Asal-Usul Kerajaan Sunda

                                sumber: https://bogorkab.go.id/

oleh: Assagaf Ramadandi, Azkal Arya Ramadhan, Dezzle Bintan Putra Yuliawan, Nayla Maqbullah Balqis, Ratu Alawiyah


Hai sobat Historia34! Berbicara mengenai kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia, apa sih yang terbesit di pikiran kalian? Apakah Kerajaan Sriwijaya? Kerajaan Majapahit? Atau mungkin Kerajaan Kutai? Ya, sebenarnya itu ga salah sih. Akan tetapi jika kita melihat catatan sejarah Indonesia, ada lho satu kerajaan yang jarang dibahas dalam mata pelajaran di sekolah. Dan kerajaan ini bisa dikatakan memiliki kekuatan yang setara dengan Kerajaan majapahit, lho. Hayo, ada yang tahu ga nih? Oke, aku kasih clue melalui gambar di bawah ini ya:


Gambar dikutip dari

https://www.roov.id/podcast/963/raden-kian-santang/overview


Nah, dari gambar di samping tentunya sobat Historia34 sudah bisa menebak dong kerajaan apa yang dimaksud. Yes, betul banget yakni Kerajaan Sunda. Lho, kok Kerajaan Sunda? Bukannya Kerajaan Padjadjaran, ya? Tunggu dulu, ada alasannya nih kenapa kerajaan tersebut disebut sebagai Kerajaan Sunda. Mau tau jawabannya? Yuk mari kita cari tahu lebih lanjut.


Melalui video dari channel Youtube SaJaBI – Satu Jam Berbincang Ilmu dalam salah satu videonya yang berjudul “SAJABI ep.22 – Kerajaan Sunda dalam Konstelasi Politik, Dulu, dan Kini” dengan narasumbernya yakni Prof. DR. Nina Herlina, M.S. yang merupakan salah satu guru besar ilmu sejarah Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran, beliau menjelaskan mengenai sejarah singkat Kerajaan Sunda.


Gambar dikutip dari https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_SundaOvVaw3pWoVHggfAWZbJmiRElBI6&ust=1675950535200000&source=images&cd=vfe&ved=0CA8QjRxqFwoTCPj1nrSIhv0CFQAAAAAdAAAAABAEsantang/overview

Gambar di atas adalah wilayah kekuasaan Kerajaan Sunda yang biasa disebut dengan Tatar Sunda. Wilayah Tatar Sunda meliputi Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan sebagaian Jawa Tengah. Jika berbicara mengenai Kerajaan Sunda, maka tidak dapat dipisahkan dengan Kerajaan Galuh. Mengapa demikian? Karena dalam catatan sejarah mereka pernah bersatu dengan nama Kerajaan Sunda dengan pusat kekuasaan di Galuh. Menurut naskah Carita Parahyangan, menjelang Tarumanegara berakhir pada abad VII M, di wilayah kekuasaannya terdapat dua kerajaan yaitu Kerajaan Sunda di sebelah barat Sungai Citarum dan Kerajaan Galuh di sebelah timur Sungai Citarum. Menurut prasasti tersebut pendiri sekaligus penguasa pertamanya adalah Tarusbawa.


Dalam Carita Parahyangan, bahwa Sanjaya (putra dari Raja Senna di Galuh) ingin merebut tahta kekuasaan dari Rahyang Purbasora. Ia, juga menikahi dengan cucu dari Tarusbawa raja dari Kerajaan Sunda. Setelah Tarusbawa mangkat, tahta diserahkan kepada Sanjaya. Dan di masa itulah Sanjaya menggabungkan dua buah kerajaan besar di Tatar Sunda. Tak lama kemudian, Sanjaya pun mangkat dari kekuasaannya dan diserahkan kepada Rahyang Tamperan. Ketika Rahyang Tamperan mangkat tahta kerajaan ini dilanjutkan oleh Sang Manarah atau yang dikenal juga sebagai Ciung Wanara. Pada masa pemerintahan inilah Kerajaan Galuh menjadi kerajaan mandiri. Salah satu raja yang terkenal di Kerajaan Galuh ialah Niskala Wastukeencana yang sudah memerintah hampir 104 tahun.


Ketika Niskala Wastukencana wafat, tahta Kerajaan Galuh digantikan oleh Dewa Niskala selama 7 tahun. Kemudian, tahta Kerajaan Sunda dipegang oleh Sang Susuktunggal (saudara Dewa Niskala, namun beda ibu). Ketika Dewa Niskala meninggal, tahta Kerajaan Galuh diserahkan ke putranya yang bernama Sri Jayadewata. Nah, pada masa pemerintahan Sri Jayadewata inilah Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh kembali bergabung, sebagai mana tertulis dalam prasasti batu tulis. Sri Jayadewata dinobatkan menjadi Sri Baduga Maharaja atau yang dikenal juga sebagai Prabu Siliwangi, semenjak itulah Sri Jayadewata menjada Raja Sunda paling terkenal di Tatar Sunda.


Gambar dikutip dari

http://naskah-sunda.blogspot.com/2009/01/carita-parahyangan.html&ust=1675950535200000&source=images&cd=vfe&ved=0CA8QjRxqFwoTCPj1nrSIhv0CFQAAAAAdAAAAABAEsantang/overview


Kerajaan Sunda ini memiliki banyak sekali peninggalan berupa prasasti. Salah satu prasasti yang memliki catatan sejarah paling banyak tentang Kerajaan Sunda adalah naskah Carita Parahyangan. Pada naskah ini memuat 4 pokok bahasan yakni eksistensi Kerajaan Sunda, dinamisasi kerajaan, syarat pemimpin, dan ruh kepemimpinan: agama atau ajaran.


Gambar dikutip dari

https://bogor-kita.com/asal-mula-munculnya-nama-batutulis/


Kemudian terdapat prasasti Batutulis yang didirikan oleh Prabu Surawisesa pada 12 tahun setelah kematian Sri Baduga Maharaja. Berisi kehebatan dan kekuasaan yang telah dilakukan ayahnya seperti membangun hutan, parit, rancamaya, dan situ. Intinya, prasasti Batutulis ini berisi tentang penghargaan bagi ayahnya atas jasa-jasanya. Pada prasasti ini tertulis jelas bahwa Sri Baduga Maharaja meninggal pada tahun 1521dan diperabukan.


Gambar dikutip dari

https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/munas/prasasti-sanghyang-tapak/


Selanjutnya, terdapat prasasti Sang Hyang Tapak. Prasasti ini dibuat pada tahun 1030M. Di dalam prasasti ini terdapat manggala atau seruan dan sapatha atau kutukan. Isi dari prasasti ini adalah seruan bagi seluruh bagi makhluk hidup dan gaib untuk tidak melewati batas-batas kabuyutan atau bisa disebut juga tempat-tempat yang dianggap sakral. Yang mana apabila dilanggar maka akan dibunuh oleh para dewata.

Kerajaan Sunda merupakan kerajaan besar dan kuat. Hal ini dibuktikan dari wilayah kekuasaannya yang sangat luas. Dari wilayah yang luas itu Kerajaan Sunda ini memiliki dua karakter, yaitu kerajaan pedalaman yang berkarakter agraris dan kerajaan maritim yang berkarakter niaga. Letak ibukota Kerajaan Sunda yang selalu berpindah-pindah tempat juga memengaruhi karakter dari kerajaan ini. Hal ini dibuktikan pada kerajaan pedalamaan yang mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Kemudian, didapati catatan asing dari seorang penjelajah yakni Tone Pires. Beliau menyatakan bahwa Kerajaan Sunda ini kaya akan komoditas dagang, yang dibuktikan melalui pelabuhannya yang tersebar di seluruh wilayah Jawa. Komoditas perdagangan yang biasa dijual seperti lada, tarum, dan kain yang dijual hingga ke mancanegara.


Berkaitan dengan sistem politiknya, ketika mendengar Kerajaan Sunda tentunya kerajaan ini memiliki catatan sejarah tersendiri yang dampaknya masih dirasakan sampai saat ini. Bermula dari Perang Bubat yang didasari keinginan Raja Hayam Wuruk untuk mempersunting Dyah Pitaloka putri dari Prabu Maharaja Linggabuana. Untuk maksud itu Prabu Linggabuana, Dyah Pitaloka, dan para pembesar lainnya pergi ke Kerajaan Majapahit. Namun, saat dalam perjalanan dari Galuh ke Kerajaan Majapahit mereka dicegat oleh Gajah Mada. Mengapa Gajah Mada melakukan hal tersebut? Karena, keinginan pemenuhan ambisi Gajah Mada yang ingin mewujudkan sumpah palapanya untuk menjadikan Kerajaan Majapahit sebagai kerajaan terhebat di Pulau Jawa. Dampak dari Perang Bubat ini adalah pelarangan melakukan pernikahan antara perempuan Sunda dan laki-laki Jawa. Selain itu, tidak ada nama jalan ataupun Gedung di Jawa Barat yang menggunakan nama Hayam Wuruk, Gajah Mada, ataupun Majapahit.


Pada tahun 1511, Malaka yang pada saat itu telah dikuasai oleh Portugis memberikan dampak positif dan juga negatif. Dampak positifnya adalah pelabuhan di pantai utara Kerajaan Sunda menjadi ramai disinggahi, sedangkan dampak negatifnya adalah agama Islam mulai masuk ke wilayah Tatar Sunda. Untuk mengatasi dampak negatif tersebut, Kerajaan Sunda menandatangani perjanjian politik dengan Portugis pada tanggal 21 Agustus 1522. Perjanjian ini berisi bahwa Portugis akan melindungi Kerajaan Sunda dari serangan Kerajaan Demak, Cirebon, dan Banten yang bercorak Islam. Kemudian, Portugis akan mendapatkan keuntungan berupa memperoleh lada sebanyak-banyaknya serta bebas mendirikan benteng pertahanan di Sunda Kelapa.


Namun, sayangnya perjanjian itu tidak dapat terlaksana dengan baik. Kekuatan pasukan Kerajaaan Demak dan Cirebon di bawah pimpinan Fatahillah mampu menggagalkan perjanjian itu. Walaupun perjanjian antara Portugis dan Kerajaan Sunda gagal dan Kerajaan Sunda sendiri terus mendapat serangan dari Kerajaan Demak dan Cirebon, pada akhirnya di tahun 1579 Kerajaan Sunda runtuh setelah diserang oleh Kerajaan Banten.


Daftar Pustaka:

Maulana, Arief. 2021. “Mengungkap Fakta Lain di Balik Kerajaan Sunda”, https://www.unpad.ac.id/2021/03/mengungkap-fakta-lain-di-balik-kerajaan-sunda/, diakses pada 08 Februari 2023 pukul 21.33.


Heryana, A. (2014). Heryana 2014_Sundanese_Jejak kepemimpinan-orang-sunda-pemaknaan. 6(1580), 163–178.


Tinjauan, P., & Panopticon, T. (2022). PRASASTI-PRASASTI KERAJAAN SUNDA DI WILAYAH INSCRIPTIONS OF KINGDOM OF SUNDA IN PERIPHERY AREA : 8(1).


Z. Muhsin, M. (2007). MASYARAKAT TATAR SUNDA.


Satu Jam Berbincang Ilmu – SaJaBI. 2021. “SAJABI ep.22 – Kerajaan Sunda dalam Konstelasi Politik, Dulu dan Kini”, https://www.youtube.com/live/X3o7UgnLoCY?feature=share, diakses pada 29 Januari 2023 pukul 21.44. 



Asal-Usul Kerajaan Sunda