarganya. Mereka dituntut untuk tidak salah langkah dalam menaruh hati dan juga harapan. Ya... memang, terdengar cukup naïf, apabila mereka menginginkan pasangan yang sempurna. Mustahil kedengarannya sebuah cinta tanpa rasa sakit hati/kecewa. Tapi minimal, mereka tidak mendapatkan perlakuan yang sama seperti apa yang sudah ia alami dan rasakan sebelumnya.

 

Menikah memang bukan suatu hal yang mudah untuk dilakukan oleh seorang anak yang memiliki jubah Broken Home, tetapi, hidup kan selalu berjalan bagaimanapun menikah adalah sesuatu yang wajib tentunya bagi semua umat beragama dengan syarat sudah siap finansial dan mental. Tidak semua anak broken home akan gagal lagi dalam membangun sebuah keluarga. Balik lagi kepada prinsip dan mindset yang dibangun oleh anak broken home itu sendiri, ketika ia menyadari sesuatu yang ia alami bukanlah suatu yang menyenangkan, maka sebisa mungkin ia harus mewujudkannya suatu hari nanti, dan membuktikan bahwa hal itu tidak akan terjadi lagi pada dirinya.

 

Adapun dampak dari luar yang dirasakan sang anak yaitu; orang menganggap dirinya sebagai anak nakal, tidak punya masa depan, dan lain-lain. Namun, ada yang perlu kita ketahui, bahwa, anak Broken Home bukanlah anak yang akan membawa pengaruh buruk bagi lingkungannya!

 

Baiklah, supaya lebih fair; karena dampak negatif yang didapat dari anak Broken Home, bias jadi jua dijadikan sebagai landasan untuk nilai-nilai positivistis, semisal; mereka mampu menghadapi masalah kehidupan yang berat karena mereka telah melewati masa tersulit dalam hidupnya, mereka cenderung mengamati terlebih dahulu sebelum bertindak dibanding membuat sebuah plan tetapi tidak jelas arahnya, dipastikan ketika mereka siap untuk membangun keluarga bersama orang lain mereka tidak akan mengulangi kesalahan yang sama seperti kedua orang tuanya, mereka cenderung sabra dan tabah menghadapi masalah.

 

Berdasarkan opini saya, membayangkan dalam gelanggang arena broken home bukanlah hal yang mudah, tetapi juga bukan suatu hal yang sangat menakutkan. Ketika kita berhasil survive dan mengikhlaskan apa yang sudah terjadi, maka itu semua akan terasa ringan dan mudah diterima tentunya, dengan proses yang tidak mudah untuk melewati masa-masa sulit tersebut.

 

There are some ups and downs butuh kegigihan dalam berjuang melewati masa-masa sulit tersebut, apalagi jika tidak ada teman berbagi cerita dan hanya berjuang sendiri saja. Untuk teman-teman sekalian yang membaca ini dan mengalaminya, pesan saya adalah, jangan dengarkan omongan orang dari luar! Mereka tidak tahu apa yang kita rasakan/alami.

 

and you should believe that things will get better sooner than you think, don’t forget to take a rest and your existence matters.


“There is no such thing as a “broken family.” Family is family, and is not determined by marriage certificates, divorce papers, and adoption documents. Families are made in the heart. The only time family becomes null is when those ties in the heart are cut. If you cut those ties, those people are not your family. If you make those ties, those people are your family. And if you hate those ties, those people will still be your family because whatever you hate will always be with you.” ― C. JoyBell C.

Perselingkuhan dan Dampak Evolusi Psikis Sang Anak