Sumber: Kompas.com
Oleh: Fatih Rahma Luthfiana, Guru Geografi SMAN 34 Jakarta
Penginderaan
jauh mungkin masih menjadi istilah asing bagi rakyat Indonesia. Bahkan, rakyat
Indonesia tidak menyadari penggunaan Penginderaan Jauh, meskipun sudah sering
menggunakannya. Penginderaan jauh merupakan cabang dari Ilmu Geografi.
Penginderaan jauh menurut Rango dalam buku Teori dan Praktek Penginderaan Jauh Tahun
2014 yaitu, ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek,
luasan, ataupun tentang fenomena melalui analisis data yang diperoleh dari
sensor. Dalam hal ini, sensor tidak berhubungan langsung dengan objek atau
benda yang menjadi target.
Sedangkan, menurut Lillesand et al pada
buku Penginderaan Jauh dan Interpretasi
Citra Terjemahan Tahun 2004, mengatakan bahwa penginderaan jauh adalah ilmu
dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena
melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung
dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji. Berdasarkan pendapat dari
beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa penginderaan jauh adalah suatu ilmu yang
dapat mengidentifikasi objek dari jarak jauh tanpa harus kontak langsung dengan
objek tersebut.
Jenis
penginderaan jauh ada dua, yaitu penginderaan jauh aktif dan penginderaan jauh
pasif. Penginderaan jauh aktif adalah penginderaan jauh yang sumber energinya
berasal dari sensor itu sendiri. Sedangkan, penginderaan jauh pasif adalah
penginderaan jauh yang sumber energinya berasal dari matahari. Contoh dari
penginderaan jauh aktif adalah citra satelit yang menggunakan cahaya matahari
sebagai sumber energinya. Sedangkan contoh dari penginderaan jauh pasif yaitu
radar yang sumber energinya berasal dari obyek itu sendiri.
Pemanfaatan
penginderaan jauh di Indonesia sangatlah luas, mulai dari pendeteksian tumpahan
minyak di laut, pendeteksian vegetasi, pemetaan migas, pendeteksian awan dan
prakiraan cuaca, pemetaan topografi permukaan tanah, pemetaan topografi laut,
pemantauan daerah bencana, dan masih banyak lagi. Peristiwa terbaru di Indonesia
yaitu, pencarian Kapal Selam KRI Nanggala-402.
Dalam
kompas.com disebutkan bahwa, Kapal Selam
KRI Nanggala-402 hilang kontak pada tanggal 21 April 2021 saat latihan L3
terpadu. Namun, dalam latihan tersebut, KRI Nanggala-402 yang seharusnya muncul
ke permukaan, namun tidak kunjung muncul, dan akhirnya dinyatakan hilang kontak
dan tenggelam di laut utara Bali.
Dalam
pencarian KRI Nanggala 402 sangat diperlukan penginderaan jauh. Hal tersebut
dikarenakan luas dan dalamnya laut utara Bali, diperlukan lokasi titik yang
sesuai untuk menemukan di mana hilangnya KRI Nanggala-402. Penginderaan jauh
sangat membantu dalam pencarian, karena dalam proses pencairannya tidak
dibutuhkan kontak langsung dengan obyek dan dapat dilakukan dari jarak jauh.
Setelah
mendengar kabar KRI Nanggala-402 hilang kontak, pihak TNI langsung menerjunkan 3
kapal yaitu, KRI Raden Eddy Martadinata-313, KRI I Gusti Ngurah Rai-332, dan
KRI Diponegoro-365. Tiga kapal selam tersebut menggunakan sonar aktif melalui “Metode
Cordon” 2000 yards. Teknologi sonar merupakan salah satu penginderaan jauh, yaitu
dengan mengirim gelombang suara bawah permukaan dan kemudian menunggu gelombang
pantulan yang dipantulkan oleh obyek. Secara teori, sonar termasuk ke dalam
penginderaan jauh aktif.
Pencarian
menggunakan sonar aktif tidak membuahkan hasil, akhirnya bantuan dari berbagai
pihak mulai berdatangan dari dalam ataupun luar negeri. Dari dalam negeri, kepolisian
mengirimkan bantuan empat kapal, sedangkan bantuan dari pihak luar negeri yaitu
dari Singapura, Malaysia, India, dan Amerika Serikat. Setelah 72 jam berlalu,
KRI Nanggala-402 dinyatakan subsunk
atau tenggelam pada 24 April 2021 pada pukul 17.00 WITA.
Beberapa serpihan dan barang ditemukan, yaitu alas untuk salat, spons penahan panas, dan komponen pelurus tabung torpedo. Selain bukti tersebut, ditemukan pula cairan solar yang menggenang dan dapat menjadi sebuah tanda lokasi tenggelamnya KRI Nanggala-402. Dalam pendeteksian cairan solar tersebut, menggunakan teknologi penginderaan jauh. Berikut di bawah ini adalah proses dan gambar hasil tangkapan dari Citra Sentinel 1A.
Sumber: Mapvel Geospasial, Proses analisis Citra Sentinel-1A
Setelah diproses menggunakan beberapa aplikasi, maka dihasilkan peta persebaran tumpahan minyak di lokasi tersebut, yang nantinya akan menjadi petunjuk letak dari hilangnya KRI Nanggala-402. Di bawah ini adalah peta persebaran tumpahan minyak KRI Nanggala-402.
Sumber: Mapvel Geospatial, Peta Persebaran Tumpahan Minyak KRI Nanggala-402
Pemrosesan dan pembuatan peta tersebut, dilakukan oleh Mapvel Geospatial yang menggunakan data Sentinel-1A. Sentinel-1A merupakan satelit buatan dari European Space Agency yang diluncurkan pada 03 April 2014. Resolusi spasial yang dimiliki satelit ini adalah 400 km hingga mencapai 5 m tingkat kedetailannya.
Fungsi dari satelit ini adalah monitoring
laut, monitoring daratan, dan mitigasi bencana. Fungsi monitoring laut terdiri
dari monitoring kondisi lapisan es, pemetaan tumpahan minyak, aktivitas kapal,
dan angin laut. Fungsi monitoring darat terdiri dari pemetaan agrikultur, hutan
dan penurunan muka air tanah. Fungsi mitigasi bencana, mulai dari mitigasi
bencana banjir, tanah longsor, erupsi gunung api, dan gempa bumi.
Pada
Sentinel-1 dilengkapi pula dengan Radar SAR (Syntetic Aparture Radar)
yang dalam perolehan datanya lebih fleksibel dan tidak terhalang cuaca dan
awan, sehingga menghasilkan gambar yang lebih jelas dan jernih. Dari hasil
pemrosesan data di atas, menggunakan sensor Radar SAR, terlihat dari hasil
datanya jelas dan tidak tertutup awan. Hal tersebut dikarenakan, Radar SAR
menggunakan gelombang mikro yang dapat menembus awan dan cuaca yang dapat
menghasilkan data yang lebih jernih dan jelas.
Berdasarkan
dari hasil pemrosesan di atas, warna merah menunjukkan persebaran tumpahan
minyak KRI Nanggala-402 yang dapat diperkirakan lokasi tenggelamnya kapal KRI
Nanggala-40, tidak jauh dari wilayah yang berwarna merah.
Setelah beberapa hari dilakukan pencarian, walaupun Kapal KRI Nanggala-402 telah dinyatakan tenggelam dan harapan hidup bagi awak kapal hampir tidak ada, KRI Rigel melakukan teknologi multibeam sonar dan magnetometer untuk menangkap citra bawah untuk mencari KRI Nanggala-402. Multibeam sonar adalah alat ukur kedalaman air dan topografi dasar laut yang menggunakan pancaran gelombang suara dan penerima gelombang suara tersebut.
Disebut
multibeam, karena dalam pancarannya menggunakan banyak pancaran gelombang
suara. Pola pancaran multibeam tersebut melebar dan melintang badan kapal, sehingga
menghasilkan sapuan luasan area yang luas di bawah permukaan laut. Hasil
sapuannya cukup luas, yaitu kiri 150 meter dan kanan 150 meter. Prinsip
kerjanya sama dengan sonar yang lain yaitu, memancarkan gelombang, dan menerima
pantulan gelombang dari obyek tersebut.
Teknologi
lain yang digunakan KRI Rigel adalah magnetometer. Magnetometer adalah alat
untuk mendeteksi ada atau tidaknya logam di suatu wilayah. Data multibeam sonar
dan magnetometer kemudian diobservasi oleh MV Swift Rescue, dan akhirnya KRI
Nanggala-402 ditemukan pada kedalaman 838 mdpl di laut utara Bali pada hari
Minggu, 25 April 2021 dan seluruh awak yang berjumlah 53 orang dinyatakan
gugur.
Berdasarkan peristiwa pencarian KRI Nanggala, penggunaan penginderaan jauh sangatlah dibutuhkan. Tanpa adanya penginderaan jauh, maka akan sangat sulit menemukan lokasi titik temu dari KRI Nanggala-402. Dan dari peristiwa tersebut, dapat diketahui bahwa tanpa adanya bantuan dari negara lain, KRI Nanggala-402 akan sulit ditemukan karena teknologi penginderaan jauh Indonesia masih minim.
Maka dari itu, dibutuhkan
keterbaruan teknologi penginderaan jauh dalam alutsista Indonesia yang lebih
modern. Dengan adanya keterbaruan teknologi, maka sistem pencarian ataupun
pertahanan negara akan semakin maju dalam mempertahankan kedaulatan negara.