Kerajaan Mataram Kuno dan Keruntuhan

 

 oleh: Amos Glory Aji Permana, Arsene Lewys Ringo Pakaila, David Rossi Anthony, Muhammad Putra Hazzar Aswad, Ziyad Alim

    Keruntuhan suatu kerajaan tentu saja disebabkan oleh banyak faktor. Tidak mungkin suatu kerajaan yang begitu besar dan megahnya runtuh karena satu faktor saja. Kerajaan Hindu- Buddha runtuh salah satu akibat masuknya kerajaan-kerajaan Islam yang disertai dengan kondisi internal kerajaan yang semakin memburuk. Pada masa kerajaan Hindu-Buddha juga terjadi perselisihan antar-kerajaan yang disebabkan oleh keinginan untuk memperluas daerah kekuasaan, niat balas dendam, konflik interal, konflik eksternal, dan sebagainya. Salah satu kerajaan Hindu-Buddha yang pernah berdiri di Indonesia yaitu kerajaan Mataram Kuno. Kerajaan Mataram kuno berdiri pada abad ke-8. Kerajaan ini mulai runtuh pada awal abad ke-11. Beberapa faktor yang menjadi penyebab keruntuhkan kerajaan Mataram Kuno antara lain sebagai berikut.


Letusan Gunung Berapi

Akibatnya, pemerintahan kerajaan Mataram kuno di Jawa Tengah runtuh. Mpu Sindok pun menjadi raja Mataram yang menguasai Jawa Timur. Ini terjadi setelah pusat kerajaan  dipindahkan  dari  Jawa  Tengah  ke  Jawa  Timur.  Seperti  diketahui,  masa pemerintahan Raja Rakai Sumba Dyah Wawa di Mataram tiba-tiba berakhir. Lenyapnya pemerintahan Mataram di Jawa Tengah tidak lain disebabkan oleh letusan gunung berapi yang mengubur ibu kota kerajaan. Ini kutipan dari buku Airlangga: Biografi Raja Pembaharu Jawa Abad ke-11" oleh Ninie Susanti.

 

Saat itu, akibat letusan gunung berapi yang masif, sebagian puncak gunung menghilang dan lapisan tanah bermigrasi ke barat daya. Hasilnya adalah lipatan-lipatan yang antara lain membentuk lempengan Pegunungan Menoreh. Letusan tersebut disertai dengan gempa bumi, aliran lahar, hujan abu, dan bebatuan yang sangat dahsyat. Fenomena ini bahkan melanda ibu kota Medang di Kerajaan Mataram. Bencana ini juga merusak ibu kota Medang dan banyak pemukiman penduduk di Jawa Tengah. Itulah alasan utama pemindahan ibu kota Kerajaan Mataram dari Medang ke Tamwlang di Kecamatan Kanuruhan Jawa Timur. Menurut dasar kosmogoni kerajaan, kerajaan baru dipandang sebagai dunia baru dengan tempat ibadah baru dan diperintah oleh dinasti baru. Oleh

 

karena itu, meskipun Mpu Sindok sebenarnya masih dari dinasti Sailendra, statusnya dulu seperti Rakai Halu dan Rakai Hino pada masa pemerintahan Rakai Layang dan Rakai Sumba Dyah Wawa. Namun ia dianggap sebagai pendiri dinasti baru yaitu dinasti Isana. Namun, mungkin juga perubahan di pusat kekaisaran ditafsirkan agak berbeda dari bencana alam sederhana yang terjadi sebagai satu-satunya penyebab.

 

Seperti diketahui, perkembangan kehidupan ekonomi sangat membutuhkan fasilitas dan sumber daya yang lebih memadai. Awalnya terletak di daerah terpencil dengan sumber  daya  alam  yang  terbatas,  lokasi  Mataram  sangat  menghambat  proses pembangunan  ekonomi.  Jarak  antara  pusat  kerajaan  dengan  pusat  perdagangan (bandaro) yang biasanya berada di pesisir menjadi kendala dalam menjawab tantangan skala internasional dan model bisnis Emporia yang berkembang. Hambatan selanjutnya adalah tidak banyak sungai besar yang dapat diarungi untuk mengangkut barang dari pelabuhan ke pedalaman atau sebaliknya untuk membawa barang dari pedalaman ke pelabuhan untuk ditukar atau diperdagangkan di pasar internasional. Pergantian kantor pusat pemerintahan jelas direncanakan dengan hati-hati. Namun, jika menyangkut letusan gunung berapi yang merusak, ini hanyalah pemicu transisi.

 

Adanya Kekosongan Jabatan pada Akhir Kerajaan

Perlu diketahui bahwa tidak semua raja yang bertakhta di kerajaan Mataram Kuno merupakan pewaris sah dari sang raja Sanjaya. Bahkan terdapat beberapa pergantian kekuasaan di kerajaan Mataram yang tidak wajar dan tercatat di prasasti. Ada dua 2 prasasti yang mencatat nama-nama raja atau penguasa Mataram Kuno antara lain, Prasati Mantyasih (907 M) dan Prasasti Manua Tengah III (908 M).


Dalam Prasasti Mantyasih tercatat ada sembilan penguasa di Kerajaan Mataram Kuno. Dimulai  dari  Rakai  Mataram  sang  Ratu  Sanjaya,  kemudian  dilanjutkan  oleh  Sri Maharaja Rakai Panangkaran (putra dari Ratu Sanjaya), lalu Sri Maharaja Panunggalan, Sri Maharaja Rakai Warak, Sri Maharaja Rakai Garung, Sri Maharaja Rakai Pikatan, Sri Maharaja Rakai Kayuwangi, Sri Maharaja Rakai Watuhumalang.


Sementara dalam Prasasti Wanua Tengah III, ada 13 raja yang berkuasa di Kerajaan Mataram Kuno. Berbeda dengan Prasasti Mantyasih, Prasasti Wanua Tengah III ini menyebutkan  raja-raja  dan  tahun  mereka  naik  takhta.  Raja  pertama  yaitu  Rakai Mataram Ratu Sanjaya yang mendirikan dan mulai memerintah pada Tahun 732 M, Kemudian raja kedua Rakai Panangkaran naik takhta pada tahun 746 M, 38 Tahun setelah itu tepatnya tahun 784 M digantikan oleh Rakai Panaraban. Di Tahun 803 M Rakai Warak Dyah naik tahkta menggantikan Rakai Panaraban. Pada tahun 827 M Rakai Warak Dyah digantikan oleh Dyah Gula yang bertakhta hanya 3 tahun saja. Pada 829 M, Rakai Garung menggantikan Dyah Gula.


Selanjutnya pada tahun 847 M, Rakai Pikatan  Dyah  Seladu  naik  ke  singgasana.  Rakai  Kayuwangi  Dyah  Lokapala menggantikannya pada 855 M. Pada 885 M digantikan oleh Dyah Tagwas yang hanya bertahan 7 bulan saja karena ia terusir dari istana. Ia kemudian digantikan oleh Rakai Panumwangan Dyah Dawendra yang juga terusir dari istana setelah memerintah selama 2 tahun saja. Selanjutnya, Rakai Gurunwangi Dyah Bhadra yang memerintah tidak sampai sebulan dan malah melarikan diri. Terjadi kekosongan kekuasaan selama kurang lebih tujuh bulan. Kekosongan kekuasaan inilah yang menjadi penyebab runtuhnya kerajaan  Mataram  Kuno.


Kekosongan  kekuasaan  bisa  saja  terjadi  karena  telalu banyaknya   keturunan   raja   yang   berasal   dari   istrinya   sendiri,   selir,   maupun permaisurinya. Setelah Rakai Gurunwangi Dyah Bhadra melarikan diri kekuasaan digantikan oleh Rakai Wungkalhumalang Dyah Jaban bertakhta selama 4 tahun.


Berdasarkan kedua catatan dari prasasti tersebut terdapat perbedaan. Perbedaan tersebut terletak pada jumlah raja yang disebutkan. Prasasti Mantyasih menyebutkan 9 raja sedangkan Prasati Wanua Tengah III menyebutkan 13 raja yang memerintah di Kerajaan Mataram Kuno. Hal ini terjadi karena latar belakang dikeluarkannya Prasasti tersebut. Prasasti Mantyasih dikeluarkan untuk melegitimasi raja yang merupakan pewaris sah. Raja Dyah Gula, Dyah Tagwas, Dyah Dawendra, dan Dyah Bhadra dianggap tidak berdaulat penuh karena masa pemerintahannya yang terlalu singkat.


Selain itu, nama-nama mereka juga menunjukkan terjadinya perebutan kekuasaan yang ditandai dengan tidak adanya nama daerah lungguh. Nama-nama yang layak untuk meneruskan kerajaan seharusnya mengandung unsur gelar rakai yang diikuti nama daerah lungguh, kemudian nama mereka waktu lahir, dan diakhiri oleh gelar penobatan. Kejadian ini mulai sering terjadi sejak pengangkatan Rakai Kayuwangi yang menyalahi aturan.   Perebutan   kekuasaan   dan   kekosongan   jabatan   yang   disebabkan   oleh kebingungan akan siapa yang layak menjadi penerus kerajaan inilah yang menyebabkan kondisi politik menjadi kacau dan tak menentu.


Keadaan Ekonomi yang Terus Menurun

Kondisi perekonomian yang ada di kerajaan Mataram Kuno itu adalah bidang pertanian, kerajinan, perdagangan, serta yang terakhir adalah kesenian. Bidang perekonomian yang ada di kerajaan Mataram digambarkan dalam relief Candi Borobudur. Namun, perekonomian Kerajaan Mataram Kuno bertumpu pada sektor agraris karena wilayah kerajaan   yang   dikelilingi   oleh   pegunungan   dan   sungai-sungai   besar.   Hal   itu membuatnya memiliki tanah yang subur sehingga cocok untuk kegiatan pertanian. Selain itu, menurut penyelidikan lebih lanjut ternyata kerajaan Mataram Kuno memiliki pintu komoditas perdagangan yaitu, Delta Brantas. Dan adanya kesamaan profesi menjadikan para pedagang di sana membuat suatu komunitas yang mempermudah pekerjaan dan juga saling menjalin relasi dengan penguasa lalu mendapat hak istimewa setiap kerajaan pasti mengalami masa kejayaannya dan kemundurannya dalam hal perekonomian.


Kerajaan  Mataram  Kuno  merupakan  kerajaan  yang  bisa  di  bilang kerajaan yang perekonomiannya maju. Namun tidak lama kemudian perekonomian mereka  menurun. Alasan  perekonomian  kerajaan  Mataram  Kuno  menurun  adalah karena bencana alam gunung berapi yang melanda daerah kerajaan tersebut. Sehingga mereka harus menanggulangi banyak sekali dampak dampak yang merugikan kerajaan tersebut contoh nya adalah kerajaan dan pemukiman sekitar yang rusak selain itu faktor lain dari menurun nya perekonomian kerajaan Mataram Kuno adalah karena adanya kekosongan jabatan raja di kerajaan Mataram Kuno ini sehingga tidak ada yang mengurus permasalahan perekonomian dan sumber daya alam serta kebutuhan kerajaan ini.


Adanya Rasa Dendam dan Permusuhan dari Wangsa Sailendra kepada Jawa

Wangsa Sailendra sendiri adalah salah satu dinasti besar di Indonesia pada abad ke-8 hingga abad ke-9 Masehi, yang memerintah di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta modern. Mereka dikenal sebagai penganut agama Buddha Mahayana dan membangun beberapa situs candi terkenal seperti Borobudur. Sementara itu, di Jawa sendiri, terdapat berbagai kerajaan dan dinasti yang berkuasa pada masa lalu seperti Kerajaan Mataram, Kerajaan Kediri, dan Kerajaan Majapahit. Persaingan dan konflik di antara mereka dapat terjadi karena faktor politik, agama, ekonomi, dan sebagainya, namun tidak semuanya bersifat permanen. Dalam catatan sejarah, terdapat beberapa konflik antara Wangsa Sailendra dan kerajaan-kerajaan di Jawa, seperti Perang Pamalayu antara Wangsa Sailendra dan Kerajaan Srivijaya pada abad ke-9 Masehi. Namun, setelah itu terjadi juga kerjasama antar-wangsa, seperti pernikahan antara Ratu Pramodhawardhani dari Wangsa Sailendra dengan Rakai Pikatan dari Kerajaan Medang pada abad ke-9 Masehi. Tetapi juga kerjasama ini menimbulkan masalah lain yaitu permusuhan antara Wangsa Sailendra dengan Sanjaya.


Permusuhan ini sendiri terjadi karena Pramodawardani yang merupakan anak perempuan dari Raja Samaratungga (wangsa sailendra) tidak mendapatkan warisan karena diambil Balaputradewa yang merupakan suadara laki laki dari Raja Samaratungga (Paman Pramodawardani). Oleh karena  itu,  Rakai  Pikatan  dari  wangsa  sanjaya  menikahi  Pramodawardani  agar mendapatkan warisan dari Samaratungga. Balaputradewa tidak terima dengan hasil tersebut sehingga ia berperang dengan Rakai Pikatan dan dimenangkan oleh Rakai Pikatan sehingga Balaputradewa melarikan diri ke sumatra bergabung dengan kerajaan Sriwijaya. Namun, ada juga beberapa pihak yang membantah hal tersebut. Mereka menyatakan bahwa Balaputradewa pergi dan bertakhta di Kerajaan Sriwijaya karena warisan dari keluarga ibunya.


Oleh  karena  itu,  secara  umum  tidak  bisa  disimpulkan  bahwa  Wangsa  Sailendra memiliki rasa dendam dan permusuhan yang konsisten terhadap Jawa. Persaingan dan konflik di antara mereka merupakan bagian dari sejarah peradaban Indonesia pada masa lalu yang kompleks dan banyak faktor penyebabnya

 

Kekhawatiran Akan Kembalinya Sriwijaya

Runtuhnya  Kerajaan  Mataram  Kuno  disebabkan  oleh  konflik  eksternal  dengan Kerajaan Sriwijaya. Hal ini diperkirakan berawal dari pengusiran Balaputradewa dari dinasti Syailendra dan kekalahannya dalam perebutan takhta dengan Rakai Pikatan dari dinasti Sanjaya.

Serangan Kerajaan Mataram Kuno terhadap Kerajaan Sriwijaya berhasil digagalkan dengan adanya bantuan dari China. Kemudian Sriwijaya membalas serangan pada tahun  1016-1017,  tepat  ketika  terjadi  pemberontakan  dalam  masa  pemerintahan Dharmawangsa, pemimpin Kerajaan Mataram Kuno dan akan dijelaskan pada poin berikutnya.   Hal   inilah   yang   menyebabkan   Kerajaan   Mataram   Kuno   berhasil diruntuhkan.


Adanya peristiwa pralaya medang dan mengakhiri kekuasaan mataram kuno

Setelah pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno dipindah ke Jawa Timur (dikenal dengan Dinasti Isyana) oleh Mpu Sindok, Kerajaan Medang dilanjutkan oleh Raja Dharmawangsa yang dikenal sebagai Raja dari Dinasti isyana yang sangat ambisius dan visioner. Ia berambisi untuk menguasai pelayaran di Nusantara kala itu. Beberapa kali ia juga sempat mencoba untuk mengalahkan Kerajaan Sriwijaya, tetapi gagal. Tujuan dari penyerangan tersebut adalah untuk mengambil Selat Sunda yang vital dalam lalu lintas pedagangan laut kala itu. Serangan ini membuat Sriwijaya menjadi kesal dan berencana untuk melakukan balasan kepada Medang. Suatu hari pada tahun 1016 M, Raja Dharmawangsa memiliki hajatan besar yaitu menikahi putrinya yaitu Dewi Laksmi Anggraeni atau dikenal juga Putri Galuh Sekar dengan keponakan raja yang berasal dari Bali yaitu, Airlangga Putra Mahendradatta, adik Raja Dharmawangsa yang saat itu masih berusia 16 tahun. Tak hanya pesta besar pernihakan  anak  raja,  pernikahan  ini  juga  bertujuan  untuk  mempererat  hubungan Medang dengan Kerajaan Bali di bawa Raja Udayana yang merupakan ayah dari Airlangga.


Acara  pesta  tersebut  berlangsung  dengan  meriah  dan  penuh  kebahagiaan  hingga akhirnya di tengah-tengah pesta datanglah beberapa pengawal istana menghadap Raja Dharmawangsa dan melaporkan adanya penyerangan mendadak dari pihak musuh. Penyerangan tersebut ternyata dilakukan oleh Raja Wurawuri yang membawa pasukan kiriman dari Sriwijaya. Raja Wurawuri yang pada saat itu memang berambisi menikahi putri Raja Dharmawangsa agar dapat mewarisi takhta Kerajaan Medang tentu saja kecewa.  Gabungan  dari  prajurit  Wurawuri  dan  Sriwijaya  tersebut  semakin  lama semakin banyak. Prajurit Medang yang tidak siap dan kewalahan dengan penyerangan tersebut mengakibatkan kekalahan pada Kerajaan Medang. Serangan ini menyebabkan Raja Dharmawangsa tewas beserta dengan para pembesar Kerajaan medang hingga membuat Pulau Jawa bagaikan lautan darah. Sementara, Airlangga dan istrinya berhasil lolos bersama abdi dalemnya Narottama.


Airlangga yang masih berusia 16 tahun itu memutuskan untuk memperdalam kekuatan batin dan ilmu agamanya hingga pada akhirnya nanti, ia dapat mendirikan kerajaan yang bernama Kerajaan Kahirupan. Penyerangan ini ternyata didalangi oleh Raja Wurawuri yang merupakan penguasa kerajaan kecil yaitu Kerajaan Lwaram yang masih menjadi bawahan Mataram Kuno. Karena tidak mungkin jika Kerajaan Lwaram yang merupakan kerajaan kecil/bawahan di Medang bisa mengalahkan Medang, ia kemudian menawarkan bantuan sekaligus mengajak untuk menyerang Medang sebagai pembalasan dendam atas Sriwijaya yang dahulu pernah diserang oleh Raja Medang.

Anonim  (2020).  “Kerajaan  Mataram  Kuno:  Kehidupan  Masyarakat  dan  Penyebab


Keruntuhannya”. https://kumparan.com/berita-hari-ini/kerajaan-mataram-kuno-kehidupan-masyarakat-dan-penyebab-keruntuhannya-1umkIFG8TRX/full (Diakses tanggal 1 Mei 2023, pukul 19.00)


Arrazaq (2020). “Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Kerajaan Mataram Kuno Abad

IX-X       M:           Kajian    Berdasarkan          Prasasti  dan         Relief”.


https://scholar.archive.org/work/i4ipmcokrbhuxhcb57mxmz7gzi/access/wayback/h ttp://patrawidya.kemdikbud.go.id/index.php/patrawidya/article/download/307/170 (Diakses pada tanggal 25 April 2023, pukul 09.50 WIB)


Ciputra  William  (2022)  “Balaputradewa:  Asal-usul  dan  Keberhasilannya  Jadi  Raja

Terbesar Sriwijaya”.


https://medan.kompas.com/read/2022/01/15/145505778/balaputradewa-asal-usul- dan-keberhasilannya-jadi-raja-terbesar-sriwijaya?page=all (Diakses pada tanggal 1 Mei 2023, pukul 18.55 WIB)


May N (2022). “Inilah Alasan Mengapa Mataram Kuno Runtuh Tanpa Jejak Meskipun Jadi             Kerajaan Termashyur          Pada                Masanya”.


https://intisari.grid.id/read/033082076/inilah-alasan-mengapa-mataram-kuno- runtuh-tanpa-jejak-meskipun-jadi-kerajaan-termashyur-pada-masanya?page=all (Diakses pada tanggal 20 April 2023, pukul 13.30 WIB)


Midaada Avarista (2021). “Kisah Runtuhnya Kerajaan Mataram Kuno akibat Letusan


Gunung Merapi”. https://jateng.inews.id/amp/berita/kisah-runtuhnya-kerajaan-

mataram-kuno-akibat-letusan-gunung-merapi (Diakses tanggal 18 April 2023, pukul 16.00 WIB)


Prasetya R             (2021).   “Jejak     peradaban             kerajaan Hindu     Jawa”.


https://www.google.co.id/books/edition/JEJAK_PERADABAN_KERAJAAN_HI NDU_JAWA_1042/jBA1EAAAQBAJ?hl=id&gbpv=0  (Diakses  pada  tanggal  20 April 2023, pukul 13.30 WIB)


Samosir Corry (2023). “Mengenal Sejarah Kerajaan Mataram Kuno, Mulai dari Asal


Muasal”.  https://kids.grid.id/read/473711729/mengenal-sejarah-kerajaan-mataram-

kuno-mulai-dari-asal-muasal?page=all (Diakses pada tanggal 20 April 2023, pukul 13.30 WIB)


Kerajaan Mataram Kuno dan Keruntuhan