Cruella: Jatuh Mimpi di Antara Kelembutan dan Kekejaman

 

                      Sumber: https://www.bbc.com/


Oleh: Tiara Sefitri, Peserta Didik SMAN 34 Jakarta


    Hai semuanya… Apa kabar? Semoga dalam keadaan sehat selalu ya, dan jangan lupa untuk tetap jaga kesehatan! Nah, berhubung PPKM diperpanjang dan besok hari libur, aku mau kasih salah satu  rekomendasi film buat kalian pecinta Disney yang baru keluar 2 bulan lalu berjudul, “Cruella”. Buat kalian yang bertanya-tanya “Cruella seru gak sih?” atau “Alurnya kayak gimana?” dan “Worth it gak buat ditonton?” Baiklah guys, sekarang ini jawaban dari aku tentang film “Cruella” ini. So, happy reading everyone.


Di film ini, Emma Stone bertransformasi menjadi sosok yang kejam, vandal, bahkan anarkis bernama Cruella de Vil. Ia bahkan dicap sebagai salah satu karakter paling jahat di antara film-film Disney.


Sejak awal film diputar, Cruella muncul dengan sindiran khasnya yang penuh kelicikan dan kesombongan. Sebuah pembuka yang membuat saya dan tentunya penonton lain di bioskop langsung teringat dengan sosoknya dalam film “101 Dalmatians”.


Tak banyak yang berubah dari sosok Cruella, baik di film pertama maupun di film ini. Cruella versi Emma Stone tetap menghadirkan sosok Cruella dengan busana dan potongan rambutnya yang aneh, tak lupa mobil Panther De Ville yang ditunggangi Cruella de Vil di film keluaran Disney pada tahun 1996 silam.


Namun, cerita dalam film menjadi sangat berbeda ketika Cruella mulai mengisahkan cerita masa lalunya. Di situlah poin penting yang menggambarkan keseluruhan cerita di film ini berbeda dengan film 101 Dalmatians.


Mungkin, sama seperti penonton lainnya, saya juga baru mengetahui bahwa Cruella mulanya adalah gadis manis bernama Estella yang tinggal di sebuah kota kecil bersama ibunya yakni seorang perempuan berhati lembut bernama Chaterine (Emily Beecham).


Estella dikenal sebagai anak perempuan yang cerdas dan suka memberontak. Ia bahkan sering dibilang aneh oleh kebanyakan orang terlebih Estella lahir dengan rambut separuh putih dan separuh hitam. Hal ini membuatnya berbeda dengan orang pada umumnya.


Sejak kecil, Estella bermimpi untuk menjadi seorang desainer ketika dewasa. Inilah yang kemudian menjadi benang merah awal mula Cruella menjadi seorang designer seperti yang dikenal sekarang.


Dari dunia yang penuh keceriaan, lambat laun cerita tentang Estella mulai berkembang menjadi gelap dan penuh kebencian setelah kematian ibunya. Ia kemudian hidup sebagai seorang pencuri bersama dua rekan kriminalnya yang bernama Horace (Paul Walter Hauser) dan Jasper (Joel Fry).


Namun, berkat mereka, Estella akhirnya kembali ke dunia fashion dengan bekerja di rumah model “The Baroness” milik designer bertangan dingin bernama Baroness (Emma Thompson). Pertemuan dengan Baroness, menjadi awal Estella menekuni dan membangkitkan kembali semangat pada dunia fashion yang sempat lama terkubur.


Estella bahkan menjadi salah satu designer yang cukup diperhatikan oleh Baroness. Beberapa karyanya juga masuk dalam pameran adibusana The Baroness.


Bagian ini menjadi area yang banyak disorot oleh Craig Gillespie, selaku sutradara dalam film. Mulai dari Estella yang masih menjadi anak bawang, hingga menjadi tangan kanan Baroness mendapat porsi yang cukup lama sepanjang lensa kamera.


Tak tanggung-tanggung, adegan Stella menapaki karier sebagai perancang busana, bahkan memakan lebih dari separuh durasi film berjalan. Rasa-rasanya tidak penting untuk membahas karier Stella, meskipun film ini membahas asal-usul Cruella si Designer Nyentrik.


Barulah, setelah cukup banyak mengulas karier Estella, Gillespie akhirnya bergeser ke masa lalu Estella dengan membuat sosok Baroness sebagai penyebab dari kematian ibunya, saat ia masih kecil. Hal itu yang membuat Estella sakit hati dan berubah menjadi sosok berhati dingin serta tak kenal ampun yang kini dikenal dengan “Cruella”.


Dari situlah, sosok Cruella de Vil yang menyeramkan muncul dalam film ini. Ia muncul dengan membuat keonaran di London untuk menuntut balas atas kematian ibunya kepada Baroness. Puncak keonaran ini semakin liar, ketika Cruella menghancurkan peragaan busana yang digelar Baroness. Ia bahkan membuat acara tandingan yang lebih spektakuler dan sedikit urakan.


Gillespie sangat baik mengemas adegan tersebut dengan menggabungkan fashion show di air mancur dengan alunan musik rock yang gahar. Kehebohan ini hanya bisa dinikmati jika menonton film ini di dalam gedung bioskop.


Selebihnya, cerita dalam film ini hanya menyuguhkan aksi-aksi jahat Cruella dalam menuntut balas terhadap Baroness yang tak lain adalah ibu kandungnya sendiri. Cruella pun akhirnya tersadar, bahwa kegilaannya merupakan warisan genetik dari ibunya.


Sayangnya, hingga film ini berakhir, pengembangan karakter Cruella dalam film ini masih jauh dari sosoknya di film 101 Dalmatians. Cruella dalam film keluaran Disney pada 1996 silam tersebut lebih terlihat sebagai orang jahat yang tega membunuh anjing Dalmatian untuk memuaskan keinginannya.


Film yang dimaksudkan sebagai otobiografi Cruella ini, sebagian besar tampil ciamik dan didukung dua hal: kostum dan soundtrack-nya. Untuk suguhan visualnya, produksi dan desain kostumnya mewah dan begitu menawan.


Dengan mengambil estetika punk, koleksi busananya tampil dalam momen mode high couture yang mengesankan.


Sementara itu sang bintang utama, terlihat cukup fasih memainkan karakter Cruella dengan semua kepribadiannya yang dia ubah, sesering ia mengubah gaya berpakaiannya.


Stone begitu piawai menempatkan dirinya untuk berganti peran dengan kepribadian yang terbelah, seakan dengan begitu mudahnya, ia mengubah karakter antara Estella yang baik hati serta lembut dan Cruella yang haus kekuasaan dan pendendam.


“In my opinion, this is the best Disney live-action remake! Cruella is a reimagining of how Cruella DeVil became probably the most well-known Disney villain of all time and how she became and embraced her evil side to her. We start off with seeing her as sweet Estella and her passion for the life of fashion design but as the story goes on and as we are introduced to the Baroness (played by Emma Thompson) we realise that there really is another side to her, an evil villainess side that wants fame and revenge.” Komentar salah satu penonton film “Cruella”.


Namun, ada juga  kekurangan terbesar dari film Cruella, adalah alur ceritanya yang terasa bertele-tele dan terlalu panjang. Karena alurnya yang panjang, konflik yang ditampilkan kurang terasa nendang dan greget. Hal itu, membuat film terasa membosankan di beberapa bagian. Bahkan, bisa dikatakan film akan terasa lebih menarik jika dibagi menjadi dua. Namun, setidaknya, film bisa menjadi alternatif tontonan yang seru di masa pandemi. Film ini kurang cocok untuk kategori anak-anak, sebab ada pelbagai adegan yang terlalu ekstrem. 


Meski demikian, film Cruella banyak menyuguhkan hiburan yang menarik bagi penonton yang sudah lama menantikan momen menonton film. Dan, seperti film Disney lainnya, Cruella mengutamakan pesan penting: bagaimana menjadi diri sendiri dan berjuang untuk menggapai mimpi.

Cruella: Jatuh Mimpi di Antara Kelembutan dan Kekejaman