Bercerita
tentang sepasang suami-istri, yakni Evelyn Abbott (Emily Blunt) dan Lee Abbott
(John Krasinski) yang memiliki dua orang anak, seorang anak laki-laki yang
mempunyai nyali besar bernama Marcus
Abbott (Noah Jupe) dan anak perempuannya yang beranjak remaja bernama Regan
Abbott (Millicent Simmonds). Keluarga ini tinggal di sebuah rumah yang jauh
dari keramaian.
Tinggal
di rumah tersebut ternyata ada aturannya, mereka tidak boleh bersuara
sedikitpun. Mereka harus menjaga ketenangan, kalau tidak, niscaya ada makhluk
misterius yang akan meneror mereka. Karenanya, dalam berkomunikasi, mereka
menggunakan bahasa isyarat.
Di
awal film, semua tampak stabil. Mereka yang harus saling diam itu, sudah
seperti sedang memainkan game yang
mematikan. Komplikasi mulai muncul saat sang istri ternyata hamil dan putri
mereka, Regan Abbott, tunarungu. Sang ayah mencoba membuat alat bantu “dengar”
untuk putrinya. Meski berkali-kali gagal, ia tetap terus mencoba.
Teror
muncul saat mereka lagi berjalan menyusuri jembatan, lalu Marcus buat kesalahan
dengan menyalakan mainan pesawat yang suaranya begitu berisik. Para makhluk
misterius itu datang dan mulai meneror keluarga itu. Di video trailer, bahkan ditunjukkan bagaimana
dalam keadaan takut pun mereka harus tetap tidak bersuara.
Pada
hari ke-89, si bungsu Beau (Cade Woodward) tewas ditikam monster lantaran
menyalakan mainan pesawat yang ia bawa dari toko saat keluarganya mencari
bahan-bahan makanan. Walaupun harus menahan duka yang mendalam atas kepergian
Beau, keluarga Abott tetap melanjutkan hidup dalam keheningan di rumah mereka. Agar
tidak menimbulkan suara, keluarga Abott menggunakan bahasa isyarat dalam
percakapan sehari-hari, tidak mengenakan alas kaki, juga makan menggunakan
tangan dan alas daun.
Suatu
hari, sang ayah Lee (John Krasinski) mengajak putranya Marcus (Noah Jupe) pergi
keluar untuk berlatih mempertahankan diri. Sedangkan sang putri Regan
(Millicent Simmonds), pergi dari rumah lantaran kesal tidak diperbolehkan ikut.
Lagi-lagi serangan monster datang dan menikam sepasang lansia di tengah hutan.
Marcus dan Lee bersembunyi di belakang pohon, lalu bergegas kembali ke rumah
setelah monster itu pergi.
Sementara
itu, sang ibu Evelyn menghadapi hari yang sulit, di mana ia siap melahirkan
saat tidak ada seorang pun di rumah. Keadaan semakin memilukan lantaran kakinya
tertusuk paku saat ia menuruni tangga. Sambil menahan sakit, ia menyalakan
lampu darurat dan bergegas ke kamar mandi untuk melahirkan. Betapa terkejutnya
Marcus dan Lee, melihat lampu-lampu di sekeliling rumah berwarna merah, yang
menandakan adanya bahaya di sana.
Marcus
yang masih trauma dengan kejadian di hutan tadi, memberanikan diri menyalakan
kembang api untuk mengalihkan perhatian. Sementara itu, Regan kembali dan
bersembunyi di lumbung jagung bersama Marcus. Lee berhasil masuk ke rumah, dan
membawa istri beserta anaknya ke ruang bawah tanah. Sadar akan bahaya yang
mengancam, Lee mencari kedua anaknya di sekeliling perkebunan.
Lee
meminta kedua anaknya bersembunyi di truk, tapi monster itu justru mendekati
truk dan mulai menyerang. Lee yang menyayangi kedua anaknya, akhirnya berteriak
dan mengorbankan dirinya.
Di
“A Quiet Place Part II”, keheningan tetap mendominasi. Namun sekarang, kita
sudah tahu apa yang terjadi bila keheningan itu pecah, sementara wujud para
monster bukan lagi suatu rahasia (wajar, mengingat sekuel cenderung "lebih
besar"). Alhasil, keheningannya tidak berdampak sebesar yang terdapat di
film pertama.
Apakah
artinya film ini buruk? Sama sekali tidak. Secara filmis, A Quiet Place Part II tergarap baik, membuktikan bahwa keberhasilan
Krasinski di kursi penyutradaraan bukan semata kebetulan. Dia memang
bertalenta. Tengok sekuen pembukanya, di mana kita dibawa mundur menuju hari
pertama invasi monster. Meski telah "bocor" di beberapa materi
promosi, superioritasnya tidak berkurang, bahkan jadi momen paling menegangkan
selama 97 menit durasi. Krasinski menggambarkan betapa kacau nan mengerikan
kala "kiamat" tiba.
Lalu,
kita melompat ke masa sekarang, tepat setelah akhir film pertama. Evelyn (Emily
Blunt) membawa pergi Regan (Millicent Simmonds), Marcus (Noah Jupe), dan
bayinya yang baru lahir, guna mencari penyintas lain. Di sinilah Krasinski,
yang turut menulis naskahnya, mengambil keputusan cerdik. Sekuel horor biasanya
mengambil salah satu dari dua arah berikut: melanjutkan kisah karakter lama,
atau sepenuhnya memakai karakter baru. Krasinski menggabungkan keduanya, ketika
Evelyn beserta anak-anaknya, tiba di tempat persembunyian Emmett (Cillian
Murphy).
Emmett
sempat menolak membantu Evelyn, hingga keputusan nekat Regan (yang meyakini
bahwa masih ada harapan jika tidak hanya berdiam diri), memaksanya turun
tangan. Nantinya rahasia mengenai Emmett terungkap, yang mungkin bakal
dikupas di film ketiga. Tapi untuk sementara, hal tersebut hanya berakhir
sebagai twist nihil esensi.
Emmett
mengambil peran Lee (John Krasinski) selaku protagonis yang mengalami
pergolakan batin, tanpa harus mengesampingkan Evelyn sekeluarga. Emmett bukan
orang asing. Adegan pembuka memperkenalkan penonton padanya, sebagai kawan lama
Lee. Jadilah film ini tampil bak gabungan antara spin-off dengan sekuel tradisional. Unik, tanpa harus menjadi
radikal.
Jika
Blunt tetap solid sebagai heroin tangguh, sedangkan Simmonds tambah hebat
mengolah emosi, Murphy menyuntikkan warna baru sebagai pria yang lelah, baik
fisik maupun jiwa. Semangatnya terkikis namun belum habis. Melalui akting
naturalnya, Murphy melahirkan transformasi meyakinkan, dari figur hangat
menjadi dingin sebelum akhirnya menemukan lagi kehangatan itu. Selain
penampilan sang aktor, transformasi Emmett tidak terasa setengah-setengah juga,
karena keputusan Krasinski untuk lebih banyak mengolah drama, yang mungkin
mengejutkan bagi penonton yang berharap film ini seutuhnya fokus pada aksi
bertahan hidup dan teror.
Terkait
teror, walau tak lagi seefektif dulu dalam membangun ketegangan saat berdiri
sendiri, ibarat ketenangan sebelum badai menggempur, keheningan
membuka jalan bagi Krasinski melempar deretan jump scare yang selalu berhasil menggedor jantung. Timing pengadeganannya sempurna.
Selaku penulis pun Krasinski makin matang, yang nampak dari bagaimana ia
memaparkan dua peristiwa terpisah secara simultan di klimaks, agar terasa
dinamis.
Sedangkan
konklusinya, seperti film pertama, berkutat soal "pertarungan bagi
generasi masa depan". Repetisi? Garis besarnya, ya. Bahkan proses yang
Emmett lalui serupa Lee, yakni menghadapi rasa bersalah akibat kehilangan sosok
tercinta. Muncul pembeda, karena kali ini tongkat estafet telah dioper pada
para generasi masa depan itu. Cara Krasinski menyuguhkan konklusinya kembali
memunculkan kekaguman. Hopeful,
indah, menegaskan kelengkapan bakatnya. Selain jago membuat teror, Krasinski
juga dibekali sensitivitas menangani drama.
Pada
film sekuel ini ada tokoh baru yang diperankan oleh Cillian Murphy, Emment.
Dari kekagumannya menyaksikan A Quiet Place, ia sempat ingin mengirimkan email
kepada John Krasinski, ia benar-benar tidak percaya kalau ia akan membintangi
film yang dikaguminya itu.
Di
film ini, Emment sangat berbeda dengan Lee. Walaupun sama-sama bertahan dari
monster, tetapi ia memiliki cara pandang dalam bertahan. Ia memilih hidup
sendirian, sedangkan keluarga Lee Abott tidak.
Tokoh
Emment yang berbeda pandangan dengan keluarga Abott
Pada
film sekuel ini ada tokoh baru yang diperankan oleh Cillian Murphy, Emment.
Dari kekagumannya menyaksikan A Quiet Place, ia sempat ingin mengirimkan email
kepada John Krasinski, ia benar-benar tidak percaya kalau ia akan membintangi
film yang dikaguminya itu.
Di
film ini Emment sangat berbeda dengan Lee. Walaupun sama-sama bertahan dari
monster, tetapi ia memiliki cara pandang dalam bertahan. Ia memilih hidup
sendirian, sedangkan keluarga Lee Abott tidak.
Peran
besar dalam film ini justru ada pada Regan yang diperankan oleh Millicent
Simmonds.
Agar
tetap selamat dari ancaman monster yang mampu mendeteksi keberadaan dari suara
itu, Regan harus menjaga ibu dan kedua adiknya. Millicent Simmonds sebagai
pemeran Regan benar-benar mengeksplorasi perannya pada film ini.
Ia
berusaha menggantikan ayahnya untuk mencari solusi di tengah permasalahan yang
datang tiba-tiba. Ia melanjutkan apa yang pernah dikerjakan ayahnya, yaitu
mencari tahu kelemahan monster tersebut. Regan selalu terinspirasi oleh mendiang
ayahnya.
Monster
yang digambarkan di Film ini adalah monster yang cepat berkembang dan punya
kepintaran.
Kalau
pada film pertama, monster-monster hanya menyerang apapun secara brutal, mereka
digambarkan sebagai makhluk yang berkeliaran dan tidak pandang bulu. Berbeda,
pada film sekuel ini. Monster-monsternya seperti telah memahami bahwa semakin
sedikit suara, mereka semakin mudah mengintai manusia dan mereka juga semakin
berbahaya.
Itulah
beberapa fakta yang ada pada film A Quiet Place ini.
Meski
ada sulih bahasa di setiap kode isyarat yang disampaikan, sineas A Quiet
Place berhasil merangkai cerita utuh yang disertai ketegangan nyaris tanpa
dialog, dan itu mengesankan. Emosi penonton diincar agar tak perlu membuat
takut bioskop dengan efek-efek kejutan layaknya film horor lain.
Meski begitu, film ini bukan tanpa cacat. Mungkin karena lingkup konflik yang terlalu kecil, film ini kurang menghadirkan klimaks yang apik. Kengeriannya seakan tak sampai ke puncak. Sampai film berakhir, tingkat kengerian cenderung sama dari awal sampai akhir.