Kemaritiman ala Kerajaan Sriwijaya

Oleh: Chiquita Juliartanti Pepyndra


    Indonesia adalah negara yang penuh akan keindahan dan memanjakan mata. Sungai, laut, dan pemandangan alamnya sungguh memikat hati. Indonesia memang seharusnya tidak hanya berjaya di darat, melainkan juga berjaya di laut. Lebih menariknya lagi, nilai sejarah kemaritiman Kerajaan Sriwijaya bukan hanya dimaknai sebagai bacaan sejarah saja, melainkan nilai yang terkandung di dalamnya belum dipahami secara mendalam, padahal, banyak sekali dampak positif bagi pembangunan dunia maritim di Indonesia. Namun, bagaimana dengan masa lalu dari negeri fantastis ini? Ya, setiap insan bangsa pasti memiliki sejarahnya masing-masing termasuk Indonesia.

 

Kerajaannya yang sungguh membuat diri tertarik untuk terjun mempelajarinya. Puluhan kerajaan yang telah mengukir nama di negeri ini sungguh membuat setiap insan takjub. Salah satunya Kerajaan San Fo Tsi yang memiliki arti “Kerajaan yang terletak di Sumatera”. Ya, itulah Kerajaan Sriwijaya. Pada permulaan abad ke-20, ilmu pengetahuan mengenai Sriwijaya telah lahir. Nama Sriwijaya dikenal mulai pada tahun 1918 saat George Coedes menulis karangannya, Le royaume de Crivijaya (B.E.F.E.O. 18).

 

Sangat layak diakui bahwa ilmu sejarah mengenai Sriwijaya adalah penemuan Coedes yang lahir karena kecerdasannya dalam menggunakan hasil penyelidikan. Penemuan ini mendapat sambutan luar biasa dalam ilmu pengetahuan sejarah terutama dalam sejarah Asia Tenggara. Dikatakan bahwa Sriwijaya sebagai kerajaan termahsyur dalam bidang maritim dan dijuluki sebagai sang penguasa laut. Dikarenakan letaknya yang ideal untuk dijadikan lalu-lintas pelayaran Jawa, India, Arab, dan Tiongkok, sehingga Sriwijaya menyangkut hubungan internasional. Lambat laun sejarah Sriwijaya berhubungan dengan sejarah negara-negara lain yang menggunakan Selat Malaka sebagai jalan lalu-lintas.

 

Pada Tahun 1940 seorang bernama Moens merombak teori yang telah disusun oleh Coedes. Teori baru dikemukakan Moens berdasarkan pengetahuan geografi dari berita Tionghoa dan Arab yang menyatakan bahwa Sriwijaya tidak pernah berpusat di Palembang. Karena pada awalnya pusat kerajaan terletak di pantai timur Malaya yang kemudian berpindah ke Sumatera Tengah dekat Muara Takus. Moens menyatakan adanya nama raja Bicau yang menurutnya adalah ubahan dari nama raja (Sri)wijaya dan dongeng mengenai adanya datu Sriwijaya yang menetap di Kotabaru. Berdasarkan hal tersebut, Moens mengambil kesimpulan bahwa Muara Takus adalah pusat kerajaan Sriwijaya. Alasan lain karena peninggalan-peninggalan pusat kerajaan masih tampak di Muara Takus, dekat tempuran Kampar Kanan dengan Batang Mahat di Sumatera Tengah.


Kerajaan Sriwijaya banyak sekali dikunjungi para pedagang asing pada era keemasannya seperti pedagang dari Arab, Cina, bahkan India. Negara-negara tersebut datang untuk berdagang serta melakukan kepentingan lainnya. Tentu saja hal tersebut mempengaruhi keberagaman masyarakat sekaligus akan memunculkan kehidupan toleran di Sriwijaya.

 

Dari zaman dahulu, Indonesia sudah dikenal sebagai masyarakat pelaut yang biasa berdagang antarpulau bahkan hingga antarnegara dan antarbenua. Pada masa Kerajaan Sriwijaya sangat dikenal akan penguasaannya di wilayah maritim. Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan maritim pertama dan termahsyur di Nusantara yang di mana kekuasaannya mampu melebihi wilayah lautan Nusantara saat ini, bahkan diduga wilayah kekuasaan Sriwijaya mencapai seluruh wilayah laut Asia Tenggara hingga mencapai wilayah Madagaskar.

 

Kerajaan Sriwijaya sebagai penguasa maritim pertama terdapat dalam catatan sejarah Indonesia yang diawali dari kekuasaan berupa perkampungan/wanua yang lambat-laun berkembang menjadi sebuah kekuasaan yang besar serta memiliki bandar-bandar perdagangan yang ramai dikunjungi para pedagang asing. Kebesaran kemaritiman Sriwijaya ini didukung oleh perekonomian wilayah pedalaman yang telah berhasil menghasilkan barang komoditas perdagangan misalnya getah damar.

 

Salah satu faktor yang menjadikan Sriwijaya menjadi sang penguasa maritim karena letak yang strategis dan dilalui oleh jalur pelayaran perdagangan internasional. “Sriwijaya memiliki hasil-hasil bumi yang menjadi barang perdagangan internasional dan dengan kekuatan armadanya, kerajaan Sriwijaya dapat menguasai daerah-daerah yang potensial menjadi saingannya.” (Sholeh, 2019:31).

 

Kerajaan Sriwijaya memiliki kekuatan militer maritim yang sangat kuat dan besar terlihat pada catatan isi prasasti Kedukan Bukit yang menyebutkan tentara Sriwijaya sebanyak 20 ribu naik perahu dan yang berjalan kaki sebanyak 1312 orang (Dick-Read, 2008:90). Sebagai jalur pelayaran perdagangan internasional yang ramai dikunjungi para pedagang asing membuat Kerajaan Sriwijaya sebagai penguasa maritim yang memiliki kekuasaan dalam mengatur kebijakan untuk memberi kenyamanan serta mengamankan para pedagang yang keluar masuk untuk melakukan kepentingan perdagangan termasuk Sriwijaya sendiri.

 

Kebijakan dalam mengamankan jalur pelayaran perdagangan didukung oleh tentara maritim Sriwijaya yang besar dan kuat serta kapal-kapal milik Sriwijaya baik kapal barang dan kapal orang merupakan salah satu alat atau instrument dalam mendukung kebijakan sriwijaya dalam mengamankan jalur pelayaran perdagangan (Dick-Read, 2008:92).

 

Dengan dibuktikannya beberapa peninggalan berupa prasasti-prasasti Sriwijaya, dibuktikan bahwa wilayah kemaritiman Kerajaan Sriwijaya semakin memperluas kawasan kekuasaanya khususnya di laut. Setelah mendirikan pusat kekuasaan di Palembang (tepi sungai Musi), selanjutnya selat Bangka dijadikan fokus utama untuk dikuasai. Sebagai bukti penaklukan wilayah strategis tersebut, maka dituangkanlah ke dalam prasasti Kota Kapur yang tertulis pada tahun 686 M. Hal ini menjelaskan mengenai kutukan bagi penguasa terhadap kekuasaan Kerajaan Sriwijaya.


Peninggalan-peninggalan benda arkeologi terkait bukti yang mendukung sriwijaya sebagai penguasa maritim terbesar pada masanya yaitu di sepanjang sungai Musi, Palembang, telah ditemukan kapal-kapal kuno dengan ukuran besar dan ada juga yang sedang. Berdasarkan uji Carbon bahan kayu kapal yang digunakan ketika diuji di labor diketahui perkiraan abad ke 7-8 M. (Wiyana, 2014:86)

 

A.    DAFTAR PUSTAKA


Ali, Y. (2019). Membangun Kepemimpinan Maritim Indonesia menuju Pemimpin Ekonomi Global. Economics Bosowa, 5(002), 64-70.

(Budisantoso, H. (2016). Sriwijaya Kerajaan Maritim Terbesar Pertama Di Nusantara. Jurnal Ketahanan Nasional, 11(1), 49-56.)

(Sholeh, K., Sukardi, A. S., & Nadiya, L. (2022). NILAI SEJARAH MARITIM KEDATUAN SRIWIJAYA BAGI KEMAJUAN MARITIM INDONESIA THE VALUE OF SRIWIJAYA MARITIME HISTORY FOR INDONESIAN MARITIME PROGRESS. Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya Vol, 8(2).)

 

(Robert dan Dick- Read. Bukti-Bukti Mutakhir tentang Penjelajahan Pelaut Indonesia Abad Ke-5 Jauh sebelum Cheng Ho dan Columbus. (terjemahan), Bandung:Mizan, 2008. hlm 104)

Sholeh, K., Sari, W. N., & Berliani, L. (2019). Jalur pelayaran perdagangan kuno di selat bangka sebagai letak strategis berkembangnya kekuasaan maritim sriwijaya abad vii-viii masehi. SINDANG: Jurnal Pendidikan Sejarah Dan Kajian Sejarah, 1(1), 25-34.

Sholeh, K., Sukardi, S., Suriadi, A., & Nadiya, L. (2022). NILAI SEJARAH KEMARITIMAN KEDATUAN SRIWIJAYA BAGI INDONESIA. JURNAL PENELITIAN SEJARAH DAN BUDAYA, 8(2), 162-179.

 

(Sholeh, K. (2016). Kemaritiman Sriwijaya. Palembang: NoerFikri Offset.)


(Wulandari, P. K. (2020). Strategi Raya Sriwijaya dan Melaka. Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, 5(1), 159-166.)

Wibowo, W. (2017). Kemaritiman Indonesia: Sebuah Kajian Kritis. Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik (JMTRANSLOG), 4(2), 211-222.

Yuliati, Y. (2016). Kejayaan Indonesia sebagai negara maritim (jalesveva jayamahe). Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, 27(2).

 

Kemaritiman ala Kerajaan Sriwijaya