Being A Woman Is My Super Power!

         (Photo by Fachrul Reza/NurPhoto via Getty Images)


Oleh: Mediana Dita Krisdiawan


Women are like teabags: they don't realise how strong they are until they're in hot water – Eleanor Roosevelt


Latar Belakang Pendahuluan

 

    Setiap orang dilahirkan dengan membawa marwah Hak Asasi Manusia (HAM). Hal ini mengartikan bahwa, HAM setiap orang telah ada sejak manusia itu lahir (Hakiki). Selain bersifat hakiki, HAM sendiri bersifat universal, di mana HAM dimiliki oleh setiap manusia tanpa terkecuali; tanpa mempertimbangkan perbedaan suku, ras, agama, bangsanya, dan juga gender. Namun, ternyata banyak orang masih melupakan napas inti HAM yang satu ini. Karena salah satu contohnya, masih banyak orang yang melanggar HAM dengan membawa-bawa narasi gender.

 

Tidak sedikit kasus-kasus pelanggaran HAM Perempuan terjadi misalnya, di pelbagai negara seperti budaya kekerasan pada perempuan. Bahkan, yang paling mencengangkan adalah bahwa sumber dari pelanggaran HAM perempuan dan anak-anak sering ditemukan di dalam lingkungan keluarganya sendiri! Hal tersebut dapat menimbulkan trauma dan rasa di mana mereka menyadari bahwa, perempuan mengalami hidup sebagai warga kelas dua dan laki-laki sebagai warga kelas pertama. Selain itu, tindakan kekerasan tersebut secara terus-menerus menyebabkan terhambatnya kemampuan kaum perempuan untuk menikmati hak-hak dan kebebasannya yang dimaksudkan sebagai HAM.

 

Melihat kasus tersebut, maka HAM perempuan memerlukan pengaturan serta perhatian yang lebih khusus. Selain kekerasan pada perempuan, masih banyak sekali konflik-konflik yang dialami oleh kaum perempuan seperti maraknya masyarakat dunia yang memiliki sikap yang menganggap bahwa perempuan lebih rendah kedudukan dan nilainya daripada laki-laki. Peran-peran perempuan pada keluarga, masyarakat, dan dunia kerja maupun pertumbuhan ekonomi masih sangat kurang diakui dan jauh tidak dihargai. Fenomena ini menyebabkan perempuan pada umumnya, kurang atau sama sekali tidak berperan, dan lebih sial lagi tidak dianggap dalam proses kebijakan dan pengambilan keputusan dalam bidang-bidang tersebut.


Dibalik Tanggal 8 Maret


Pada tanggal 8 Maret 2021, para perempuan di dunia merayakan Hari Perempuan Internasional. Walaupun artikel ini diunggah telat, tapi sebagai sesama perempuan, saya ingin mengucapkan Happy International Women’s Day kepada seluruh perempuan-perempuan di dunia. Sungguh aneh, bahwasanya, perempuan masih harus memperjuangkan hak-haknya.

 

Kita masih hidup dalam masyarakat yang dinyana menjadi perempuan itu berbahaya, di mana perempuan adalah suatu makhluk yang lemah, sensitif, tidak berdaya, tak mampu berpikir kritis, tak mampu bekerja di tempat yang biasanya digandrungi oleh pekerja laki-laki, oleh sebab itu perempuan lebih cocok bekerja di dapur. Izinkan saya untuk mengingatkan Anda yang mempunyai daya pikir seperti itu bahwa; We (women) are stronger than we look!

 

Sedikit cerita dibalik terbentuknya Hari Perempuan Internasional, yaitu pada tanggal 8 Maret. Perayaan Hari Perempuan Internasional pertama kali jatuh pada tanggal 28 Februari 1908 di Kota New York, ketika ribuan perempuan pekerja garmen melakukan pemogokan dan berbaris di seluruh kota untuk memprotes kondisi kerja mereka.

 

Untuk menghormati peringatan pemogokan tersebut, yang berlangsung selama lebih dari setahun, Hari Perempuan Internasional dirayakan untuk pertama kalinya di AS yang dipelopori oleh Partai Sosialis Amerika. Pada 1910, Pemimpin 'Kantor Perempuan' Clara Zetkin, mengajukan sebuah gagasan untuk menetapkan Hari Perempuan Internasional yang menyarankan setiap negara merayakan satu hari dalam setahun untuk mendukung aksi tuntutan perempuan.

 

Gagasan itu kemudian disetujui Konferensi Perempuan dari 17 negara yang beranggotakan total 100 perempuan. Sehingga, disepakati pada tanggal 19 Maret 1911 sebagai perayaan pertama Hari Perempuan Internasional di Austria, Jerman, Denmark dan Swiss.


Pergerakan perempuan di Rusia menggelar aksi damai menentang Perang Dunia I pada 8 Maret 1913. Dan pada tahun 1914, perempuan seantero Eropa menggelar aksi yang sama di tanggal yang sama. Pada era Perang Dunia II, tanggal 8 Maret pun digunakan seluruh dunia sebagai penanda momentum advokasi kesetaraan gender. Tanggal 8 Maret kemudian diakui keberadaannya oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun1975 dan dijadikan sebagai Hari Perempuan Nasional.


Apa Itu Feminisme?


Kembali lagi kepada Hari Perempuan Internasional. Saya telah menanyakan diri saya, beserta perempuan-perempuan (bahkan juga lelaki) dalam kehidupan saya, “Apa makna Hari Perempuan Internasional menurut Anda?” Dan, banyak yang menjawab dengan menghubungkannya dari kata feminisme. Hal yang lucu pula ketika saya bertanya, “Apa itu feminisme?” Secara dominan mereka hanya menjawab kesetaraan gender.

 

Walaupun jawaban yang mereka beri bisa dibilang benar, tetapi menurut saya, feminisme lebih dari hanya “kesetaraan gender”. Feminisme menurut saya sendiri adalah seluruh gender yang memiliki hak serta kesempatan yang sama. Feminisme bukan saja kewajiban untuk menghormati perempuan, tetapi jua menghormati seluruh individu manusia dengan seluruh aspek yang terikat dalam dirinya; entah menghormati pengetahuannya, kemampuannya, identitasnya, pengalamannya, dan juga kekuatannya.


Feminisme menurut saya, juga membahas mengenai persamaan antar gender dalam arena permainan di ruang kehidupan dan memastikan bahwa perempuan dan anak-anak perempuan yang secara kodrati beragam, memiliki kesempatan yang sama dalam hidup yang kadung terkonstruk untuk anak laki-laki dan hanya untuk laki-laki.

 

Now, funny things about Feminism. Banyak laki-laki yang menganggap gerakan feminisme itu adalah gerakan membenci sikap pria atau membenci pria. Well, there are some good news for all the men who think like that! Feminisme ini bukan mengenai para perempuan membenci laki-laki, bukan juga mengenai perempuan harus lebih baik dari laki-laki maupun perempuan berkeinginan untuk menghindari sikap feminitas (sifat kewanitaan).

 

Inti dari feminisme adalah, kami para perempuan ingin dianggap sama di mata dunia di dalam seluruh relung kehidupan, kami ingin dipandang sebagai manusia kuat layaknya banyak orang menganggap laki-laki kuat, kami ingin kesempatan yang sama dan adil di dunia ini. Jika kami ingin bekerja layaknya laki-laki, biarkanlah kami bekerja. Kami percaya, kami mampu bekerja lebih dari sebatas “bekerja di dapur” dan percayalah, kami (perempuan), sesungguhnya adalah makhluk yang lebih kuat dan terlahir di dunia.


Apakah saya feminis?


Semua perempuan adalah feminis! (seseorang yang mendukung feminisme). Semua laki-laki menolak gerakan feminisme, laki-laki tidak bisa menjadi feminis. Please stop being so stereotyped! Tidak semua perempuan adalah feminis, tidak semua laki-laki menolak gerakan feminisme. Faktanya, terdapat beberapa laki-laki yang mendukung gerakan feminisme dan menjadi seorang feminis.

 

Namun, apabila Anda percaya pada persamaan hak dan keadilan untuk semua gender, maka dapat saya katakan bahwa, “Anda adalah seorang feminis”. Panjang Umur Perempuan, dan Mari Kita Hancurkan Patriarki!
 

Being A Woman Is My Super Power!