BALI: Pasca Ekspansi Kerajaan Majapahit

                                                sumber: CNN

oleh: Razi Aditya Rahmanto, Alya Putri, Aulia Nur Islami Putri Olivia, Andhika Fahrezy, Keira Ayuni Taqiyya, Anantha Kamal Eirian


    Indonesia merupakan negara yang memiliki julukan negara maritim atau memiliki beribu-ribu pulau. Salah satu dari ribuan pulau yang ada di Indonesia adalah pulau yang terkenal dengan budaya dan keindahan akan alamnya. Pulau Bali, pulau yang memiliki keindahan alam yang sangat luar biasa. Sampai-sampai, banyak sekali turis yang datang ke pulau dewata Bali ini. Banyak sekali keindahan yang dapat kita temukan di Bali, seperti pantainya yang eksotis, pemandangan alam yang memukau, dan juga kebudayaan masyarakat Bali yang terkenal cukup kental di dalam kehidupan sehari-harinya.


Namun, ada hal hebat lain yang tersembunyi dari pulau seribu pantai ini. Sejarah masa periode Hindu-Buddha, yaitu adanya kerajaan yang sangat kuat di pada masanya, yaitu kerajaan Bali. Kerajaan ini terletak di Pulau Dewata/Bali yang berpusat pada Pejeng dan siring kabupaten gianyar Bali. Kerajaan bali diperkirakan eksis sejak abad ke-8 hingga abad ke-14. Banyak sekali catatan-catatan sejarah yang menyatakan keberadaan kerajaan Bali salah satunya adalah Prasasti Panglapuan yang berisi pesan tentang para penguasa-penguasa kerajaan Bali.


Kerajaan Bali didirikan oleh Sri Kesari yang juga merupakan pendiri dinasti Warmadewa pada abad ke-8. Dijelaskan juga, bahwa, Dinasti Warmadewa adalah buyut dari raja Mulawarman yang merupakan raja kedua dari kerajaan Kutai di Kalimantan Timur (Laman Pemprov Bali, 2022). Oleh karena itu, hubungan Desa Pejeng dengan Kutai secara historis disebut-sebut cukup dekat. Agama yang berkembang ketika kerajaan tersebut berdiri adalah Buddha. Selang beberapa tahun kemudian, agama Hindu mulai masuk dan banyak dianut warganya. Kerajaan Bali mencapai masa kejayaanya pada abad ke-10 tepatnya pada tahun 989 hingga 1011 saat kepemimpinan Raja Dharma Udayana.


Faktor utama kejayaanya ialah karena pada saat itu, Kerajaan Bali mengawinkan Raja Dharma Udayana dengan Ratu Mahendradara  putri raja dari Kerajaan Medang atau sering disebut Kerajaan Mataram Kuno yang terletak di pulau Jawa , karena hal itulah hubungan kerajaan Bali dengan pulau jawa semakin erat dan hubungan itulah yang membuat kerajaan Bali semakin kuat.


Kerajaan Bali Makmur sampai beberapa generasi, hingga saat kepemimpinaan Raja Bedahulu pada abad ke-14. Kerajaan Bali ditawarkan untuk melakukan perundingan tentang penyerahan wilayah kerajaan ke tangan Kerajaan Majapahit dan juga menawarkan Kebo Iwa (panglima militer Kerajaan Bali) untuk dinikahkan dengan seorang putri dari Lemah tulis sebagai tanda persahabatan antara dua kerajaan. Kerajaan Bali pun mengirimkan panglima perangnya untuk pergi ke Kerajaan Majapahit, akan tetapi, sesampainya di Majapahit, Kebo Iwa dibunuh tanpa sepengetahuan Kerajaan Bali.


Terbunuhnya Kebo Iwa memudahkan ekspedisi Majapahit untuk menaklukan Kerajaan Bali. Lalu, Kerajaan Majapahit mengirimkan Patih Gadjah mada (Seorang panglima perang besar Kerajaan Majapahit) dan panglima perang lainya untuk berunding bersama kerajaan Bali, yang pada kenyataannya, perundingan itu hanya untuk dijadikan umpan supaya bisa melakukan ekspedisi dan penyerangan ke dalam wilayah kerajaan Bali.


Patih Gadjah Mada menggunakan strategi ini dikarenakan ia tahu bahwa Kebo Iwa akan menang secara mutlak melalui perang tanding (…) Perang tidak dapat terhindarkan antara pasukan Kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh Patih Gadjah Mada dan Kerajaan Bali yang dipimpin oleh Raja Bedahulu, penyerangan tersebut mengakibatkan terbunuhnya Raja Bedahulu beserta putranya. Dengan terbunuhnya Raja Bedahulu beserta putranya maka habislah pengaruh keturunan kuno sebagai penguasa di Negeri Bali. Bali pun menjadi wilayah pertama di luar pulau Jawa yang ditaklukkan oleh pasukan Patih Gadjah Mada dari kerajaan Majapahit ( M. Fazil pamungkas , 07 Juli 2019 )


Setelah terjadinya invasi dari Kerajaan Majapahit, dan keruntuhan yang dialami kerajaan Bali, pulau Bali pun menjadi kacau balau akibat kehilangan penguasanya yang pada saat itu berdiri dengan cukup kokoh. Kekacauan telah terjadi dimana-mana, menyebar di seluruh penjuru pulau Bali. Umumnya, mereka mencoba mengungsi ke tempat yang lebih aman, tetapi tidak sedikit pula dari mereka yang mengumpulkan kekuatan untuk mengambil alih kekuasaan kembali. Namun, usaha itu  cukup jelas menjadi sia-sia. Karena Kerajaan Bali mengalami kekosongan kekuasaan, maka, dipilihlah Sri Kresna Kepakisan  oleh kerajaan Majapahit  karena merupakan cucu terakhir kepakisan dan masih memiliki darah Bali yaitu keturunan Daha (Kediri) yang memiliki hubungan langsung dengan Airlangga.


Airlangga adalah anak tertua dari hasil pernikahan Raja Udayana dan Mahendradata. Penempatan kekuasaan kerajaan Bali oleh Sri Kresna Kepakisan sebagai dinasti baru di Bali ini mendapatkan penolakan dari cukup banyak masyarakat Bali. Untuk menghadapi hal tersebut, Sri Kresna Kepakisan mengangkat para Arya (Orang dengan keturunan campuran Persia yang sekarang adalah Iran dan Eropa) menjadi pejabat kerajaan. Sri Kresna Kepakisan menggunakan jalur diplomasi atau praktek negosiasi untuk menghadapi perlawanan dari penduduk asli atau yang biasa disebut masyarakat Bali Aga.


Sri Kresna Kepakisan ditentang karena mendirikan istana samprangan di Gianyar, sehingga kerajaan ini menjadi penguasa baru di Pulau Dewata. Kerajaan Samprangan ini memindahkan pusat lokasi pemerintahan guna untuk menjauhi desadesa pedalaman yang masih terus  melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan baru di Bali ( M . Fauzi Pamungkas , 07 Juli 2019 ). Dalam Upayanya me-“majapahit”-kan Bali, Kresna Kepakisan merasa lelah. Ia meminta dirinya dipulangkan ke pulau Jawa namun permintaan tersebut ditolak. Raja Majapahit saat itu yaitu Hayam Wuruk mengirimkan patih Gadjah Mada untuk mengatasi hal tersebut. Gadjah Mada pun menolak kepergiaannya ke Bali untuk membantu Kresna Kepakisan dengan mengubah seluruh struktur Kerajaan persis seperti kerajaa Majapahit.


Pemberontakan pun semakin membesar di banyak tempat. Masyarakat Bali Aga sangat gigih mempertahankan wilayahnya dari cengkeraman kerajaan Majapahit karena itulah wilayah mereka tetap terpetahankan walau Patih Gadjah mada sudah melakukan banyak siasat. Agar kekacauan tidak berlarut larut Patih Gadjah Mada  meminta tiga cucu Danghyang Kepakisan (Sri Aji, Sri juru, Sri Bima sakti) yang kemudian diangkat menjadi cakradara (raja daerah). Masing–masing bertanggung jawab atas Blambangan, Pasuruan, dan Bali, yang kemudian disusul oleh para Arya sebagai kasta tertinggi yang berperan untuk membantu kerajaan Majapahit untuk menaklukkan Bali. Para Arya itu disebar ke beberapa desa-desa strategis yang bertujuan untuk memengaruhi rakyat Bali agar tunduk pada raja baru dan Majapahit, serta menggantikan penguasa elit yang lama sebagai penjaga keamanan di Bali.


Rencana yang dilakukan oleh Patih Gadjah Madha pun berhasil  walaupun memakan waktu satu tahun untuk menaklukan Masyarakat Bali Aga. Sebelum mengalami kekalahan, masyarakat Bali Aga sempat mengajukan suatu permintaan yaitu untuk mengubah pandangan dan perlakuanya terhadap masyarakat Bali serta bersedia menjaga kahyangan yang menjadi pusat keyakinan masyarakat Bali Aga. Permintaan tersebut disetujui oleh Raja Sri Kresna Kepakisan dan juga pihak Majapahit. Dengan diterimanya permintaan tersebut masyarakat balipun bersedia menerima pemerintahan dalem Sri kresna Kepakisan ( Dewa Made Alit , 2019 ).

 

SUMBER PENULISAN

https://historia.id/kuno/articles/upaya-memajapahitkan-bali-DWqVB


https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kebo_Iwa


https://ojs.mahadewa.ac.id/index.php/socialstudies/article/view/585


https://www.detik.com/bali/budaya/d-6171088/sejarah-singkat-kerajaan-bali-dan-sejumlah-jejak-peninggalannya

BALI: Pasca Ekspansi Kerajaan Majapahit