Impian yang Takkan Terwujud

Impian yang Takkan Terwujud

 

                 Sumber: https://www.poeticmessages.com/


Oleh: Nazwa Nur Farida


    Hai semua, aku Clarissa. Clarissa Putri Hartono. Aku merupakan mahasiswa fakultas kedokteran. Ya, bisa dikatakan sebagai mahasiswa yang berprestasi. Bahkan, aku mendapatkan beasiswa untuk masuk ke universitas yang sangat favorit. Anak yang mempunyai cita-cita dan keinginan yang besar untuk menjadi seorang dokter ahli bedah dengan usahaku tanpa bantuan dana dari siapapun itu, walaupun keluargaku mumpuni secara ekonomi, tetap saja aku menolak bantuan dana apapun itu.

 

Aku memiliki 2 kakak laki-laki, Adrian Hartono dan Jackson Hartono, the most wonderful brother in the world IMO. Ayahku, Jeffri Bagas Hartono ia merupakan pemilik sekaligus ketua direktur suatu perusahaan besar, ia sangat menyayangiku melebihi apapun. Kemudian, ibuku, Anya Melville Malinowski, yup! Ibuku berdarah campuran, ia bekerja sebagai hakim yang sangat sukses, the most beautiful woman in the world, ia sangat tegas, berpendirian, bertanggung jawab, aku sampai mengira dia wanita paling sempurna yang pernah ada, ingin sekali aku mengikuti jejaknya.

 

Kehidupanku sebelumnya tidaklah seindah yang kalian bayangkan, banyak rintangan untuk mencapai dan merealisasikan apa yang terjadi sekarang ini. Senang, susahnya hari-hari kulewati, walau letih kusadar semua ini pasti berbuah manis. Mungkin kalian berpikir, “Enak ya, hidupnya sempurna, kaya, penuh kasih sayang, dan lain-lain.” Akan tetapi, yang kalian lihat dan orang-orang lain lihat hanyalah kulit yang menutupi apa yang sebenarnya terjadi.

 

Saat aku masih duduk dibangku 1 SD, kedua abangku duduk dibangku 4 SD dan 1 SMP. Pulang pergi selalu diantar supir, Pak Cecep, supir yang sangat setia pada keluargaku. Ia sudah bersama kami lebih dari 20 tahun, ia siap mengantar kami kemanapun tujuannya. Aku telah kehilangan salah satu hal yang sangat indah dan sangat aku sayangi di hidupku, seorang yang sangat mendukungku apapun keputusanku, seorang yang selalu mengerti perasaanku, seorang yang sangat dekat secara fisik bahkan secara batin, ialah nenekku.

 

Ia wafat saat aku masih duduk dibangku SD, ia meninggal dikarenakan serangan jantung, luka pertama yang aku dapatkan, luka yang sangat besar telah tertoreh dalam hati dan pikiranku. Saat itupun aku berusaha tegar, aku berusaha untuk tak menangis di hadapan seluruh anggota keluargaku, aku hanya bisa menangis setelah acara pemakamannya telah usai, aku menangis di dalam kesendirian di pinggir pantai dekat resort ayahku, aku habiskan semua air mataku pada saat itu dan setelah itu pula aku mulai kehilangan air mataku.

 

Selayaknya remaja pada umumnya, aku juga memiliki dan mengalami kisah cinta, kisah percintaan yang sangatlah menyedihkan, bukan apa yang seharusnya dialami remaja pada saat itu. William, nama orang yang menemani masa-masa sekolahku dan orang yang selalu mendukungku setelah nenek tiada. Ia merupakan teman masa kecilku, kami sudah berteman sejak lahir, bisa dikatakan keluarga kami mengenal dengan baik, ia lebih tua 2 tahun dibanding aku. Kami satu sekolah saat SMP, mengalami masa-masa sekolah yang indah, penuh sukacita dan penuh tawa. Masa-masa itu pun menumbuhkan rasa suka, sayang bahkan cinta diantara kami, rasa yang tidak pernah kami bayangkan sebagai sahabat.

 

Kemudian, pada saat acara sekolah, saat perlombaan basket, William pun turut menjadi pemain dalam salah satu tim, akupun ikut menyaksikan pertandingan yang cukup sengit itu. “Bruk!” sesuatu yang tak terduga terjadi, kepala William dibanjiri darah. “William!!!” aku pun berteriak dan berlari dengan panik ke arahnya. Aku yang pada saat itu penuh dengan rasa khawatir, sebab melihatnya terbaring lemah, dibanjiri darah, aku pun berkata “Tolong bertahan dan tolong kuatin diri lo, gue masih sayang sama lo, please”.

 

Kemudian, aku meminta PMR yang bertugas di sana untuk segera membawa William ke dalam UKS terlebih dahulu, untuk mendapatkan penanganan pertama. “Bu, tolong bu, TOLONG WILLIAM BU” aku menyeru dengan panik sambil menahan tangisku. “Iya, Clarissa, tapi ibu gak punya alat dan pengetahuan yang mendukung buat menghentikan pendarahan yang dialami William” kata Bu Yani dengan wajah khawatir. Kemudian, dengan inisiatif dan apa yang telah aku pelajari sebelumnya, aku pun mengambil alat-alat seadanya yang ada di UKS.

 

“Kamu mau ngapain nak?” kata Bu Yani. “Pertolongan pertama bu, ini wajib dilakuin bu, ambulan 5 menit lagi baru datang, kalo pendarahannya gak dihentiin bisa bahaya bu” kataku. “Apakah kamu yakin bisa melakukannya?” kata Bu Yani dengan raut wajah bertanya-tanya. “InsyaAllah bu, ibu tolong duduk aja dan terus berdoa” kataku dengan terburu-buru. Aku pun mulai melakukan penanganan pertama kepada William, tak lama dari itu ambulan pun datang tepat saat aku selesai, petugas masuk ke dalam ruangan untuk membawa William ke dalam ambulan, dengan baju yang penuh dengan darah aku juga turut ikut membawa dan mengantar William dalam ambulan.

 

“Ini siapa yang melakukan penanganan pertama?” dengan kaget petugas tersebut bertanya kepadaku “Saya sendiri pak, kenapa ya pak?” tanyaku. “Hebat, usiamu masih remaja, tapi keterampilanmu dalam menangani kasus ini sangatlah baik” kata petugas tersebut dengan terkesan. “Terimakasih pak” kataku dengan sedikit malu.

 

Sampailah kami di rumah sakit, kemudian William segera dibawa ke ruang operasi, 30 menit kemudian dokter pun keluar dari ruang operasi dan berkata “Alhamdulillah operasi berjalan dengan lancar, ini dikarenakan penolongan pertama yang sangat baik, saya dengar itu dilakukan oleh temannya. Kamu ya?” kata dokter sambil menunjuk ke arahku. “Iya pak, apakah saya sudah boleh masuk?” jawabku sambil aku bertanya. “Oh iya tentu, silahkan masuk ke dalam, sepertinya ia sudah siuman, tapi tolong jangan terlalu intens kepada pasien” kata dokter, aku pun mengangguk dan segera masuk ke dalam ruangan.

 

Melihat William yang masih pucat itu, aku dengan spontan langsung memeluknya dan berkata “Lo jangan pernah bikin gue khawatir lagi, ok?” Dengan menahan tangis, ku terus memeluknya, tak ingin kumelepas pelukan itu. “Gue ga bakal kemana-mana, gue tetep disini, nemenin lo” katanya, “Janji ya” seruku, “Iyaa janji” katanya. Peristiwa itu merupakan salah satu peristiwa yang hampir membuatku jatuh, ia merupakan orang pengganti nenek, hanya dia yang benar-benar mengerti apapun tentangku, maka dari itu aku sangatlah khawatir terhadapnya.

 

William dirawat di rumah sakit selama satu minggu penuh, ia ternyata baik-baik saja, ia hanya mendapatkan jahitan ringan, kulit kepalanya terkena pecahan kacamata yang pecah diakibatkan terkena hantaman bola basket. Aku pun lega, melihatnya dapat kembali sehat dan normal.  Pada suatu hari di sekolah, saat aku keluar dari toilet, tiba-tiba William datang ke hadapanku “Loh kok diluar? Ngapain?” tanyaku. “E..enggak, cuma mau ke toilet” jawabnya dengan sedikit gugup.

 

“Oh yaudah sana gih, nanti malah ngompol di sini lagi” kataku sambil bercanda. Akan tetapi, William tiba-tiba memegang kedua tanganku, anak itu, tiba-tiba menyatakan perasaannya kepadaku. “Gu..gue suka sama lo!” katanya sambil memegang tanganku. Aku yang kaget pun hanya bisa membisu, aku yang bertanya-tanya, aku yang tidak tahu harus berkata apa, aku hanya bisa terdiam dan kembali ke dalam kelasku tanpa menjawab dan berkata sepatah kata pun.

 

Siangnya ia menghampiriku lagi, kali ini di sebuah koridor kelas dengan suasana ramai di hadapan teman-teman sekelasku. Tiba-tiba, menjadi hening ketika William mengatakan, “Lo mau ga jadi pacar gue?!” tanyanya. “Hah, apaan sih lo dari pagi ngaco banget” jawabku untuk mengalihkan perhatian. “Gue serius riss” tekannya. “Terima, terima, terima” orang-orang di koridor bersaut-sautan.

 

Sebenarnya aku pun juga memiliki rasa terhadapnya, maka dari itu aku menerima perasaannya dan akhirnya kami jadian serta menjadi sepasang kekasih. Setelah kami berpacaran, tak ada yang berubah, yang berubah hanyalah status kami, yang dulunya hanyalah sepasang sahabat, sekarang telah menjadi sepasang kekasih. Kami melalui masa-masa indah, masa penuh suka cita dan tawa ria. Ya, melakukan apa yang biasanya dilakukan sepasang kekasih, menonton film, makan bersama dan hangout bersama.

 

Tak terasa sudah 2 tahun kami berpacaran, untuk merayakannya, kami melakukan makan malam di suatu resto bintang 5 yang cukup terkenal. Aku mengenakan gaun yang diberikan oleh William, gaun yang sangat cantik dan sangat cocok di badanku. Setelah bersiap, akupun menunggu kedatangan William untuk menjemputku. Sudah sekitar 1 jam aku menunggu tapi belum ada tanda ataupun kabar darinya. “Drrt..!” hp kubergetar ada yang menelpon.

 

“Oh, akhirnya William menelpon” kataku, aku pun mengangkatnya “Halo, kamu di mana? Aku udah nungguin daritadi nih” kataku dengan agak nada sebal. “Halo, Clarissa ini tante, William masuk rumah sakit” kata mamanya William, dengan menahan isak tangisnya. Aku pun terjatuh lemas mendengar kabar itu, aku berusaha tegar berkata, “Kenapa tan? Ada apa? Apa yang terjadi? Rumah sakit mana? Tolong sharelock ke aku” kataku yang tak bisa membendung rasa panik dan khawatir. “Nanti tante jelasin semuanya di rumah sakit, itu udah tante kirim alamatnya” jawabnya. “Aku ke sana sekarang” kataku terburu-buru dan mengakhiri pembicaraan itu.

 

Sampailah aku di rumah sakit, aku segera berlari masuk kedalam rumah sakit dan  bertanya pada perawat, di mana ruangan William dirawat. Setelah mengetahuinya, aku pun terus berlari, berlari dan berlari penuh rasa khawatir. Akhirnya, pun aku sampai dan bertemu dengan mamanya, “Tan, William baik-baik aja kan? Iya kan? Dia bakal sembuhkan?” kataku dengan terengah-engah. Mamanya pun memelukku seraya berkata, “Kita berdoa aja dulu ya Clarissa, kita terus berdoa agar semuanya baik-baik aja, William lagi ditangani dokter, kita tunggu kabar selanjutnya ya” katanya sambil memelukku.

 

“Sebenernya, William kenapa sih tan? Kok bisa sampe gini?” tanyaku. “Tante juga gak tau, tante aja kaget banget pas denger kabar William jatuh di kamar mandi” jawabnya. Tak lama dari itu, dokter pun keluar dari ruangan dan mengatakan, “Mungkin nyawa pasien tak akan bertahan lama, mungkin ia takkan tertolong” kata dokter. “KENAPA DOK? WILLIAM KENAPA?” seruku “Ia mengidap penyakit paru obstruktif kronis, kondisinya sudah sangat akut” kata dokter, aku pun segera masuk ke ruangannya.

 

“WILLIAM, LO UDAH JANJI YA SAMA GUE, LO BAKAL TETEP SAMA GUE! TAPI KENAPA JADI GINI?!” kataku sambil menahan tangis. “Ma… Maaf Ri..rissa, aku ga..ga bi..sa.. ne..pa..patin jan..ji a..aku” kata William dengan terbata-bata. “Kenapa KENAPA INI TERJADI SAMA GUE?! KENAPA” kataku. “Takdir” katanya. Tak lama dari itu, keluarganya pun masuk ke dalam, kemudian setelah mereka berbincang singkat, William pun memanggilku dengan nada lirih, “Rissa, sini” katanya “Ada apa?” kataku “Ingat Rissa, aku sayang sama kamu, aku bakal terus disisimu, a...ku sa...sayang sa..sa..ma ka..kamu Rissa” kata terakhir yang diucapkannya kepadaku. Sakit, sakit sekali melihatnya, membaca kalimat syahadat sebelum ia menghembuskan napas terakhirnya.

 

Aku yang menerima perasaan manis, aku pula yang harus menerima perasaan sakit dan pahit ini. Aku menjalani kehidupanku dengan rasa biru, tak bisa merasakan kasih sayang yang tulus lagi, kedua abangku yang sebelumnya dekat denganku, dan selalu mendukungku juga, pergi untuk meneruskan pendidikannya di luar negeri. Aku pun baru menyadari, ternyata ibuku menolak keras aku untuk masuk di dunia kedokteran.

 

Impianku sejak aku kecil hancur, hancur lebur, karena itu, nenek, William, yang selalu mendukungku pun akan kecewa dengan itu. Perasaanku pun ikut hancur menambah luka di hatiku, tapi aku bisa apa? Ayahku yang mengetahui itu pun membujuk ibuku, untuk setuju dan mendukung keputusanku. Percobaan pertama gagal, kedua, ketiga, dan akhirnya pun ibu menyetujuinya, karena teringat dengan pesan dari nenekku. Aku pun melanjutkan studi tersebut melalui beasiswa yang aku dapatkan.

 

Aku mengidap penyakit yang sangat mustahil untuk disembuhkan. Aku baru mengetahuinya saat usiaku 17 tahun, saat pemeriksaan kesehatan masuk universitas. Aku terus berusaha merahasiakan kondisiku ini dari keluarga dan orang-orang terdekatku. Aku hanya tidak ingin menjadi beban bagi mereka, aku memendam semuanya.

 

Mungkin, penyakit ini disebabkan stres akut dan air mata yang hilang entah ke mana, dan kemudian berubah menjadi gumpalan darah di otakku. Waktuku di dunia ini pun tak lama lagi, hanya tersisa 3 bulan lagi, aku tak mau melakukan operasi karena sama saja, pada akhirnya pun aku akan mati dalam waktu dekat ataupun aku akan mati di meja operasi. Aku tinggal menunggu waktu dan akhirnya pun aku akan bersama dengan William bersama di kehidupan yang abadi. Sampai hari inipun, 3 hari sebelum tanggal kematianku, tak ada yang mengetahuinya, aku menulis ini untuk mengenang masa-masa indahku dengan William.

 

Aku sayang sama kamu William. Inginku terus hidup bersamamu, bersama keluargaku serta orang-orang yang aku sayangi, tapi itu mustahil, itu hanyalah angan-angan yang takkan terwujud. Terima kasih untuk semuanya aku sayang sama kalian semua, terima kasih.

 

Terkadang, dunia itu tak berpihak pada kita, manusia, kita tak tahu kapan kebahagiaan itu hilang dan kita juga tak mengetahui kapan kehancuran itu muncul. Sebagai manusia, kita harus bersiap menerima takdir, menerima apapun yang telah dan akan terjadi dengan lapang dada, sepertiku, aku selalu berusaha untuk tegar menerima semua yang terjadi, termasuk kehilangan. Nenek, William semoga kamu tenang di sana ya, tunggu aku di sana, sebentar lagi aku datang.

Baca selengkapnya »
Entong Gendut: Macan Betawi Pembela Kaum Lemah dan Petani

Entong Gendut: Macan Betawi Pembela Kaum Lemah dan Petani

 

                         Sumber: https://news.detik.com


Oleh: Dyaz Rahmadini Hermawan


    Teman-teman semua yang dulu SD di Jakarta pasti pernah belajar PLBJ, kan? Sebentar, kita flashback dulu. Masih inget gak sih, materinya ada apa saja? Kalo seinget aku nih, materinya tuh ada Ondel-Ondel, Permainan Cici Putri, Permainan Nenek Gerondong, lalu juga ada materi tentang alat musik dan lagu khas DKI Jakarta. Selain itu, di pelajaran PLBJ yang kita pelajari di SD tuh ada juga cerita-cerita heroik dari Sang Jawara Betawi.


Kalau berbicara tentang Sang Jawara Betawi pasti yang langsung terlintas dalam pikiran kita adalah Si Pitung, karena cerita ini juga udah terkenal dan pasti banyak orang tahu. Lalu, yang paling aku inget juga ada Mirah dari Marunda, Murtado Macan Kemayoran, dan Si Jampang.

 

Nah, ada satu kisah Sang Jawara nih yang mungkin banyak orang belum tahu, karena tidak setenar Si Pitung atau Si Jampang. Tapi, pahlawan tetaplah pahlawan. Di daerah kelahirannya, beliau sangat dikenal sebagai Pahlawan Pembela Kaum Tani. Namanya adalah Entong Gendut. Beliau juga sering dipanggil dengan Haji Entong Gendut, karena semasa hidupnya ia telah mengerjakan ibadah haji. Entong Gendut adalah seorang pejuang Betawi dari daerah Condet, yang menentang pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1916. Entong Gendut memegang peran begitu penting dalam berbagai gerakan protes petani di Pulau Jawa pada penghujung abad ke-19 dan awal abad ke-20.

 

Sang Jawara dari Condet ini terkenal sangat saleh dan teguh pada prinsipnya. Dulu, ia pernah ditawarkan menjadi raja muda oleh pihak Belanda, namun ia dengan tegas menolak tawaran tersebut dan tetap teguh pada prinsipnya. Haji Entong Gendut juga dikenal memiliki senjata pamungkasnya, yaitu golok sakti.


Menurut cerita dari salah satu cucunya Haji Entong Gendut yang bernama Baba Taceh, saat Entong Gendut mengeluarkan dan membuka sarung golok saktinya, Belanda langsung bertingkah layaknya orang yang sedang berenang di atas tanah. Biasanya usai berenang di atas tanah, para Belanda langsung lari terbirit-birit meninggalkan Entong Gendut. Hingga saat ini, golok sakti itu masih tersimpan di rumah adik dari Baba Taceh yang bernama Mak Inong.

 

Di sekitar abad ke-17, orang Belanda menyebut Condet dengan sebutan Groeneveld, yang berarti Tanah Hijau. Saat itu, Condet termasuk bagian dari tanah partikulir Tandjoeng Oost atau Tanjung Timur milik Peter Van Der Velde asal Amersfoort. Pada tahun 1860, ia meninggal dan Groeneveld menjadi milik putrinya yang bernama Dina Cornelia, yang menikah dengan Tjaling Ament, asal Kota Dokkum, Belanda Utara. Ament melanjutkan usaha mertuanya, yaitu meningkatkan usaha pertanian dan peternakan.

 

Setelah Tjaling Ament dan istrinya meninggal, Groeneveld diambil alih oleh Lady Rollinson, seorang bangsawan dari Inggris. Sebagai tuan tanah yang menguasai Condet, ia mengharuskan rakyat Condet membayar pajak yang nantinya akan ditagih oleh para mandor dan centeng tuan tanah. Pajak (blasting) sebesar 25 sen yang harus dibayarkan setiap minggu dinilai sangat memberatkan bagi rakyat, karena harga beras masa itu hanya sekitar 4 sen per kilogram.


Lebih kejamnya lagi, konsekuensi bagi penduduk yang tak mampu membayar blasting adalah melakukan kerja paksa berupa penggarapan sawah dan kebun tuan tanah selama sepekan. Bahkan, jika pemilik sawah atau kebun yang belum membayar pajak, maka hukumannya lebih berat, yaitu hasil sawah dan kebunnya tidak boleh dipanen.

 

Selain itu, Kompeni lewat peraturan Gubernemen tahun 1912 melegitimasi perilaku sewenang-wenang para tuan tanah Eropa terhadap para petani. Aturan itu memberi ruang bagi tuan tanah untuk menindak petani yang gagal bayar pajak melalui pengadilan. Tak tanggung-tanggung, jumlah tindakan lewat pengadilan itu begitu banyak. Pada 1913 saja pengadilan menangani dua ribu perkara kegagalan petani dalam membayar pajak kepada empunya tanah. Selanjutnya, ada lima ratus perkara di tahun 1914 dan tiga ratus perkara di tahun 1915.

 

Eksekusi pengadilan pun mendatangkan kebencian dari kaum bumiputra. Kaum tani sering dibuat bangkrut karena eksekusi pengadilan. Apalagi, harta kaum tani pun banyak disita, dijual, atau dibakar pengadilan. Tambah keji lagi, sang tuan tanah yang egois dan hanya memikirkan keuntungan mengambil kesempatan dalam kesempitan. Tidak habis pikir, dalam posisi seperti ini, mereka malah memanfaatkan kesempatan itu untuk menaikkan pungutan pajak.

 

Mendengar dan menyaksikan semua penderitaan itulah, timbul kegeraman dalam diri Haji Entong Gendut. Kegeraman Entong Gendut meledak saat pengadilan di Meester Cornelis (Jatinegara) 'memeras' seorang petani bernama Taba lewat pengadilan. Taba adalah petani dari Batu Ampar (Condet). Pada 14 Mei 1914, Taba diperintahkan pengadilan untuk membayar 7,20 gulden, ditambah ongkos perkara. Pengadilan pun memberi tenggat waktu hingga 15 Maret 1916 untuk membayar perkara. Bila tak mampu bayar, pihak berwajib akan menyita barang Taba dan menjualnya.

 

Situasi kemudian memanas. Warga setempat dan para tetangga Taba marah. Mereka bersatu dalam kegeraman dan segera bersiasat melakukan perlawanan. Ketika para yang berwajib datang untuk melaksanakan hukuman, mereka berkumpul di Kebon Jaimin di sebelah utara untuk mencegah nasib buruk yang sudah dijatuhkan ke kepala Taba. Entong Gendut juga hadir di sana. Sayangnya, rakyat gagal, walaupun telah berteriak-teriak, maki-maki, dan berdoa.

 

Namun, tak berhenti sampai situ saja, penduduk Batu Ampar mulai bergabung dengan perkumpulan bela diri yang dipimpin oleh Entong Gendut, Maliki, dan Modin, serta ditetapkan delapan wazir dan dua prajurit. Anggota perkumpulan terus bertambah hingga mencapai sekitar 400 anggota. Dengan ilmu bela diri yang dimiliki dan kerja sama dari penduduk Batu Ampar, mereka berniat mencegah para pegawai pemerintah mengeksekusi harta petani dari berbagai putusan pengadilan distrik. Banyaknya petani yang bergabung dalam perkumpulan membuat Entong Gendut semakin percaya diri melakukan aksi kedua.

 

Pada 5 April 1916, di Landhuis (rumah peristirahatan) Gedong Villa Nova milik Lady Rollinson Van Der Passe di perkebunan Cililitan sedang diadakan pesta tari Topeng dan kegiatan lainnya bersama para tuan tanah. Kemudian, sekitar jam 11 malam aksi kedua pun dimulai, Haji Entong Gendut beserta tokoh Condet dan anggota perkumpulannya menuju ke kediaman Lady Rollinson.


Mereka melakukan perlawanan fisik, mulai dengan merusak kendaraan milik tuan tanah Tandjong Oost, D.C. Ament, sampai menghentikan pertunjukan topeng di halaman gedung. Pemerintah kolonial Belanda terpaksa turun tangan karena kelompok Entong Gendut sudah dianggap mengganggu.

 

Setelahnya, Entong Gendut menjadi orang yang paling dicari Belanda. Pihak pemerintah kolonial melakukan berbagai upaya untuk menangkap Haji Entong Gendut yang dianggap membangkang. Sampai-sampai, Wedana Meester Cornelis pun mengerahkan satuan kepolisian untuk mengepung rumah Entong Gendut di Batu Ampar. Entong Gendut tidak takut dan tampak siap menanti kedatangan sang wedana sambil menggenggam golok saktinya, lalu disusul oleh puluhan orang bersenjata anggota Entong Gendut. Di situlah dirinya memproklamirkan diri sebagai raja. Mereka juga menyatakan tak akan tunduk kepada siapa pun, termasuk hukum kolonial.

 

Rumah Entong Gendut kembali lagi didatangi oleh Wedena Meester Cornelis. Kali ini, kelompok Entong Gendut berhasil menawan wedana. Namun, hal itu harus ditebus dengan kematian Entong Gendut oleh peluru pasukan Belanda. Entong Gendut pun tewas pada 10 April 1916. Namun, sampai saat ini makamnya tak diketahui rimbanya, ada yang mengatakan di Kemang, Jakarta Selatan, namun ada juga yang mengatakan di Kampung Wadas, Bogor.

 

Ada berbagai versi mengenai kematian Entong Gendut. Pertama, Entong Gendut meninggal bukan di Kampung Gedong namun di Batuampar, saat melewati sungai karena dikejar-kejar tentara kolonial Belanda. Konon, menurut cerita dari warga, kekebalan Entong Gendut akan luntur apabila terkena air sungai. Kedua, jasad Entong Gendut diangkut oleh pihak kolonial Belanda, kemudian diceburkan ke laut.

 

Setelah pemberontakan itu dan meninggalnya Haji Entong Gendut, tindakan para tuan tanah dan Kompeni terhadap rakyat Condet semakin kejam, sehingga tidak ada seorang pun orang dewasa yang berani tinggal di Condet. Mereka semua melarikan diri dari kejaran Belanda.


Bahkan, sampai tidak ada yang berani mengaku orang Condet, karena kala itu banyak pemuda Condet yang ditangkap dan pulang tinggal nama. Keadaan tersebut digambarkan dalam sebuah pantun yang diingat turun temurun oleh masyarakat Betawi, yaitu:

 

Ular kadut mati di kobak

Burung betet makanin laron

Entong Gendut mati ditembak

Orang Condet pada buron

Baca selengkapnya »
Memahami Emosional Keperempuanan Dalam Film "Little Women"

Memahami Emosional Keperempuanan Dalam Film "Little Women"

 

                     Sumber: https://www.catchplay.com


Oleh: Umni Syahda Zalfa

Tentang Sutradara dan Penulis

Greta Gerwig adalah penulis skenario sekaligus sutradara yang menggarap film Little Women (2019) ini. Sebelum menjadi sutradara, ia terlebih dahulu menjadi seorang aktris. Ia memulai kariernya sebagai aktris dalam 'Mumblecore', film beranggaran rendah tentang anak muda yang biasanya mengandalkan improvisasi. Greta Gerwig lalu bekerja sama dengan sejumlah sutradara terkemuka, termasuk Woody Allen dan Whit Stillman. Ia muncul di film mainstream setelah membintangi 'Greenberg' bersama Ben Stiller dan Jennifer Lason Leigh.

 

Di sana, ia berjumpa dengan Noah Baumbach yang akhirnya menjadi pasangannya pada 2011. Keduanya lalu turut menulis film 'Frances Ha' pada 2013, ia juga membintangi film itu. 'Lady Bird' adalah debut Grerwig sebagai sutradara solo. Dan ini jadi salah satu film paling bagus tahun ini setelah debutnya di Telluride Film Festival pada September dan rangkaian festival, mencakup Toronto International Film Festival dan New York Film Festival. Film ini berhasil mengantarkan Saorise Ronan mendapatkan nominasi Best Actress. Hal ini semakin memperkuat reputasi Gerwig sebagai salah satu sutradara paling muda menjanjikan dan terkenal di Hollywood.

 

Greta Gerwig berada di urutan kelima sutradara perempuan yang mendapatkan pengakuan dan masuk dalam nominasi Sutradara Terbaik. Ia adalah wanita kelima yang dinominasikan untuk Best Director dalam sejarah Oscar. Greta memberi gebrakan pada dunia karena akhirnya banyak orang membuka matanya pada bakat dan kemampuan para sutradara perempuan. Little Women adalah film kerja sama keduanya dengan Saoirse Ronan setelah Lady Bird (2016).

 

Tujuan Pembuatan Film

Little Women diangkat dari novel berjudul sama pada tahun 1868 karya penulis Amerika, Louisa May Alcott. Film ini bukanlah adaptasi pertama dari novel tersebut karena sebelumnya sudah diadaptasi  dua kali yaitu di tahun 1970 dan 1994. Tujuan Greta menggarap dan berniat mengadaptasi

 

Little Women pada dasarnya karena ia ingin memberi tahu perempuan di seluruh dunia perihal isu-isu female empowerment yang masih menjadi isu sosial hingga saat ini. Sosok sentral dalam tokoh ini yaitu Jo mendobrak stereotip bahwa selesai sekolah seorang perempuan harus menikah dengan orang lain. Jo memberi pandangan baru bagi perempuan bagaimana meraih mimpi tanpa harus bergantung pada ekspektasi orang di sekelilingnya. Greta sendiri memiliki ketertarikan terhadap woman empowerment.

 

Ketika menawarkan diri untuk menggarap film ini, Greta belum memiliki jam terbang tinggi sebagai sutradara, tapi berani menawarkan diri untuk menyutradarai Little Women, karya yang memang punya tempat spesial di hati para penikmat literatur dan rakyat Amerika Serikat.

 

Bahkan, novel ini sudah mengalami adaptasi tiga kali baik ke layar lebar maupun serial televisi. Namun, pada akhirnya, Gerwig berhasil meramu kisah klasik dari buku Louisa May Alcott itu menjadi suguhan segar, bahkan menambah makna yang tak terasa dalam tiga adaptasi sebelumnya, kemudian dibumbui dengan romansa dan humor pas.

 

Sinopsis Film

Little Women bercerita tentang empat bersaudara keluarga March yang bernama Meg (Emma Watson), Jo (Saoirse Ronan), Beth (Eliza Scanlen), dan Amy (Florence Pugh). Keempatnya memiliki passion yang berbeda satu sama lain. Jo, anak kedua sekaligus tokoh utama dalam film ini gemar menulis dan memiliki keinginan untuk meneruskan hobinya menjadi sebuah buku.

 

Meg, si sulung yang berprofesi sebagai seorang guru. Sedangkan dua saudara lainnya yaitu Beth dan Amy sama-sama menyukai seni. Amy sangat berambisi suatu saat dapat menjadi seorang seniman di New York dan Beth yang gemar memainkan piano. Mereka lahir dan besar di Massachussetts.

 

Ayah mereka berjuang di medan perang dan ditempatkan di Washington. Walau tak kaya, tapi sang Ibu (Laura Dern) – yang mereka panggil Marmie – mendidik para gadis tersebut untuk peduli pada sesama. Mereka sering membagikan makanan kepada janda dan anak-anak kecil yang tinggal di sekitar tempat tinggal mereka. Lebih jauh lagi, ibunya juga memberi ruang bagi mereka untuk berani memutuskan hal-hal besar di hidup masing-masing, termasuk soal pernikahan.

 

Di suatu malam, Meg dan Jo yang sedang menghadiri pesta dansa bertemu dengan Laurie (Timothée Chalamet) teman masa kecil mereka. Laurie adalah seorang pemuda tampan bangsawan keluarga Laurence yang tinggal berseberangan dengan mereka. Laurie menyadari bahwa ia mencintai Jo sejak pertama kali mereka bertemu, tetapi karena beberapa alasan memilih untuk tidak mengatakannya. Walaupun demikian, hubungan keluarga March dan Laurence sangat baik. Sang kakek, Mr. Laurence, bahkan menghadiahkan piano milik mendiang putrinya kepada Beth karena ia tahu Beth gemar bermain piano.

 

Meg akhirnya menikah dengan John (James Norton) yang dulunya adalah tutor Laurie. Pada hari pernikahan John dan Meg, Jo berniat untuk melarikan diri karena kecewa dengan pilihan Meg yang memutuskan untuk menikah muda, tetapi Meg memberitahu bahwa ia senang menikah dengan John.  Jo merasa kecewa karena ia menyangka Meg masih bertahan dengan impiannya terdahulu yaitu menikah dengan pria kaya agar bebas dari pekerjaan domestik yang kasar. Di waktu yang sama, Bibi March mengumumkan perjalanannya ke Eropa, tetapi ia mengambil Amy alih-alih Jo.  Laurie merasa bahwa itulah saat yang tepat untuk mengakui perasaannya terhadap Jo, tetapi Jo bersikeras ia tidak akan pernah memiliki perasaan lebih terhadap Laurie. Jo meminta Laurie untuk menemukan wanita lain yang bisa mencintai Laurie.

 

Suatu ketika, Beth yang polos dan baik menderita sakit demam Scarlet dari keluarga Hummels berdarah hingga akhirnya meninggal. Amy, yang belum pernah menderita penyakit itu sebelumnya, dikirim untuk tinggal bersama bibi March. Ini membuat duka yang mendalam bagi semua anggota keluarga.  Di sinilah konflik muncul ketika Jo menolak cinta Laurie, lalu memutuskan untuk pergi ke New York dan meneruskan mimpinya menjadi penulis. Laurie yang putus asa kemudian berlibur di Paris dan bertemu dengan Amy. Jo merasakan sedikit penyesalan atas penolakannya terhadap Laurie dahulu karena ia kini merasakan kesepian.

 

Inti/Isi Resensi

Little Women memberi kesan cute dan menyenangkan ketika kita mendengarnya. Setelah menonton filmnya, ternyata judul yang terkesan ceria tersebut mengulik cerita pergolakan batin wanita yang hidup pada tahun 1890-an. Di masa itu, lazim bagi wanita yang sudah tamat sekolah untuk menikah dengan pria yang meminangnya dan menjadi ibu rumah tangga. Secara literasi, Little Women originally sudah bisa dikategorikan sebagai otobiografi lantaran Alcott menulis cerita ini berdasarkan kejadian hidupnya dan keluarga.

 

Sosok Jo adalah representasi Alcott. Pencinta sastra dan kebebasan. Alih-alih mencari calon suami, saat dewasa dia memilih berkutat dengan anak didik dan tulisan-tulisan ketika menetap di rumah kosnya di New York.  Namun demi tujuan penjualan, Greta harus melakukan beberapa penyesuaian. Di sinilah letak peran penting Gerwig; ia mendedikasikan adaptasi versinya ini ini untuk pilihan hidup personal yang sudah dipilih oleh pengarang.

 

Dari segi cerita, Little Women memang sudah kuat, terbukti dari setidaknya tiga adaptasi layar lebar sebelumnya yang tak pernah gagal. Adaptasi yang pertama pada 1933 bahkan dinobatkan sebagai film terbaik di ajang Oscar. Bedanya, Gerwig menambah makna konteks dari kisah ini. Jika adaptasi sebelumnya hanya bercerita tentang March bersaudara, di Little Women (2019) ini Greta menambahkan bumbu romansa dan sedikit komedi untuk menyegarkan suasana.

 

Latar waktu tahun 1890-an yang menjadi latar dalam film ini tidak lantas membuat penonton tidak tertarik dan kurang relate. Justru inilah yang menjadi daya tarik film ini terlebih dengan kostum yang menarik dan memberi kesan anggun dikenakan para pemeran wanita.

 

Kostum khas wanita pada era itu membuat penonton terkesima dengan kesederhanaan sekaligus kemewahan di waktu yang sama. Detail kostum yang ditampilkan oleh desainer dan tim produksi untuk para pemeran Little Women memang tidak main-main. Usaha ini berbuah manis ketika Little Women berhasil meraih penghargaan Best Costume Design pada ajang nominasi film paling bergengsi, Academy Award.

 

Premis yang diangkat dalam film ini juga masih sangat relate dengan isu sosial terkini. Jo anak kedua dari keluarga March adalah saudara yang paling banyak mengalah sekaligus paling keras kepala dalam memperjuangkan impian dan masa depannya. Ia percaya perubahan dapat terjadi dalam kehidupan wanita yang hidup pada era itu. Jo bahkan rela meninggalkan keluarga dan tanah kelahiranya untuk kemudian hidup di sebuah rumah kontrakan di New York.

 

Jo terus-menerus mencoba mengirimkan naskahnya kepada penerbit. Namun, berkali-kali ditolak karena Jo tidak menuliskan akhir bahagia dalam ceritanya, di mana karakter wanita menikah dengan karakter pria. Dalam pemikirannya, happy ending tidak harus diakhiri dengan pernikahan karena wanita juga dapat melanjutkan hidupnya walaupun sendiri.

 

Bumbu romansa yang ditambahkan dalam film ini juga berpengaruh pada keseluruhan mood yang dibangun dalam film ini. Tidak berlebihan, tetapi juga bukan sekadar tempelan tanpa arti. Romansa pemuda yang digambarkan dalam karakter Jo, Laurie, dan Amy berhasil menyajikan suasana hangat dan memikat yang membuat penonton semakin betah ketika menonton.

 

Pembagian porsi pada keempat pemain juga cukup adil. Dibanding dengan adaptasi terdahulunya yang terlalu fokus pada karakter Jo. Little Women (2019) ini berhasil menceritakan keempat March bersaudara tanpa mengesampingkan peran Jo sebagai tokoh sentral. Dari segi alur, Gerwig memilih alur campuran dalam menyuguhkan cerita keluarga March ini. Melalui maju-mundur, tokoh Jo akan menuntun penonton untuk mengikuti kilas balik kehidupannya di masa lampau sekaligus menyuguhkan kejadian nyata di masa kini.

 

Keunggulan Film

Beberapa keunggulan yang dimiliki ini antara lain adalah sebagai berikut :

 

Karakter yang kuat dan chemistry antarpemain


Walaupun film kisah dalam film ini berpusat pada karakter Jo, penampilan pemain lain tidak boleh diabaikan karena memang semenarik dan se-powerful itu. Kemampuan acting  para pemain yang relatif muda (berusia 20-an) tidak kalah dibandingkan dengan pemain senior lainnya seperti Laura Dern dan Meryl Streep yang merupakan Oscar Winner. Sudah bukan rahasia lagi bahwa salah stau daya tarik film ini adalah pemerannya yang  bertabur bintang.

 

Gerwig tidak salah memilih Saoirse Ronan untuk memerankan sosok Jo sebagai tokoh sentral dalam film ini. Di usia dua puluh lima tahun, Ronan tidak pernah main-main dengan actingnya. Perannya sebagai Jo juga menuai banyak pujian. Di sisi lain; Emma Watson, Florence Pugh, dan  Timothée Chalamet  bukanlah nama baru dalam Hollywood.

 

Chemistry yang terjalin antara mereka cukup natural dan hangat sehingga mampu menampilkan suasana kekeluargaan yang begitu kental. Menyusul Saoirse Ronan, penampilan yang paling mencuri perhatian adalah Florence Pugh yang memerankan karakter Amy, adik Jo. Keduanya memang dikisahkan memiliki konflik yang cukup rumit dengan karakter Jo yang diperankan Saoirse. Perpaduan di antara keduanya sangat spektakuler.

 

Dialog yang berkesan

Komponen lain yang menjadi kekuatan dalam film ini adalah dialognya. Little Women diadaptasi dari sebuah novel karya Louisa May Alcott, merupakan novel klasik Amerika yang berumur hampir 2 abad dan telah diterjemahkan ke berbagai bahasa di dunia. Namun, script dalam film ini tidak dikutip secara langsung melalui novel tersebut.

 

Greta melakukan berbagai penyesuaian untuk mengejawantahkan novel aslinya menjadi sebuah script yang ciamik. Banyak quote menarik yang bertebaran sepanjang  film. Tidak hanya dialog bernada serius, dialog jenaka pun kerap dilontarkan oleh para karakternya. Salah satu quote yang cukup dalam maknanya adalah Women have minds and souls as well as just hearts, and they've got ambition and talent as well as just beauty. And I'm sick of people saying love is all a woman is fit for.

 

Makna yang disampaikan

Gerwig berhasil menyajikan makna yang mendasarinya membuat film ini sampai kepada penonton. Apabila ada dua kata yang menggambarkan film ini secara keseluruhan, tentu jawabannya adalah perempuan dan impian. Pada masa itu, normal bagi perempuan untuk menikah, terutama perempuan dari keluarga miskin akan berjuang untuk menikahi laki-laki kaya guna meningkatkan hidupnya dan keluarganya.

 

Perbedaan pandangan dalam film ini ditampilkan Greta secara sentral melalui tokoh Meg, Jo, dan Amy. Ia menikahi John Brooke, seorang tutor bahasa, dan membangun keluarga dengan ekonomi yang terbatas. Keputusan Meg untuk menikah berdasarkan cinta dan mengesampingkan faktor harta menjadi kontras apabila dibandingkan dengan Meg muda yang selalu mendambakan kemewahan dan kekayaan.Kontras dengan Meg, Jo ditampilkan sebagai sosok keras kepala yang memiliki jiwa pemberontak dan semangat emansipasi wanita.

 

Jo tidak pernah membayangkan dirinya akan menikah dan berkeluarga (walaupun akhirnya ia menikah dengan pria yang benar-benar dicintai dan mencintainya). Tidak ada yang lebih baik dan buruk. Keduanya adalah impian yang sama berharganya.

 

Kelemahan Film

Cukup sulit untuk menemukan kelemahan dalam film ini.  Adapun komponen yang menjadi kekurangan dalam film ini antara lain :

 

Penuturan cerita di awal yang terasa cukup membosankan

Sebagai opening, pengisahan yang ditampilkan terlalu panjang dan bertele-tele. Padahal, kesan pertama merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah film dan kesan pertama itu diperoleh dari bagian opening.

 

Alur campuran yang sedikit membingungkan

Alur campuran yang digunakan serta perpindahan dari satu scene ke scene lainnya juga sedikit membingungkan. Di mana perpindahan scene dalam cerita itu sangat jauh dan membutuhkan waktu sepersekian menit untuk menyadari apa yang sedang terjadi.

 

Sebagai penutup, saya merekomendasikan film ini karena banyak pesan dan nilai positif yang terkandung di dalamnya. Film ini layak ditonton banyak orang, bahkan, dapat menjadi pilihan untuk ditonton ketika bersama keluarga.
Baca selengkapnya »
Sejumput Kontroversial Sejarah Indonesia

Sejumput Kontroversial Sejarah Indonesia

Sumber: Penangkapan Pangeran Diponegoro karya Raden Saleh

Oleh: Vanessa Thalha


"Sejarah adalah seperangkat kebohongan yang disepakati."  -Napoleon Bonaparte-


    Sejarah, pelajaran yang katanya 'mudah' telah menemani para peserta didik mulai dari jenjang Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, hingga universitas pun, ketika menjadi mahasiswa, tetap ada dan eksis. Mata pelajaran ini mengandung 'ilmu sihir' yang dapat menghipnotis para peserta didik sampai ke alam mimpi.

 

Tapi, bagaimana jika aku mengatakan, bahwa pelajaran sejarah sebenarnya lebih menarik untuk dibahas lebih dalam dari yang kita pikirkan? Akankah kalian setuju? Sejarah Indonesia yang kita ketahui sekarang, dapat dikatakan sebagai hal yang sungguh 'misterius', khususnya untuk generasi kita dan generasi selanjutnya. Lantas, apakah sejarah yang selama ini kita tahu melalui pendidikan atau pembelajaran di sekolah itu sudah tepat? Atau, terdapat kebohongan-kebohongan atau hal-hal yang memiliki kekeliruan, kemisteriusan, atau hal disembunyikan disebabkan oleh kepentingan tertentu? Mari simak penjelasannya!

 

Dilansir dari situs University of Cambridge, sejarah adalah peristiwa yang telah terjadi pada masa lalu dan dapat diketahui melalui peninggalan pada masa peristiwa terjadi. Dengan demikian, catatan dari kejadian yang terjadi pada masa lalu dapat menimbulkan kontroversi di masa kini. Menurut KBBI, kon·tro·ver·si /kontrovérsi/ berarti perdebatan; persengketaan; pertentangan. Dikatakan kontroversi, dikarenakan terdapat perbedaan pendapat dengan memiliki landasan yang cukup kuat juga. Kontroversi tidak hanya terjadi dalam penulisan Sejarah Indonesia saja. Dalam penulisan sejarah tentang Magna Charta di Inggris, begitu menjadi inspirasi sampai terkesan dilebih-lebihkan, sehingga dianggap sebagai tonggak demokrasi modern.

 

Berikut adalah kontroversi dan kebohongan  dalam Sejarah Indonesia:


Penjajahan Belanda



Pada zaman dahulu, tercatat dalam sejarah terdapat 6 negara yang pernah menjajah  Indonesia, yaitu Portugis, Spanyol, Belanda, Prancis, Inggris, dan Jepang. Nah, ketika mendengar kata "penjajahan" ini, negara manakah yang terlebih dahulu terlintas di kepala kalian? Kalau aku sih, Negara Belanda. Sejak SD, SMP,  SMA, pada umumnya, guru sejarah akan mengatakan bahwa Indonesia dijajah Belanda selama 350 tahun. Bahkan, dalam pidatonya di tahun 1950, Presiden Soekarno pun mengatakan bahwa Indonesia telah dijajah oleh Belanda selama 350 tahun. Jika dipikirkan kembali, 350 tahun adalah tahun yang sangat lama, bukan?

 

Dari segi hukum dan sejarah kolonial, Indonesia tidak dijajah selama 350 tahun oleh Belanda. Tunggu-tunggu, kalian sudah tahu belum apa itu arti dari kata jajah itu sendiri? Dilansir dari KBBI, ja·jah /men·ja·jah itu berarti bepergian keluar masuk suatu daerah (negeri dan sebagainya) dari kota ke kota, dari desa ke desa; menguasai dan memerintah suatu negeri.

 

Lantas, mengapa Presiden Soekarno pada saat itu mengatakan bahwa Indonesia dijajah selama 350 tahun, ya? Jadi, Ucapan Bung Karno pada saat itu tidak lain adalah untuk membalas perkataan penguasa-penguasa Hindia Belanda, salah satunya ialah Bonifacius Cornelis de Jonge yang berkata, "Belanda sudah berkuasa 300 tahun dan masih akan berkuasa 300 tahun lagi!" Selain itu, ucapan Bung Karno ini, bertujuan pula untuk membangkitkan semangat rakyat Indonesia saat mempertahankan kemerdekaan.

 

Memang benar, Bangsa Belanda datang ke Indonesia pada tahun 1595 dan Indonesia merdeka pada 1945. Namun, mereka tidak langsung menguasai Indonesia. Belanda baru bisa menguasai Indonesia setelah 325 tahun berjuang dan selama 25 tahun sisanya, Belanda baru bisa menguasai Indonesia secara sepenuhnya. Pernyataan ini diperkuat oleh seorang sejarawan, yaitu Prof.Mr.G.J.Resink. Jadi, apakah kalian tetap berpendapat bahwa Belanda menjajah Indonesia selama 350 tahun? Atau, kalian berpendapat bahwa Indonesia hanya terjajah selama 25 tahun saja? Atau, bisa jadi, kalian memiliki pendapat lainnya ?

 

Peristiwa G30S

Apa itu G30S? Dilansir dari Kompas.com, G30S atau yang biasa dikenal dengan G30S/PKI adalah peristiwa pembunuhan enam jenderal dan satu perwira Angkatan Darat yang berlangsung pada 30 September 1965. Mengutip dari kemdikbud.go.id, G30S ini menjadi tragedi yang kontroversial dan mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hingga kini, masih menjadi sebuah pertanyaan ataupun teka-teki, terkait apa yang sesungguhnya terjadi pada malam tersebut? Dari berbagai referensi terkait peristiwa Gerakan 30 September 1965, dapat dikemukakan, bahwa ada empat teori yang mencoba menjelaskan tentang apa yang terjadi pada malam itu. Empat teori tersebut ialah:

 

    Peristiwa G30S adalah murni masalah internal TNI-AD;

    G30S adalah konspirasi bersama antara Inggris-Amerika;

    G30S adalah dirancang sendiri oleh PKI sebagai jalan pintas menuju kekuasaan;

    G30S adalah skenario Presiden Soekarno.

 

Soeharto sebagai  pahlawan nasional

Mantan Presiden Soeharto meninggal dunia 27 Januari 2008, kematiannya menyisakan polemik serta kontroversi. Sejumlah kalangan mendesak pemerintah memberi gelar pahlawan nasional kepada penguasa Orde baru itu. Namun, ada yang menilai gelar pahlawan tidak layak diberikan kepadanya. Republika on Line (ROL) mengadakan jajak pendapat soal pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto. Dari jajak pendapat yang dilakukan pada 1-8 Februari 2008, dengan responden sebanyak 1256, pada umumnya menyatakan tidak setuju (32,2% sangat tidak setuju dan 24,7 % tidak setuju), hanya 18 persen yang sangat setuju dan 18,1% yang setuju pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto.

 

Sangat sulit untuk menentukan bagaimana peran Soeharto dalam sejarah Indonesia sekarang ini. Eros Djarot (2006:41) dalam buku “Siapa Sebenarnya Soeharto: Fakta dan Kesaksian Para Pelaku Sejarah G-30-S/PKI”, menyebut bahwa Soeharto nyaris dipecat karena menggunakan kuasa militernya sebagai Pangdam Diponegoro untuk memungut uang dari berbagai perusahaan di Jawa Tengah.

 

Selain itu, Soeharto juga ketahuan melakukan penyelewengan dengan menyelundupkan gula dan kapuk ilegal bersama Bob Hasan dan Liem Sioe Liong. Soeharto dikaitkan dengan G30S, karena dianggap orang yang paling diuntungkan dari peristiwa tersebut, untuk ‘merebut’ kekuasaan dari tangan Soekarno. Rezim Soeharto juga disorot dalam perkara-perkara pelanggaran hak asasi manusia. Seperti kasus penembakan misterius yang terkait kriminalitas, daerah operasi militer di Aceh dan Papua, peristiwa Talangsari, sampai penculikan dan kerusuhan Mei 1998.

 

Terlapas dari semua itu, Selama Orde Baru, Soeharto mencanangkan perbaikan untuk Indonesia lewat pembangunan terencana yang diaplikasikan melalui tahapan Repelita. Tahun 1984, Indonesia meraih swasembada pangan yang membuat Soeharto mendapat kehormatan berpidato dalam Konferensi ke-23 Food and Agriculture Organization (FAO) di Roma, Italia, pada 14 November 1985.

 

Soeharto juga memberikan bantuan 100.000 ton padi untuk korban kelaparan di Afrika. Selain itu, Soeharto juga membangkitkan Indonesia dari keterpurukan ekonomi. Pada Tahun 1967, Indonesia  punya utang luar negeri sebesar 700 juta dolar AS, dan Soeharto dibantu para pakar ekonomi, terutama Soemitro Djojohadikoesoemo, membalikkan keadaan yang berpuncak pada swasembada pangan pada 1984 (Laidin Girsang, Indonesia Sejak Orde Baru, 1979:41).


Nah, itulah beberapa hal dan kontroversi yang tersembunyi dibalik peristiwa-peristiwa bersejarah di Indonesia. Gimana nih, menurut kalian tentang penjelasan di atas? Apakah kalian memiliki pemikiran yang sama, atau malah sebaliknya nih? Yuk, serukan pendapat kalian pada kolom komentar di bawah!

Baca selengkapnya »