Mitos LGBTQ dan Perbedaan Gender, Identitas Gender, dan Orientasi Seksual

 oleh: Nasywa Alia, Peserta Didik SMAN 34 Jakarta


Disclaimer: this is an open discussion and a safe place for everyone. As long as you’re not disrespecting other communities, you’re good.


LGBTQ is an acronym for Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender/Transsexual, and Queer. There are so many arguments regarding our rights, especially in Indonesia since this country is filled with religious people and they tend to disagree with it. And because our rights are unclear, it’s easier for people to violate us, verbally or physically.


But today, I’m going to talk about the things people have said about the LGBTQ+ Community that are NOT true. I’ll be explaining things in Bahasa so it’ll be easier to understand.


        Baiklah, di sini saya hanya ingin berbicara mengenai fenomena LGBTQ yang sedang ramai dibicarakan oleh khalayak ramai. Pertama-tama, ini berangkat dari keresahan saya melihat bagaimana LGBTQ dipandang sebagai bukan manusia, sub-humanism, manusia golongan ketiga, atau bahkan bisa dibilang manusia hina atau nyaris distigmasisasi bukan manusia! Kedua, saya ingin memberikan pandangan alternatif lain terhadap kebenaran yang kadung menyeruak di masyarakat, tidak lain adalah ingin membenturkan data atau fakta supaya bisa dijadikan sebagai diskursus mengenai LGBTQ ke depannya. Ketiga, tidak ada tujuan tertentu selain memberikan ruang terhadap kemajuan ilmu dan perkembangan pengetahuan yang ada demi keadilan, kenyamanan, dan keamanan kehidupan warga negara.


Beberapa hari yang lalu, saya melakukan polling di kanal media sosial instagram saya, saya memberi sebuah pertanyaan mengenai LGBTQ, dan singkat kata, saya ringkas menjadi 3 buah tema yang paling banyak ditanyakan.


1. LGBTQ adalah penyakit?

Dalam PPDGJ III (Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa III) halaman 288 poin F66 tertulis “Orientasi seksual sendiri jangan dianggap sebagai suatu gangguan”. Jadi, jelas bahwa heterosexual, homosexual, atau bisexual  bukanlah gangguan karena hal tersebut merupakan orientasi seksual.


Dalam ICD 11 (International Classification of Disease 11) yang dilansir oleh WHO, transgender tidak lagi diklasifikasikan sebagai gangguan mental dan perilaku. Namun, menggolongkannya ke conditions related to sexual health dan menyebutnya sebagai gender incongruence. Arti dari gender incongruence tersebut ialah ketidaksesuaian yang mencolok dan terus-menerus antara jenis kelamin yang dialami seseorang dan jenis kelamin yang diberikan. Dr Lale Say, seorang ahli kesehatan reproduksi di Organisasi Kesehatan Dunia, mengatakan: "Itu dikeluarkan dari gangguan kesehatan mental karena kami memiliki pemahaman yang lebih baik bahwa ini sebenarnya bukan kondisi kesehatan mental”.


Sedangkan, apa yang dianggap sebagai penyakit? Gangguan Maturitas seksual yaitu ketidakpastian tentang identitas jenis kelaminnya/orientasi seksualnya yang menybabkan depresi, Orientasi Seksual Egoditonik yaitu Identitas jenis kelamin atau preferensi seksual tidak diragukan, tetapi individu mengharapkan yang lain, dan Gangguan Jalinan Seksual yaitu identitas jenis kelamin atau orientasi seksual yang menybabkan seoang individu sulit membangun relationship dengan orang lain


2. LGBTQ adalah penyebab bencana alam?

How do I even start… What kind of power do you think we have? Let’s look at the facts! Indonesia berada di pertemuan tiga lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik. Selain itu, Indonesia juga dilalui Pacific Ring of Fire yaitu jalur rangkaian gunung api paling aktif di dunia yang membentang sepanjang lempeng pasifik. Jadi, tidak heran mengapa Indonesia rentan dengan bencana alam. And if you’re a believer, semua yang terjadi di dunia ini adalah atas keputusan Tuhan.


3. LGBTQ pengaruh budaya barat?

Budaya LGBTQ+ sudah melekat pada budaya nusantara sejak lama, jauh sebelum masuknya budaya barat ke nusantara. Bisa kita lihat dari budaya suku Bugis, yang memiliki keberagaman jenis kelamin yaitu: Laki-laki (Oroane), Perempuan (Makunrai), Laki-laki yang seperti perempuan (Calabai), Perempuan yang seperti laki-laki (Calalai), dan pendeta androgini (Bissu). Mirip dengan budaya Bugis, orang Toraja mengenal gender ketiga yaitu to burake tambolang (pria yang berpakaian layaknya perempuan).


Selain itu, ada budaya tari tradisional Reog Ponorogo. Seorang warok dilarang untuk berhubungan intim dengan perempuan, karena diyakini akan menghilangkan kesaktiannya. Namun, mereka diizinkan untuk berhubungan intim dengan anak laki-laki muda (gemblak).


Oh ya, tidak lupa, saya ingin menambahkan lagi bahwa ada sedikit kekeliruan mengenai perspektif mengenai Gender, Identitas Gender, dan Orientasi Seksual. Di mana banyak sekali misleading yang menyebabkan kekacauan makna dan berujung pada kecacatan berpikir. Ketiga istilah tersebut jelas mempunyai makna yang berbeda-beda, tetapi sialnya dalam lingkungan masyarakat seolah-olah istilah itu dijadikan satu dan terhubung langsung dengan LGBTQ.


Apa Itu Gender?


Gender mengacu pada dimensi sosial-budaya seorang laki-laki dan perempuan. Berbeda dengan seks (jenis kelamin) yang mana lebih mengacu pada dimensi biologis seorang laki-laki dan perempuan. (Santrock, 2003:365). Sedangkan menurut Rahmawati (2004: 19), istilah gender merujuk pada karakteristik dan ciri-ciri sosial yang diasosiasikan pada laki-laki dan perempuan. Karakteristik dan ciri yang diasosiasikan tidak hanya didasarkan pada perbedaan biologis, melainkan juga pada interpretasi sosial dan cultural tentang apa artinya menjadi laki-laki atau perempuan.


Jadi, kita bisa simpulkan kalau gender itu bukan hanya sekadar laki-laki dan perempuan dalam konteks biologis belaka, tetapi melampaui itu semua, dalam ruang lingkup sosial, politik, ekonomi, dan budaya.


Apa sih Identitas Gender itu?


Identitas Gender merujuk pada penghayatan seseorang terhadap gendernya, termasuk pengetahuan, pemahaman, dan penerimaan menjadi seorang pria atau wanita (Egan & Perry, 2001). Salah satu aspek identitas gender adalah mengetahui apakah anda perempuan atau laki-laki, dimana sebagian besar anak-anak dapat melakukannya pada usia sekitar 2,5 tahun (Blakemore, Berenbaun, & Liben, 2009).


So, Identitas Gender merujuk kepada hasil kontemplasi mendalam pada diri seseorang untuk memilih apakah ia menjadi laki-laki atau menjadi perempuan, tentu ini juga mmebutuhkan kedalaman berpikir yang matang serta proses waktu yang tidak cepat


Apa itu Orientasi Seksual?


Orientasi seksual adalah rasa ketertarikan secara seksual maupun emosional terhadap jenis kelamin tertentu. Orientasi seksual ini dapat diikuti dengan adanya perilaku seksual atau tidak. Misalnya seorang perempuan tertarik dengan sesama jenis namun selama hidupnya ia belum pernah melakukan perilaku seksual dengan perempuan, maka ia tetap dikatakan memiliki orientasi seksual sejenis (http://argyo.staff.uns.ac.id/files/2010/08/seks-gender-dan-seksualitas)


Kesimpulannya, Identitas Gender merujuk pada penghayatan seseorang terhadap gendernya, termasuk pengetahuan, pemahaman, dan penerimaan menjadi seorang pria atau wanita (Egan & Perry, 2001). Orientasi seksual adalah rasa ketertarikan secara seksual maupun emosional terhadap jenis kelamin tertentu.


That’s it from me, I hope I did a great job explaining these topics and I also hope that you can see the LGBTQ+ Community from a different perspective. To anybody who is still closeted, you’re valid and you’re not obligated to come out, please take your time. All love, peace out. Bahwasannya Allah tidak menilai seseorang dari jenis kelaminnya, baik itu identitas gender atau orientasi seksualnya. Sebagaimana Firman Allah "Sesungguhnya yang paling mulia disisi Allah adalah yang paling bertaqwa".

Mitos LGBTQ dan Perbedaan Gender, Identitas Gender, dan Orientasi Seksual