Oleh: Bima Arya Perkasa, Peserta Didik SMAN 34 Jakarta
Tak
banyak sepertinya, kita menemukan pemimpin di Indonesia yang berani bersuara
dan benar-benar bekerja untuk kepentingan rakyatnya dan kepedulian yang begitu
penuh terhadap alam dan lingkungannya. Ada rakyatnya yang sudah melakukan demonstrasi
untuk penolakan berkali-kali perihal pembagunanan PLTU, pun ada rakyatnya yang
sampai sudah melakukan aksi menyemen kaki di depan istana negara menolak
pembangunan pabrik semen. Bahkan, ketika gugatan warga dimenangkan pengadilan pun,
tetap saja tidak digubris oleh pemimpin daerahnya setempat maupun pusat.
Apa yang Terjadi di Sangihe?
PT
Tambang Mas Sangihe berencana mengeksploitasi emas di atas lahan 64,48
hektar. Lahan ini terletak di Kampung Binebes, Kecamatan Tabukan Selatan, dan
Kampung Bowone, Kecamatan Tabukan Selatan Tengah. Dari total wilayah kontrak
seluas lebih dari setengah Pulau Sangihe. Dengan begitu, eksplorasi potensi
emas di titik-titik lain akan berlangsung di lokasi tambang ini, konon
disinyalir menyimpan sumber daya sebesar 3,16 juta ton dengan kadar emas 1,13
gram/ton (g/t) dan perak 19,4/t.
Awal Mula PT Tambang Mas Sangihe (TMS)
Pemegang
saham PT Tambang Mas Sangihe (TMS) adalah Laarenim Holding BV, sebuah
perusahaan berbasis di Belanda yang dimiliki oleh Bre-X Minerals Ltd, Calgary,
Kanada, dan perusahaan Indonesia bernama PT Sungai Belayan Sejati.
Kontrak
Karya (KK) Sanghine dibekukan pada Mei 1997 oleh Menteri Pertambangan dan
Energi saat itu. Lalu pada tahun 2006, pemilik KK Sangihe Indonesia meminta
Menteri ESDM untuk menentukan status konsesi ini. Pemerintah Indonesia
menanggapi permintaan tersebut dengan mengaktifkan kembali KK pada tanggal 31
Agustus 2009.
Bre
X Mineral adalah perusahaan tambang di tahun 1990-an di Indonesia yang terlibat
skandal penipuan terbesar tambang emas di dunia, pada masa pemerintah Indonesia
kala orde baru, dalam proyek tambang emas di Busang, Kalimantan timur.
Kini,
statusnya berubah dari KK menjadi IUPK. Dan karena investasi asing, maka zin ditekan oleh Menteri ESDM melalui surat
IUPK Kementerian ESDM Nomor 163K/MB.04/DJB/2021
Pengurus dan Pemegang Saham PT Tambang Mas Sangihe
Susunan
Pengurus:
1. Gerhardus
Antonius Kielenstyn (Direktur Utama)
2. Juangga
Magasi M (Direktur)
3. Nicholas
David John Morgan (Komisaris Utama)
4. Ahmad
Yani (Komisaris)
5. Michael
Rembangan (Komisaris)
Pemegang
Saham:
1. Sangihe
Gold Corporation (70% Kanada)
2. PT
Sungihe Prima Mineral (11% Indonesia)
3. PT
Sungai Belayan Sejati (10% Indonesia)
4. PT Sangihe Pratama Mineral (9% Indonesia)
Helmud Hontong
Adalah sebuah pengecualian, Wakil Bupati Kepulauan Sangihe ini berani berdiri bersama rakyatnya untuk menolak keberadaan perusahaan tambang yang merusak pulaunya. Beliau bahkan mengantarkan sendiri surat permintaan pencabutan izin tersebut ke pelbagai instansi dan kementerian di Jakarta untuk memastikan suara rakyatnya diterima dan didengar oleh pemerintah pusat.
Beliau menolak investasi
yang akan merusak lingkungan demi melindungi masa depan alam pulaunya dan masa
depan rakyatnya. Beliau benar-benar memperlakukan rakyat sebagai tuannya, sebab
jabatan wakil bupati adalah mandat dari rakyat setempat, bukan pemerintah
pusat.
Pulang dari Denpasar, Bali, menuju Manado via Makassar, Rabu
(9/6/2021). Helmud Hontong menumpangi pesawat Lion Air JT-740. Masih setengah
perjalanan, ia mengeluh kepada ajudannya yang duduk di sebelahnya, Harmen
Kontu, lehernya terasa sakit. Beberapa laporan menyebut, dia merasakan
gatal-gatal di tenggorokan. Helmud kemudian meminta air minum, tetapi setelah
minum dia terbatuk. Dari hidung dan mulutnya keluar darah, kemudian dia hilang
kesadaran. Meski sempat mendapat pertolongan pertama, namun sayangnya, nyawa
tak terselamatkan.
“Saya dengan tegas menolak keberadaan PT Tambang Mas Sangihe
beroperasi di Sangihe. Apapun alasannya! Saya berdiri bersama rakyat. Karena
rakyat yang memilih saya sampai menjadi Wakil Bupati.” Helmud Hontong, Wakil
Bupati Kabupaten Kepulauan Sangihe.
Izin Tambang dan Kerusakan Lingkungan
Pada masa menjabat, Helmud Hontong secara tegas menolak usaha pertambangan
emas yang dikelola PT Tambang Mas Sangihe (TMS). Sebelum meninggal dunia, beliau
telah membuat surat permohonan pembatalan izin operasi pertambangan emas di
atas tanah seluas 42 ribu hektar yang berada di wilahnya kepada Kementerian
ESDM. Bersafari mengantar Surat Penolakan tersebut ke pelbagai kementrian, Mulai
Kementrian Kelautan dan Perikanan RI, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
RI, Kantor Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) dalam waktu sehari saja,
Aktivitas
pertambangan emas yang rencananya dilakukan PT TMS di wilayah Sangihe, berpotensi
membuat kerusakan lingkungan. Selain berpotensi menghilangkan sumber daya air
di wilayah ini, kepunahan puluhan satwa endemik dan satwa langka juga
mengintai, apabila aktivitas pertambangan dilakukan. Pulau ini mempunyai
luas daratan kurang dari 2.000
kilomenter persegi, termasuk dalam kategori pulau kecil yang dilarang ditambang.
Tidak
hanya air yang tercemar, tanah juga mengalami pencemaran akibat pertambangan, yaitu
terdapatnya lubang-lubang besar yang tidak mungkin ditutup kembali hingga menyebabkan
terjadinya kubangan air dengan kandungan asam yang sangat tinggi dan air
kubangan tersebut mengadung zat kimia.
Tanah dan Manusia
Dilihat
dari teknik penambangan, di mana penambang menggali bukit tidak secara
berjenjang (trap-trap), namun asal menggali saja dan nampak penggalian yang
tidak teratur, membentuk dinding yang lurus dan menggantung (hanging wall) yang sangat rentan runtuh
(longsor) dan dapat mengancam keselamatan jiwa para penambang. Dan, yang tak
kalah genting adalah berpotensi meningkatkan ancaman tanah longsor.
Limbah
pencucian zat-zat yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia jika airnya
dikonsumsi dapat menyebabkan penyakit kulit pada manusia seperti kanker kulit.
Selain itu juga dampak debu menyebabkan polusi udara di sepanjang jalan yang
dijadikan aktivitas pengangkutan. Hal ini menimbulkan merebaknya penyakit
infeksi saluran pernapasan, yang dapat memberi efek jangka panjang berupa
kanker paru-paru, darah, atau lambung.
Hukum Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau kecil (WP3K)
Pasal
1:
Pulau Kecil
adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu kilo
meter persegi) beserta kesatuan ekosistemnya.
Bahwa Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil belum memberikan kewenangan dan tanggung jawab negara secara memadai atas pengelolaan Perairan Pesisir dan pulau-pulau kecil sehingga beberapa pasal perlu disempurnakan sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum di masyarakat.
Keindahan Alam Sangihe
Pantai Pananuareng, yang secara geografis terletak di kampung Tariang Baru, Tabukan Tengah, Kepualauan Sangihe. Pantai ini terasa sangat eksotis karena memiliki hamparan pasir putih yang sangat memanjakan mata, ditambah lagi dengan hembusan angin yang sepoi-sepoi ditambah dengan alunan suara ombak yang silih berganti.
Salah satu destinasi wisata yang wajib untuk anda kunjungi ke Kepulauan
Sangihe adalah Air Terjun Nguralawo. Jika anda berangkat dari kota Tahuna, maka
anda pun nantinya akan menempuh perjalanan sekitar 1,5 jam lamanya. Akan tetapi,
perjalanan yang lama tersebut akan sebanding dengan pemandangan yang akan anda
dapatkan ketika telah sampai ke air terjun satu ini.