Oleh: Mediana Dita Krisdiawan
Women are like teabags: they don't
realise how strong they are until they're in hot water
– Eleanor Roosevelt
Latar Belakang Pendahuluan
Setiap
orang dilahirkan dengan membawa marwah Hak Asasi Manusia (HAM). Hal ini
mengartikan bahwa, HAM setiap orang telah ada sejak manusia itu lahir (Hakiki).
Selain bersifat hakiki, HAM sendiri bersifat universal, di mana HAM dimiliki
oleh setiap manusia tanpa terkecuali; tanpa mempertimbangkan perbedaan suku,
ras, agama, bangsanya, dan juga gender. Namun, ternyata banyak orang masih melupakan
napas inti HAM yang satu ini. Karena salah satu contohnya, masih banyak orang
yang melanggar HAM dengan membawa-bawa narasi gender.
Tidak
sedikit kasus-kasus pelanggaran HAM Perempuan terjadi misalnya, di pelbagai
negara seperti budaya kekerasan pada perempuan. Bahkan, yang paling
mencengangkan adalah bahwa sumber dari pelanggaran HAM perempuan dan anak-anak
sering ditemukan di dalam lingkungan keluarganya sendiri! Hal tersebut dapat
menimbulkan trauma dan rasa di mana mereka menyadari bahwa, perempuan mengalami
hidup sebagai warga kelas dua dan laki-laki sebagai warga kelas pertama. Selain
itu, tindakan kekerasan tersebut secara terus-menerus menyebabkan terhambatnya
kemampuan kaum perempuan untuk menikmati hak-hak dan kebebasannya yang
dimaksudkan sebagai HAM.
Melihat
kasus tersebut, maka HAM perempuan memerlukan pengaturan serta perhatian yang
lebih khusus. Selain kekerasan pada perempuan, masih banyak sekali
konflik-konflik yang dialami oleh kaum perempuan seperti maraknya masyarakat
dunia yang memiliki sikap yang menganggap bahwa perempuan lebih rendah
kedudukan dan nilainya daripada laki-laki. Peran-peran perempuan pada keluarga,
masyarakat, dan dunia kerja maupun pertumbuhan ekonomi masih sangat kurang
diakui dan jauh tidak dihargai. Fenomena ini menyebabkan perempuan pada umumnya,
kurang atau sama sekali tidak berperan, dan lebih sial lagi tidak dianggap
dalam proses kebijakan dan pengambilan keputusan dalam bidang-bidang tersebut.
Dibalik
Tanggal 8 Maret
Pada
tanggal 8 Maret 2021, para perempuan di dunia merayakan Hari Perempuan
Internasional. Walaupun artikel ini diunggah telat, tapi sebagai sesama
perempuan, saya ingin mengucapkan Happy
International Women’s Day kepada seluruh perempuan-perempuan di dunia.
Sungguh aneh, bahwasanya, perempuan masih harus memperjuangkan hak-haknya.
Kita
masih hidup dalam masyarakat yang dinyana menjadi perempuan itu berbahaya, di
mana perempuan adalah suatu makhluk yang lemah, sensitif, tidak berdaya, tak
mampu berpikir kritis, tak mampu bekerja di tempat yang biasanya digandrungi oleh
pekerja laki-laki, oleh sebab itu perempuan lebih cocok bekerja di dapur. Izinkan
saya untuk mengingatkan Anda yang mempunyai daya pikir seperti itu bahwa; We (women) are stronger than we look!
Sedikit
cerita dibalik terbentuknya Hari Perempuan Internasional, yaitu pada tanggal 8
Maret. Perayaan Hari Perempuan Internasional pertama kali jatuh pada tanggal 28
Februari 1908 di Kota New York, ketika ribuan perempuan pekerja garmen melakukan
pemogokan dan berbaris di seluruh kota untuk memprotes kondisi kerja mereka.
Untuk
menghormati peringatan pemogokan tersebut, yang berlangsung selama lebih dari
setahun, Hari Perempuan Internasional dirayakan untuk pertama kalinya di AS
yang dipelopori oleh Partai Sosialis Amerika. Pada 1910, Pemimpin 'Kantor
Perempuan' Clara Zetkin, mengajukan sebuah gagasan untuk menetapkan Hari
Perempuan Internasional yang menyarankan setiap negara merayakan satu hari
dalam setahun untuk mendukung aksi tuntutan perempuan.
Gagasan
itu kemudian disetujui Konferensi Perempuan dari 17 negara yang beranggotakan
total 100 perempuan. Sehingga, disepakati pada tanggal 19 Maret 1911 sebagai
perayaan pertama Hari Perempuan Internasional di Austria, Jerman, Denmark dan
Swiss.
Pergerakan
perempuan di Rusia menggelar aksi damai menentang Perang Dunia I pada 8 Maret
1913. Dan pada tahun 1914, perempuan seantero Eropa menggelar aksi yang sama di
tanggal yang sama. Pada era Perang Dunia II, tanggal 8 Maret pun digunakan
seluruh dunia sebagai penanda momentum advokasi kesetaraan gender. Tanggal 8
Maret kemudian diakui keberadaannya oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun1975
dan dijadikan sebagai Hari Perempuan Nasional.
Apa
Itu Feminisme?
Kembali
lagi kepada Hari Perempuan Internasional. Saya telah menanyakan diri saya,
beserta perempuan-perempuan (bahkan juga lelaki) dalam kehidupan saya, “Apa
makna Hari Perempuan Internasional menurut Anda?” Dan, banyak yang menjawab
dengan menghubungkannya dari kata feminisme. Hal yang lucu pula ketika saya
bertanya, “Apa itu feminisme?” Secara dominan mereka hanya menjawab kesetaraan
gender.
Walaupun jawaban yang mereka beri bisa dibilang benar, tetapi menurut saya, feminisme lebih dari hanya “kesetaraan gender”. Feminisme menurut saya sendiri adalah seluruh gender yang memiliki hak serta kesempatan yang sama. Feminisme bukan saja kewajiban untuk menghormati perempuan, tetapi jua menghormati seluruh individu manusia dengan seluruh aspek yang terikat dalam dirinya; entah menghormati pengetahuannya, kemampuannya, identitasnya, pengalamannya, dan juga kekuatannya.
Feminisme menurut saya, juga membahas mengenai persamaan antar
gender dalam arena permainan di ruang kehidupan dan memastikan bahwa perempuan
dan anak-anak perempuan yang secara kodrati beragam, memiliki kesempatan yang
sama dalam hidup yang kadung terkonstruk untuk anak laki-laki dan hanya untuk laki-laki.
Now, funny things about Feminism. Banyak laki-laki yang menganggap gerakan feminisme itu adalah gerakan membenci
sikap pria atau membenci pria. Well,
there are some good news for all the men who think like that! Feminisme ini
bukan mengenai para perempuan membenci laki-laki, bukan juga mengenai perempuan
harus lebih baik dari laki-laki maupun perempuan berkeinginan untuk menghindari
sikap feminitas (sifat kewanitaan).
Inti
dari feminisme adalah, kami para perempuan ingin dianggap sama di mata dunia di
dalam seluruh relung kehidupan, kami ingin dipandang sebagai manusia kuat layaknya
banyak orang menganggap laki-laki kuat, kami ingin kesempatan yang sama dan
adil di dunia ini. Jika kami ingin bekerja layaknya laki-laki, biarkanlah kami
bekerja. Kami percaya, kami mampu bekerja lebih dari sebatas “bekerja di dapur”
dan percayalah, kami (perempuan), sesungguhnya adalah makhluk yang lebih kuat
dan terlahir di dunia.
Apakah
saya feminis?
Semua
perempuan adalah feminis! (seseorang yang mendukung feminisme). Semua laki-laki
menolak gerakan feminisme, laki-laki tidak bisa menjadi feminis. Please stop being so stereotyped! Tidak
semua perempuan adalah feminis, tidak semua laki-laki menolak gerakan feminisme.
Faktanya, terdapat beberapa laki-laki yang mendukung gerakan feminisme dan
menjadi seorang feminis.