oleh: Alisya Salsabila Satrio, Arsya Shera Chalid U, Fallyza Rizqi Z, Miranti Zafitri Oktaviani, Muhammad Daffa H
Kerajaan Singasari
merupakan salah satu kerajaan besar di Nusantara dengan corak Hindu-Buddha.
Kerajaan Singasari berada di Tumapel, yang saat ini letaknya diketahui di
Kecamatan Singasari, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Berdasarkan keterangan dalam
Prasasti Kudadu, nama resmi Kerajaan Singasari adalah Kerajaan Tumapel. Pada tahun
1253, Wisnuwardhana mengganti nama ibu kota kerajaan menjadi Singasari. Nama
Singasari merupakan nama ibu kota, inilah yang membuat Tumapel juga lebih
dikenal dengan nama Kerajaan Singasari.
Kerajaan Singasari pada era pemerintahan Kertanagara,
berpusat di Jawa Timur. Daerah kekuasaannya berada di Bali, Jawa Barat,
sebagian Kalimantan, bahkan sebagian Sumatra hingga kawasan Selat Malaka. Sumber
sejarah Kerajaan Singasari banyak dijelaskan di Kitab Pararaton, kitab tersebut
mencakup kehidupan Ken Arok serta raja-raja Singasari dan Majapahit. Dalam
perkembangan sejarah kerajaan Hindu di Indonesia, Tumapel merupakan nenek
moyang dari kerajaan Majapahit.
Politik
Dalam Negeri
Setiap Kerajaan memiliki sistem politiknya masing-masing.
Politik Kerajaan Singasari dibagi menjadi dua, yaitu, Kehidupan Politik
Internal dan Eksternal atau luar negeri. Politik Internal Kerajaan Singasari
dapat dilihat dari raja-raja yang pernah memimpinnya. Beberapa raja yang
menaiki tahta mendapati singgasananya dengan cara membunuh raja pendahulunya
dengan motif balas dendam.
Berdirinya Kerajaan Singasari berawal dari Ken Arok yang
merupakan seorang pengawal Tunggul Ametung, akuwu (camat) di Tumapel saat itu. Ken
Arok berkeinginan untuk menguasai Tumapel serta memperistri Ken Dedes yang saat
itu merupakan istri dari Tunggul Ametung. Ken Arok kemudian mendapatkan wangsit
untuk mencari senjata yang akan digunakan untuk membunuh Tunggul Ametung.
Senjata tersebut dibuat oleh seorang Mpu bernama Mpu Gandring. Ketidaksabaran
Ken Arok untuk menunggu keris tersebut disempurnakan, tanpa sengaja ia menusuk
Mpu Gandring dengan keris tersebut. Mpu Gandring kemudian mengutuknya, ia akan
meninggal oleh keris tersebut bersama keturunannya. Tewasnya Tunggul Ametung
akibat dibunuh, membuat Ken Arok menjadi seorang akuwu di Tumapel sekaligus
memperistri Ken Dedes. Munculnya Ken Arok sebagai raja pertama Singasari
menandai munculnya suatu dinasti baru, yakni Dinasti Rajasa (Rajasawangsa) atau
Girindra (Girindrawangsa).
Setelah menjadi akuwu di Tumapel, Ken Arok bersekutu
dengan para Brahmana dengan tujuan untuk menaklukan Kerajaan Kediri. Pada 1222,
terjadi pertempuran antara Tumapel dan Kerajaan Kediri di Desa Genter.
Kemenangan Tumapel membuat Raja Kertajaya (pemimpin kerajaan kediri saat itu),
terpaksa menyerahkan kekuasaannya pada Ken Arok. Berakhirnya era Kerajaan
Kediri, menjadikan Tumapel merdeka dan melahirkan Kerajaan Singasari. Atas keberhasilannya
menguasai Kerajaan Kediri, Ken Arok mendapat gelar Sri Rangga Rajasa Sang
Amurwabhumi.
Pada tahun 1227 Ken Arok dibunuh oleh seorang
suruhan milik Anusapati, anak tiri Ken Arok. Ken Arok dibunuh dengan keris yang
ia gunakan untuk membunuh Mpu Gandring. Ia hanya memimpin selama 5 tahun yaitu
dari tahun 1222 sampai 1227. Meninggalnya Ken Arok menandakan pemerintahan baru
yang dipimpin Anusapati.
Anusapati merupakan anak dari Tunggul Ametung dan Ken Dedes. Ia membalaskan dendam sang Ayah setelah tahu Ken Arok lah yang membunuhnya. Anusapati kurang lebih menjabat sebagai pemimpin Kerajaan Singasari selama 21 tahun. Saat Anusapati menjabat tidak banyak pembaharuan yang diketahui di Kerajaan Singasari karena larut dengan kesenangannya menyabung ayam. Menurut Kitab Pararaton, berita tentang pembunuhan Ken Arok terdengar oleh Tohjoyo, anak dari Ken Arok dan Ken Umang. Pada tahun 1248, Tohjoyo mengundang Anusapati untuk menyabung ayam di kediamannya. Pada saat Anusapati asyik menyaksikan aduan ayamnya, secara tiba-tiba Tohjoyo mengeluarkan keris buatan Mpu Gandring yang dibawanya dan langsung menusuk Anusapati.
Panji
Tohjoyo merupakan anak dari Ken Arok dan Ken Umang. Ibunya, Ken Umang,
merupakan selir milik Ken Arok. Membalaskan dendam sang Ayah, Panji Tohjoyo membunuh
Anusapati. Terdapat perbedaan cerita tentang
siapa yang naik takhta setelah Anusapati tewas. Menurut Prasasti Mula Malurung,
Tohjoyo tidak langsung menggantikan Anusapati, melainkan takhta tersebut
diberikan pada adiknya. Terlepas dari perbedaan cerita, pemerintahan Tohjoyo
sangat singkat yakni hanya beberapa bulan saja. Ranggawuni, anak dari Anusapati
berusaha membalaskan dendamnya terhadap kematian sang Ayah. Dengan bantuan
Mahesa Cempaka beserta para pengikutnya, Ranggawuni berhasil menggulingkan
Tohjoyo dan kemudian menduduki singgasana.
Ranggawuni naik takhta Kerajaan Singasari pada tahun 1248
dengan gelar Sri Jaya Wisnuwardana. Ia menjalankan pemerintahannya bersama
dengan Mahesa Cempaka anak dari (Mahesa Wongateleng) yang diberi gelar Narasinghamurti.
Keduanya memerintah Kerajaan Singasari bagaikan Madhawa (Wiṣṇu)
dan Indra, atau layaknya dua ekor ular dalam satu lubang. Pemerintahan
Ranggawuni membawa ketenteraman dan kesejahteran rakyat Pada tahun 1268
Wisnuwardana meninggal dunia dan didharmakan di Jajaghu atau Candi Jago sebagai
Buddha Amogapasa dan di Candi Waleri sebagai Siwa. Tidak lama setelahnya,
Narasinghamurti pun meninggal.
Kertanegara adalah Raja Singasari terakhir dan terbesar
karena mempunyai cita-cita untuk menyatukan seluruh Nusantara. Pemerintahannya
pun dikenal sebagai puncak kejayaan Kerajaan Singasari. Ia merupakan anak dari
Ranggawuni atau dikenal pula dengan nama Wisnuwardana. Pada tahun 1254,
Kertanegara telah dinobatkan sebagai yuwaraja (raja muda), saat itu ia belum
memerintah sepenuhnya atas Kerajaan Singasari. Ia kemudian naik takhta pada
tahun 1268 dengan gelar Sri Maharajadiraja Sri Kertanegara. Kitab Negarakertagama
menggambarkan Kertanengara sebagai seorang raja tiada banding di masa lampau.
Ia mempunyai pengetahuan yang sempurna di dalam ilmu ketatanegaraan (sadguṇa),
ilmu tentang hakikat (tatwopadeṡa), ilmu pengetahuan dan bahasa, serta
patuh dan teguh dalam menjalankan aturan-aturan hukum serta keagamaan.
Mengetahui sebagian besar pasukan Kerajaan Singasari
dikirim untuk menghadapi serangan Mongol serta diutus ke Melayu, maka
Jayakatwang menggunakan kesempatan untuk menyerangnya. Jayakatwang adalah
keturunan Kertajaya, raja terakhir Kerajaan Kediri. Pasukan Kediri dari arah
Selatan dipimpin langsung oleh Jayakatwang dan berhasil masuk istana dan
menemukan Kertanagera sedang melaksanakan upacara keagamaan bersama para
brahmana dalam kondisi mabuk. Pada tahun 1292, Kertanegara tewas oleh serangan
Jayakatwang, tewasnya Kertanegara menandakan kerutuhan Kerajaan Singasari.
Selain pemerintahan raja-raja pada saat itu, banyak pula politik internal di Kerajaan Singasari. Pada pemerintahan Kertanegara, ia melaksanakan beberapa bentuk politik dalam negeri sebagai bentuk kepemimpinanya. Salah satunya dengan mengganti para pejabat pembantunya yang dianggap kolot dan tidak setuju dengan kebijakannya. Contohnya seperti Patih Raganata digantikan oleh Patih Aragani. Arya Banyak Wide dijadikan Bupati di Sumenep (Madura) dengan nama Arya Wiraraja, ialah yang kemudian menjadi penyusun rencana penyeranganan Jayakatwang. Kertanegara dibantu oleh tiga orang mahamentri sebagai penasehat raja, yaitu mahamentri i hino, mahamentri i halu, dan mahamenteri i sirikan. Bentuk politik dalam negeri lainnya oleh Kertanegara ialah dengan memperkuat angkatan perang Kerajaan Singasari.
Politik Luar Negeri
Kertanegara dikenal dengan gagasannya yang ekspansif dengan keinginannya untuk menyatukan Nusantara. Ekspedisi Palamayu merupakan salah satu realisasi dari gagasan politik "cakrawala mandala dwipatara." Hal ini ditandai dengan mengirimkan patung Amogapasa ke Dharmasraya atas perintahnya. Gagasan tersebut dianggap sebagai cara pandang Kerajaan Singasari sebagai suatu institusi dalam upaya mengeksplorasi laut agar dapat memberikan manfaat yang lebih besar, laut sudah dianggap sebagai alat politik. Kertanegara dianggap sebagai pelopor gagasan tersebut yaitu mempersatukan pulau-pulau di luar Jawa agar mengakui atau tunduk terhadap satu kepemimpinan. Ekspedisi tersebut berhasil menguasai Kerajaan Melayu. Selain itu ekspedisi tersebut juga bertujuan menguasai dan menaklukan beberapa daerah seperti Selat Malaka, Pahang, Sunda, Bali, Bakulapura (Kalimantan Barat) dan Gurun (Maluku).
Selain itu, Kertanegara juga menjalin hubungan diplomatik dengan Raja Champa. Diketahui bahwa adik Kertanegara, Tapasi, merupakan salah satu permaisuri Raja Champa. Hubungan persabahatan tersebut bertujuan untuk menahan perluasan kekuasaan Kublai Khan dari Dinasti Mongol. Kublai Khan juga menuntut Kerajaan Singasari untuk mengakui Mongol sebagai yang dipertuan. Kertanegara menolak, ia melakukan tindakan yaitu dengan melukai wajah dari utusan Mongol bernama Mengki. Kublai Khan yang merasa tersinggung mengarahkan pasukannya ke Kerajaan Singasari. Saat pasukan milik Kublai Khan sampai, Kertanegara telah lebih dulu tewas ditangan Jayakatwang, keturunan terakhir Kerajaan Kediri. Akibat kematian Kertanegara, Kerajaan Singasari pun pada akhirnya runtuh.
DAFTAR PUSTAKA
Nazhat
Afza. (Maret 2016). PEMERINTAHAN
WISNUWARDHANA DITINJAU DARI SEGI POLITIK DAN KEAGAMAAN (1248-1268). Diakses pada 22 April 2023 melalui: https://ojs.stkippgri-lubuklinggau.ac.id/index.php/JS/article/view/900/548
Anonim. (7 Februari 2023). Kehidupan
Politik dan Pemerintahan Kerajaan Singasari. Diakses pada 22 april 2023
melalui: https://apayangdimaksud.com/fungsi/kehidupan-politik-dan-pemerintahan-kerajaan-singasari.html
Anonim. Sejarah
Kerajaan Singasari. Diakses pada 24 April 2023
melalui: https://abhiseva.id/sejarah-kerajaan-singasari/
Winaya Atina. (10
Agustus 2017). Cakrawala Maṇḍala Dwīpāntara: Wawasan Kemaritiman Kerajaan
Singasari. Diakses pada Maret 2023 melalui : https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/dpk/cakrawala-maṇḍala-dwipantara-wawasan-kemaritiman-kerajaan-singhasari/
Midaada Avirista. (8 September 2021). Usaha Kekaisaran Mongol Kuasai Singasari di Bawah Raja Kertanegara. Diakses pada 10 Mei 2023 melalui: https://nasional.okezone.com/read/2021/09/08/337/2467760/usaha-kekaisaran-mongol-kuasai-singasari-di-bawah-raja-kertanegara?page=2