Sumber: https://id.wikipedia.org/
Oleh: Elysia Yasmine Rafaida, Peserta Didik SMAN 34 Jakarta
Bagi
warga Jakarta, nama Rasuna Said memang sudah tak asing didengar. Tapi, masih belum
banyak yang tahu, nama sebuah jalan di kawasan kuningan Jakarta Selatan
tersebut adalah nama yang patut kita kenang jasa dan pengorbanannya.
Dialah Hajjah Rangkayo Rasuna Said (H.R. Rasuna
Said). Beliau lahir di Maninjau, Agam, Sumatra Barat, 14 September 1910 adalah
seorang pejuang kemerdekaan Indonesia dan juga merupakan pahlawan nasional Indonesia.
Seperti Kartini, ia juga memperjuangkan adanya persamaan hak antara laki-laki
dan perempuan. Ia dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.
Begitulah,
perkenalan singkat dari H.R Rasuna Said. Di sini, saya akan mengangkat opini
saya tentang kisah inspiratif dari Rasuna Said.
Perjuangan
politik dimulai Rasuna, saat beraktivitas di Sarekat Rakyat sebagai sekretaris.
Kemudian, dia bergabung sebagai anggota di Persatuan Muslim Indonesia. Rasuna
Said juga ikut mengajar di sekolah-sekolah yang didirikan Persatuan Muslimin Indonesia
(PERMI). Dan juga, dia mendirikan Sekolah Thawalib di Padang, dan memimpin
Kursus Putri dan Normal Kursus di Bukit Tinggi Saat terjun dalam dunia politik,
Rasuna dikenal dengan kemahirannya berpidato. Isi pidato yang disampaikannya
selalu tajam menyangkut penindasan pemerintah Belanda ketika tahun 1930.
Akibat
pidato yang menyinggung Belanda, Rasuna akhirnya ditangkap dan dipenjara tahun
1932 di Semarang. Rasuna Said juga tercatat sebagai perempuan pertama yang
terkena hukum Speek Delict yaitu hukum
kolonial Belanda yang menyatakan bahwa siapa pun dapat dihukum karena berbicara
menentang Belanda.
Rasuna
Said sempat ditangkap bersama teman seperjuangannya Rasimah Ismail. Setelah
keluar dari penjara, Rasuna Said meneruskan pendidikannya di Islamic College pimpinan KH Mochtar
Jahja dan Dr. Kusuma Atmaja.
Pada
tahun 1935, Rasuna menjadi pemimpin redaksi Majalah Raya. Karena ruang gerak
yang dibatasi Belanda, Rasuna Said pindah ke Medan dan mendirikan sekolah
pendidikan khusus perempuan “Perguruan Putri”.
Dia
juga menerbitkan majalah “Menara Putri” yang membahas seputar pentingnya peran perempuan,
kesetaraan antara laki-laki, perempuan, dan keislaman.
Pada
masa pendudukan Jepang, Rasuna Said ikut serta sebagai pendiri organisasi
pemuda Nippon Raya di Padang. Tetapi, kemudian organisasi itu dibubarkan oleh
Pemerintah Jepang. Tak berhenti, Rasuna bersama Khatib Sulaiman aktif
memperjuangkan dibentuk nya barisan Pembela Tanah Air (Peta).
Laskar
inilah yang kelak menjadi cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI) setelah
kemerdekaan Indonesia. HR Rasuna Said aktif di Badan Penerangan Pemuda
Indonesia dan Komite Nasional Indonesia. Rasuna Said duduk dalam Dewan
Perwakilan Sumatra mewakili daerah Sumatra Barat.
Setelah
Proklamasi Kemerdekaan, ia diangkat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia Serikat (DPR RIS). Kemudian, dia menjadi anggota Dewan
Pertimbangan Agung setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sampai akhir hayatnya.
Karena
keaktifannya di dunia politik, Rasuna kurang memperhatikan kesehatannya
sendiri. Ia baru diketahui mengidap penyakit kanker darah yang sudah parah.
Rasuna akhirnya meninggal dunia pada tanggal 2 November 1965 pada umur 55
tahun. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Karena perjuangannya
untuk kemerdekaan bangsa, Rasuna digelari Pahlawan Nasional dengan SK
Presiden No 084/TK/Tahun 1974.
Begitulah
sedikit kisah perjuangan tentang Rasuna Said. Seperti yang kita ketahui, bahwa
Rasuna Said merupakan pejuang perempuan yang berusaha memperjuangkan martabat
perempuan.
Saya
sengaja mengambil dan mengangkat kisah perjuangan ini bertepatan dengan Hari
Perempuan Internasional pada tanggal 8 Maret lalu.
Di
sini, saya hanya ingin menuangkan opini ataupun pendapat saya tentang pandangan
orang-orang terhadap perepuan. Seperti yang banyak orang ketahui, hingga saat ini
masih banyak sekali orang-orang yang selalu memandang rendah perempuan. Mereka
beranggapan bahwa, perempuan itu lemah, tidak akan bisa menandingi kaum laki-laki.
Mungkin dulu, saya juga berpikir seperti itu.
Namun,
seiring berjalannya waktu, saya sudah mulai memahami apa arti dari emansipasi
perempuan, tentang pelbagai tokoh perempuan yang memperjuangkan martabat
perempuan, membuat saya berpikir bahwa, gender tidak bisa dijadikan sebagai
patokan kalau seseorang itu mampu atau tidak.
Di
zaman semodern ini, orang-orang yang mungkin berpikir tentang kemampuan
seseorang diukur melalui perbedaan gender, seharusnya bisa mencari tahu, berapa
banyak perempuan di Indonesia maupun di dunia yang memiliki peran penting.
Tetapi,
juga sudah banyak pula orang yang tidak memandang rendah perempuan, saling
menghargai hak-hak privasi, dan tentu saja hal itu merupakan sebuah kemajuan,
bukan?
Inti
dari opini/ pendapat saya adalah, semua orang pasti bisa melakukan sesuatu, asalkan
dia mampu dan mau, bukan apakah dia laki-laki atau perempuan. Bukan tentang, “Oh
perempuan tidak mungkin bisa memperbaiki mesin.” “Oh dia laki-laki tidak
mungkin dia memasak di dapur.”
Jadi,
saya harap dengan opini yang saya ambil dari kisah Rasuna Said ini, mampu
memberikan pemahaman kepada banyak orang bahwa, semua hal bisa dilakukan dan diukur
melalui kemampuan yang kita punya, bukan tentang pandangan terhadap perbedaan
gender.
Terima kasih!