RITUAL THUDONG PARA BHANTE dan HARI BESAR WAISAK DI CANDI BOROBUDUR

 

Gambar : Puluhan Bhante Beribadah di Candi Borobudur

Sumber : buddhazine.com


    Hallo sobat Historia 34! Gimana, nih, kabar kalian semua? Semoga sehat selalu ya, amin. Sebagai warga negara kita patut merasa bangga dengan keberagaman yang ada di Nusantara. Nusantara memiliki banyak keberagaman yang terletak pada setiap identitas individu maupun golongan.  Contohnya, adalah pada keberagaman aliran Candi di Nusantara. Sobat tahu nggak, sih? Salah satu Candi yang populer di Indonesia peninggalan Dinasti Syailendra, Kerajaan Mataram Kuno, ternyata menjadi salah satu tempat puluhan Bhante dari Asia Tenggara, khususnya negara Thailand untuk merayakan hari besar Tri Suci Waisak dengan berjalan kaki menuju Candi Borobudur! kok bisa? yuk sobat kita simak pembahasannya!

 

Negara Indonesia adalah negara yang memiliki banyak sekali suku, agama, ras, dan budaya yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Seperti yang kita ketahui negara Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki banyak peninggalan candi dari berbagai kerajaan. Kerajaan di Indonesia memiliki bermacam-macam corak, mulai dari kerajaan Islam, hingga kerajaan Hindu-Buddha. Sebelum itu, perlu diketahui bahwa kebudayaan Hindu-Buddha di Nusantara dimulai sekitar abad ke-IV Masehi. Peristiwa inilah yang menyebabkan semakin banyak peninggalan pada tiap-tiap kerajaan yang ada di Indonesia sehingga mempengaruhi banyaknya peninggalan pada tiap corak kerajaan di Nusantara.

 

Salah satunya dari banyaknya kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara adalah kerajaan Mataram Kuno. Seperti yang diketahui, Candi Borobudur merupakan salah satu dari peninggalan wangsa Syailendra pada masa kerajaan Mataram Kuno, wangsa merupakan keturunan raja. Wangsa Syailendra merupakan wangsa yang bercorak agama Buddha. Agama Buddha merupakan salah satu bentuk dari sistem kepercayaan manusia kepada Tuhan yang lahir dan berkembang pada abad ke-6. Agama Buddha diperoleh dari panggilan yang diberikan kepada pembangunnya yang mula-mula, yaitu Siddharta Gautama atau Sang Buddha, berasal dari akar kata Bodhi (hikmat), yang di dalam deklensi (tashrif) selanjutnya menjadi buddhi (nurani), dan selanjutnya menjadi Buddha. Sebab itulah, sebutan Buddha pada masa selanjutnya memperoleh berbagai pengertian; Yang sadar, Yang Cemerlang, dan Yang beroleh terang.

 

Agama Buddha memiliki tiga perbedaan aliran, yang pertama adalah Theravada. Theravada adalah bentuk Buddhisme yang paling tua. Penganutnya aliran Theravada ini kebanyakan berasal dari negara-negara Asia Tenggara. Yang kedua, merupakan Mahayana, Mahayana mengandung 2 ajaran Buddhisme yang paling populer, Buddha Tanah Murni (Amidisme) dan Buddhisme Zen. Buddha Tanah Murni cenderung tidak berfokus pada Buddha Gautama, tapi kepada Buddha Amitabha dan meyakini bahwa mereka yang telah mencapai penerangan akan terlahir kembali di Tanah Murni bersama Amitabha. 


Sedangkan Buddhisme Zen kebanyakan berfokus pada penggunaan meditasi sebagai bentuk kesadaran dan pencarian jati diri yang dapat menuntun praktisinya mencapai penerangan. Terakhir merupakan Vajrayana, Vajrayana adalah suatu aliran Buddha yang di Indonesia lebih sering dikenal dengan nama Tantra atau Tantrayana. Vajrayana berfokus pada mengajarkan penganut bagaimana menjadi Buddha dalam satu kehidupan yang melibatkan praktik-praktik seperti membaca mantra, menggunakan mandalas, memvisualisasikan para dewa dan Buddha, serta memanfaatkan mudras.

 

Seperti umat beragama pada umumnya, umat Buddha memiliki hari agung keagamaan contohnya adalah hari raya Waisak. Di Nusantara, umat Buddha merayakan Tri Suci Waisak sejak tahun 1930 pada area Candi Borobudur. Candi yang berlokasi di Magelang, Jawa Tengah ini merupakan candi yang bercorak agama Buddha Mahayana. Pembangunan Borobudur diperkirakan menghabiskan masa 75 - 100 tahun. Pembangunan Candi Borobudur dibangun sebagai tempat pemujaan Buddha. Guys ada fun fact seru nih buat kalian! Tahu nggak sih kalo Candi Borobudur itu telah mendapat predikat sebagai warisan budaya dan tempat ziarah dari United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) World Heritage Committee, Pada 13 Desember 1991.

 

Dapat diketahui Candi Borobudur memiliki tiga tingkatan. Tingkatan pada Candi Borobudur memiliki arti pada gambaran umat Buddha yaitu sebagai berikut:


Gambar : Tiga tingkatan pada Candi Borobudur

Sumber : https://sammaditthi.org


  1. Kamadhatu adalah tingkatan terbawah dari Candi Borobudur yang menggambarkan mengenai alam dunia yang dialami oleh manusia sekarang dengan berbagai sifat dan nafsu manusia. Kamadhatu terdiri dari 160 relief yang menjelaskan Karma Vibhanga Sutta, yaitu hukum sebab akibat, menggambarkan sifat dan nafsu manusia.
  2. Rupadhatu adalah tingkatan tengah dari Candi Borobudur yang menggambarkan bahwa manusia sudah mulai meninggalkan segala bentuk keinginan duniawi walaupun masih terikat dengan dunia nyata. Bagian ini terdiri dari empat undak teras berbentuk persegi yang dindingnya dihiasi relief. Rupadhatu terdiri dari galeri ukiran relief batu dan patung Buddha, secara keseluruhan ada 328 patung Buddha yang juga memiliki hiasan relief pada ukirannya.
  3. Arupadhatu adalah tingkatan teratas dari Candi Borobudur yang menggambarkan mengenal kehidupan Sang Buddha telah sampai pada puncak kesempurnaan karena telah meninggalkan kehidupan duniawi untuk mencapai pencerahan. Arupadhatu terdiri dari tiga pelataran. Pelataran pada bagian ini terdiri dari stupa berbentuk lingkaran yang berlubang berisi patung Buddha yang mengarah ke bagian luar candi. Di sini terdapat 72 stupa dengan satu buah stupa terbesar yang memiliki tinggi 42 meter diatas tanah dengan diameter 9.9 meter.

 

Tiga tingkatan ini memiliki makna bahwa manusia dapat terbebas dari nafsu keinginan dan kekotoran batin dengan melatih diri menghindari perbuatan jahat, menambah kebajikan, dan menyucikan hati serta pikiran untuk mencapai kebahagiaan sejati yaitu Nibbana.

 

Selain itu, Candi Borobudur merupakan salah satu tempat beribadah umat Buddha untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan keagamaan salah satunya adalah hari raya Waisak. Hari raya Waisak adalah salah satu dari hari besar umat Buddha yang dimuat dalam kitab suci Tripitaka. Hari raya Waisak atau seringkali disebut Tri Suci Waisak, pada sejarahnya terdapat tiga peristiwa penting dalam umat Buddha, yaitu kelahiran Pangeran Siddharta Gautama, tercapainya penerangan sempurna oleh Pertapa Gautama, serta wafatnya Sang Buddha Gautama. Sebagai hari yang disucikan umat Buddha, hari raya Waisak dilakukan oleh semua umat beragama Buddha pada seluruh negara dengan melakukan puja, perenungan serta upacara ritual untuk memahami makna Waisak.

 

Sebelum memperingati hari raya Tri Suci Waisak ternyata umat Buddha mempunyai ritual yang bisa dijalankan lho guys khususnya bagi para Bhante, contohnya adalah ritual perjalanan religi Thudong. Dalam menyambut hari raya Tri Suci Waisak, kalian tahu nggak sih guys kalau puluhan Bhante yang berasal dari Asia Tenggara khususnya negara Gajah Putih ini berkumpul dan berjalan beriringan menuju Candi Borobudur untuk memperingati hari raya Waisak, ritual yang dijalankan ini harus menempuh ribuan kilometer bagi para Bhante dalam melaksanakan ritual Thudong.


Thudong merupakan perjalanan ritual para Bhante yang dilakukan dengan berjalan kaki ribuan kilometer. Mereka memulai perjalanan ini pada 23 Maret 2023 dari Nakhon Si Thammarat, Thailand melewati Malaysia, Singapura, dan tiba Batam pada 8 Mei lalu. Bhante Dhammavuddho menjelaskan bahwa Thudong merupakan tradisi berjalan yang sudah berlangsung sejak dahulu. Zaman Sang Buddha, belum ada vihara, belumada tempat tinggal para Bhante. Oleh sang Buddha, para Bhante diberikesempatan tinggal di hutan, gunung, atau gua.

 

“Jadi dalam setahun, mereka akan berjalan seperti ini selama empat bulan untuk melaksanakan tradisi ini. Kebetulan karena di Indonesia ada Candi Borobudur, bertepatan Hari Raya Waisak, dan mereka jalan dari Thailand,” terangnya. Bhante berharap selama perjalananan, mereka melatih kesabaran. Sebab, Sang Buddha mengajarkan bahwa kesabaran adalah praktik dhamma yang paling tinggi. “Meraka terkena panas, hujan, dan ini juga makan satu hari satu kali dan minuman seadanya,” sebut Bhante.


Dalam kesempatannya para Bhante melakukan puja bakti di Cetiya Jambala Jaya dan menerima Pindapata dari pegawai Bimas Buddha dan pegawai lainnya dan melanjutkan perjalanan dari Kementerian Agama Jalan MH. Thamrin Jakarta Pusat menuju ke Candi Borobudur dengan melewati jalan raya Bekasi, Cirebon, Semarang dan sampai di Magelang untuk mengikuti perayaan Waisak 2567 BE /2023 tanggal 4 Juni 2023.


Gambar : Ritual Thudong oleh para Bhante menuju Candi Borobudur

Sumber : news.detik.com

Wah tidak terasa sudah dipenghujung pembahasan. Kami harap pembahasan dari kami bisa bermanfaat dan menambah wawasan bagi kita semua yang membaca artikel ini, sampai bertemu lagi di pertemuan selanjutnya. Bella Ciao!

SUMBER

 

Anonim, “Borobudur”

http://p2kp.stiki.ac.id/id3/2-3060-2956/Candi-Borobudur_27657_p2kp-stiki.html

diakses pada 22 Mei 2023 (pukul 18.38)

 

Anonim, “Waisak adalah salah satu hari raya agama Buddha”

https://repository.usd.ac.id/18334/1/126322008.pdf

diakses pada 22 Mei 2023 (pukul 21.30)

 

Anonim, “Mengenal lebih dalam tiga tingkatan dalam Candi Borobudur”

https://sammaditthi.org/?p=7870

diakses pada 9 Mei 2023 (pukul 14.40)

 

Anonim, “Hari raya Waisak”

https://repository.uin-suska.ac.id/20794/6/6.%20BAB%20I%20%281%29.pdf

diakses pada 10 Mei 2023 (pukul 09.20)

 

Hasnur Irwansyah (2017), “Upacara Waisak Di Candi Muara Takus (Studi terhadap Komunitas Buddha dalam Melaksanakan Upacara Waisak 2016)”

https://repository.uin-suska.ac.id/20794/  diakses pada 23 Mei 2023 (pukul 12.00)

 

Melisa (2019), “Perbedaan 3 Aliran Dalam Agama Buddha”

https://student-activity.binus.ac.id/kmbd/2019/08/perbedaan-3-aliran-dalam-agama-buddha/ diakses pada 25 Mei 2023 (pukul 18.38) 

RITUAL THUDONG PARA BHANTE dan HARI BESAR WAISAK DI CANDI BOROBUDUR