Oleh: Yussenna Razali
Mungkin, sebagian atau
bahkan seluruh masyarakat sudah tidak asing lagi dengan kata ‘Broken home’. Broken Home adalah kondisi di mana sebuah keluarga inti tidak sedang
dalam keadaan akur atau baik-baik saja, atau lebih parahnya adalah, keluarga
yang terancam berantakan atau nasibnya di ujung tanduk — bila tidak ingin
dikatakan bubar. Tentu, ini tidak ujug-ujug
turun langsung dari langit, tetapi disebabkan oleh beberapa faktor permasalahan
seperti; kesalahpahaman antara suami-istri, perselingkuhan, atau bisa juga
hubungan antara seorang anak dengan orang tua yang tidak harmonis, serta
alasan-alasan lainnya.
Mengenai permasalahan Broken Home, biasanya kasus yang paling
umum adalah perselingkuhan, di mana salah satu pasangan saling mengkhianati
dengan cara komunikasi intens dengan pasangan lain, kencan, atau nikah dengan
perempuan/laki-laki lain tanpa persetujuan pasangannya.
Lalu, adakah dampak
kepada anggota keluarga yang lain? Tentu saja tidak, jika perselingkuhan
tersebut jauh dari kata terbongkar. Tapi, bagaimana kalau logikanya kita balik?
Seandainya saja, jika terbongkar, bahkan sampai anak dan keluarga besar tahu,
adakah dampaknya? Sudah barang tentu, di setiap tindakan, pasti ada dampak dan
risiko yang harus ditanggung. Istilahnya; berani berbuat, juga harus berani
bertanggung jawab. Dampak yang timbul bisa dikatakan besar, karena salah satu
pihak menyakiti anggota keluarga yang lain, yang dinyana, anggota keluarga
adalah sebuah bagian penting dalam kehidupan kita.
Tentunya, semua pihak
merasa tersakiti, bahkan, pelaku sekalipun akan merasa tersakiti, karena
mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari korban misalnya; caci atau
makian dari anggota keluarga, sumpah serapah serta doa-doa mustajab yang
menjurus ke neraka jahanam, atau bahkan potensi kekerasan fisik pun bisa
terjadi. Dan, tidak jarang setelah kasus perselingkuhan tersebut terbongkar, maka
akan ada perceraian di dalamnya, dan dari sini dimulailah perubahan transformasi
baru dari keluarga harmonis menjadi Broken
Home.
Dampak yang paling
terasa dan kental adalah, dampak terhadap psikologis anak. Mengapa demikian? Karena
anak menganggap, bahwa, orang tuanya adalah rumah bagi mereka ketika mereka
sedang kehilangan semangat atau tersesat arah. Lantas, ketika salah satu orang
tuanya, bahkan kedua orang tuanya melakukan aksi perselingkuhan, mereka sebagai
anak akan sangat kecewa, bahkan bisa mengidap trauma seumur hidupnya.
Mereka merasa, bahwa,
tidak ada lagi seseorang yang dapat dipercaya ketika orang yang paling
disayangi dan dicintai serta rumah bagi dirinya telah berkhianat kepada mereka.
Dampak terhadap diri anak bisa juga dirasakan seperti; kehilangan kepercayaan
diri, sulit untuk terbuka kepada orang lain, mengalami trust issues, mindset terhadap sebuah pernikahan akan berubah, serta
tidak lagi mengkultuskan pernikahan sebagai hal yang penting/sakral, kehilangan
arah dan tujuan hidup, pendidikannya akan terbengkalai, bahkan bias berpotensi
terkena gangguan mental.
Seorang anak yang
memiliki jubah Broken Home, tentunya
akan selalu merasa kesepian, terlebih ketika sudah beranjak dewasa dan mereka
melihat kawan seusianya mulai merajut cinta kasih bersama lawan jenis. Memang, setiap
manusia pasti akan merasakan yang namanya jatuh cinta, juga tidak luput akan
kecewa terhadap cinta itu sendiri, sakit hati, dan hal lainnya. Lalu bagaimana
dengan anak broken home? ada banyak
kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi oleh perkembangan evolusi muda-mudinya.
Ada yang mungkin tetap
percaya adanya cinta sejati, ada pula yang tidak percaya lantaran sebuah pengkhianatan
yang ia dapatkan dari keluarganya. Mereka dituntut untuk tidak salah langkah
dalam menaruh hati dan juga harapan. Ya... memang, terdengar cukup naïf, apabila
mereka menginginkan pasangan yang sempurna. Mustahil kedengarannya sebuah cinta
tanpa rasa sakit hati/kecewa. Tapi minimal, mereka tidak mendapatkan perlakuan
yang sama seperti apa yang sudah ia alami dan rasakan sebelumnya.
Menikah memang bukan
suatu hal yang mudah untuk dilakukan oleh seorang anak yang memiliki jubah Broken Home, tetapi, hidup kan selalu
berjalan bagaimanapun menikah adalah sesuatu yang wajib tentunya bagi semua
umat beragama dengan syarat sudah siap finansial dan mental. Tidak semua anak broken home akan gagal lagi dalam
membangun sebuah keluarga. Balik lagi kepada prinsip dan mindset yang dibangun oleh anak broken
home itu sendiri, ketika ia menyadari sesuatu yang ia alami bukanlah suatu
yang menyenangkan, maka sebisa mungkin ia harus mewujudkannya suatu hari nanti,
dan membuktikan bahwa hal itu tidak akan terjadi lagi pada dirinya.
Adapun dampak dari
luar yang dirasakan sang anak yaitu; orang menganggap dirinya sebagai anak
nakal, tidak punya masa depan, dan lain-lain. Namun, ada yang perlu kita
ketahui, bahwa, anak Broken Home
bukanlah anak yang akan membawa pengaruh buruk bagi lingkungannya!
Baiklah, supaya lebih fair; karena dampak negatif yang didapat
dari anak Broken Home, bias jadi jua
dijadikan sebagai landasan untuk nilai-nilai positivistis, semisal; mereka
mampu menghadapi masalah kehidupan yang berat karena mereka telah melewati masa
tersulit dalam hidupnya, mereka cenderung mengamati terlebih dahulu sebelum bertindak
dibanding membuat sebuah plan tetapi
tidak jelas arahnya, dipastikan ketika mereka siap untuk membangun keluarga
bersama orang lain mereka tidak akan mengulangi kesalahan yang sama seperti
kedua orang tuanya, mereka cenderung sabra dan tabah menghadapi masalah.
Berdasarkan opini saya,
membayangkan dalam gelanggang arena broken
home bukanlah hal yang mudah, tetapi juga bukan suatu hal yang sangat
menakutkan. Ketika kita berhasil survive dan
mengikhlaskan apa yang sudah terjadi, maka itu semua akan terasa ringan dan
mudah diterima tentunya, dengan proses yang tidak mudah untuk melewati
masa-masa sulit tersebut.
There
are some ups and downs
butuh kegigihan dalam berjuang melewati masa-masa sulit tersebut, apalagi jika
tidak ada teman berbagi cerita dan hanya berjuang sendiri saja. Untuk
teman-teman sekalian yang membaca ini dan mengalaminya, pesan saya adalah,
jangan dengarkan omongan orang dari luar! Mereka tidak tahu apa yang kita
rasakan/alami.
and
you should believe that things will get better sooner than you think, don’t
forget to take a rest and your existence matters.
“There is no such thing as a “broken family.” Family is family, and is not determined by marriage certificates, divorce papers, and adoption documents. Families are made in the heart. The only time family becomes null is when those ties in the heart are cut. If you cut those ties, those people are not your family. If you make those ties, those people are your family. And if you hate those ties, those people will still be your family because whatever you hate will always be with you.” ― C. JoyBell C.