Ndhelik : Jenderal Dua Dunia

 oleh: Mayra Cahyawaty dan Adila Qenaz Pratama, Peserta Didik SMAN 34 Jakarta

- Prolog

 Wektu sing ora bakal bali, lumaku malah mlaku

 Ayo kula ketemu ora mung gegayutan impen

 

-Pantai, Panca Empri


            Semilir angin sepoi-sepoi meniup rambutnya yang berwarna hitam pekat, dan matanya terlihat besar juga cemerlang hingga terbentuk seperti kacang almond. Bola matanya yang berwarna jingga kecoklatan itu, semakin indah saat diterpa sinar rembulan dan bintang kejora di hamparan padang langit malam ini


“HOAHMM... aneh ya Mah, aku menguap terus daritadi, tetapi aku belum mengantuk.” Mama duduk tepat disampingnya, sembari merajut seuntai benang wol hijau. “Baiklah kalau begitu, mamah akan menceritakan suatu kisah yang berbeda dari cerita-cerita yang biasa mama ceritakan.” Entah mengapa, cahaya bulan dan bintang bertambah terang, diiringi dengan suara burung hantu dan tokek mendominasi ruang di sekitaran rumahku. Sungguh, suasana sempurna untuk melantunkan sebuah dongeng. Mamah mulai mengatupkan bibirnya, suatu petanda cerita akan segera dimulai. Dan pastinya, mamah sambil asyik melanjutkan rajutannya.


Pada suatu hari di sebuah zaman, berdirilah suatu kerajaan di Pulau Jawa. Bukan Kerajaan Tarumanegara, bukan Kerajaan Padjajaran, bukan Kerajaan Demak, bukan pula Kesultanan Yogyakarta. Ndelik namanya. Ya, Kerajaan Ndelik lebih tepatnya. Nama “Ndelik” secara etimologi diambil dari Bahasa Jawa yang artinya tersembunyi. Meskipun kerajaan ini sangat luas, namun karena letak kerajaannya yang dikelilingi hutan dan dikepung perairan, membuat kerajaan ini menjadi tidak dikenal oleh orang banyak. Kerajaan ini sangat besar dan megah. Memang betul, arsitektur istananya menyerupai keraton, tetapi ini bertingkat dua dan konon didesain lebih moderen dari keraton - keraton pada umumnya. Tembok benteng dirancang unik berbentuk septagon yang di mana setiap sudut bagian luarnya dibangun tembok pemisah yang teramat besar dan kokoh besar, atau biasa dikenal dengan separator, seperti memisahkan pemukiman warga berdasarkan pulau asal masing masing.


Dari 7 bagian yang terbentuk, 5 antaranya dijadikan pemukiman warga yang disebut Camp. Setiap Camp dinamakan berdasarkan nama rumah adat dari 5 pulau besar di Indonesia. Di sisi Timur terdapat Camp Hanoi yang dijadikan pemukiman untuk warga Papua dan Maluku, di sisi Selatan terdapat Camp Joglo tempat tinggal Jowo, di sebelah Barat terdapat Camp Gadang yang merupakan pemukiman orang Sumatera, di sebelah Barat Laut terdapat Camp Betang yang menjadi pemukiman orang Kalimantan, dan terakhir adalah Camp Tongkonan tempat bermukim orang Sulawesi yang terletak di bagian Utara istana.


Masih ada 2 daerah kosong tersisa di bagian tenggara yang digunakan untuk pemukiman para pendatang yang berasal dari luar negeri. Sedangkan, daerah kosong bagian barat daya digunakan untu-“ Mamah belum selesai menceritakan ceritanya, namun anak tersebut sudah terlelap.


"Sama aja seperti bapaknya” Mamah tersenyum menatap anaknya, selimut tebal pun dibalutkannya, dan anak itu semakin terlelap.


 ***

                Namaku Anjani, putri dari Raja Fatah. Walau menjadi putri, aku memang TIDAK BERNIAT dan TIDAK INGIN menjadi seorang putri yang taat dengan aturan aturan kerajaan. Menjadi jenderal utama kerajaan merupakan impianku semenjak kecil.

Cita cita tersebut terinspirasi dari kakekku, Raden Rajendra Tadakara, yang terlihat keren dan gagah memakai seragam jenderalnya yang dihiasi dengan lencana pelbagai penghargaannya yang sangat banyak. kupikir, aku juga akan tak kalah keren, walaupun aku ini perempuan. Namun ternyata menjadi jenderal bukan hanya sekedar seragam yang gagah dengan lencana yang banyak.

PRANG! CTAK! DJAS!

Keris pusakaku baru saja menusuk seorang prajurit dari belakang. Fokus adalah hal yang sangat kubutuh kan saat ini.

“ANJANI AWAS!” Aku menghadap belakang mengarah ke sumber suara dan melihat ada dua pedang mengacu ke leherku. Tidak, aku tidak boleh mati sepe

(1)    – Misi Pertama

Temino Kibe Kubano Ko Bombe

Ko Yuma No Bungo Awe Ade

Temino Kibe Kubano Ko BombeKo Yuma No Bungo Awe Ade

 

-Yamko Rambe Yamko

Suara gamelan dan anak-anak bermain petasan mulai terdengar. Semua penduduk, mulai dari rakyat biasa sampai bangsawan terlihat sibuk meramaikan festival dengan menampilkan kebudayaan dari suku masing-masing. Percakapan kecil antara ibu dan anak seorang rakyat dari camp Jawa pun terdengar.


“Ayo Buk, Adek ndak mau telat masuk festival!” ujar anak seorang petani

“Iya dek, ibuk ngerti, kamu mau lihat konco – konco mu yang ada di camp

sebelah ya?”

Yo iyo lah Buk, Adek Ndak sabar ingin bertemu dengannya karena kita hanya ketemu setahun sekali loh!” cetus sang Adek

Festival Nyampoer, merupakan salah satu acara besar kerajaan yang diadakan setiap tahun. Festival ini juga merupakan satu-satunya festival besar yang bisa mempertemukan seluruh enam camp besar tanpa melihat suku dan ras. Sayangnya, Raja masih enggan menaruh kepercayaan bahwa rakyatnya, yang beragam tersebut dapat menciptakan kedamaian jika disatukan sejak tragedi itu. Kerajaankulah yang menjadi penanggungjawab festival ini. Raja memerintahkan untuk mengosongkan semua camp, dan mewajibkan seluruh rakyat untuk hadir dalam festival yang digelar di halaman istana. Setidaknya itulah rencana setiap tahun yang semua rakyat ketahui.

Raja siang sudah berada tepat di atas kepala, seluruh rakyat sudah hadir di halaman kerajaan. Mereka sedang menunggu Raja mereka untuk memulai pembukaan resmi festival.


Dug, dug, dug” suara pukulan bedug penanda festival akan segera dimulai.

Seketika, semua percakapan kecil berhenti, suasana sunyi, dan semua berpusat kepada raja.


“Hadirin rakyatku yang berbahagia, segala syukur atas nikmat kita semua bisa berkumpul tanpa ragu. Festival ini memang dirancang supaya semua camp bisa berkumpul. Semoga kita bisa-“


Sambil ngipas-ngipas, menunggu ocehan Raja selesai, Ratu menyadari bahwa putri tirinya, Anjani, tidak berada di sampingnya. Hanya ada Yena, teman terdekat Anjani yang sudah dianggap seperti anak Raja sendiri duduk di kursi sana.

“Yena, dimana Anjani? Dia tidak ikut dengan kakaknya berperang disebelah kan?” Ratu memastikan


Anjani, kau berhutang banyak denganku! ujar Yena dalam hati. “Tidak ratu, tadi dia berkata ingin ikut meramaikan festival dengan menyamar sebagai rakyat.”


“-sekian pembukaan kecilnya, dengan dipukulnya bedug ini, festival Nyampoer bisa resmi dimulai!” Raja tersenyum DUG! DUG! DUG!


“HOREE!!!” suara dari seluruh rakyat riang bertepuk tangan.


PROK PROK PROK PROK PROK


Sang raja pun tersenyum. Meski, dibalik senyuman manis sang raja itu, ada sebuah kegetiran yang ia sembunyikan dari rakyatnya.

 

  ***

“Pengawal, apakah semua warga sudah diperiksa masuk ke halaman istana?” “Semua sudah masuk, Raden Aress! setiap area camp juga sudah diamankan!”

“Bagus.” Lanjut sang putra mahkota.

Suara terompet yang lantang menggetarkan suasana. Aku menelan ludah, setiap detik, jantungku terasa berdetak lebih kencang dan terasa hampir meledak. Ini membuatku mual, tetapi, ini waktu yang tepat untuk mengambil tindakan, lagipula aku sudah mempersiapkannya dengan sangat matang.


Aress menaiki kudanya dan menyelip diantara barisan rapi prajurit yang sudah siap memasuki lapangan perang. Dengan cahaya kecil yang terpancar dari tongkat api di tembok-tembok, ia menghampiri prajurit kuda terdepan yang sepertinya baru pertama akan berperang.


“Aduh, ini kenapa ada putri nyamar di sini ya? Kamu nyasar ya?” bisik Aress mengajaku bercanda. Prajurit terdepan itu melirik Aress dengan tatapan sinis.


“Nyari mati ya? Awas aja, kalau Mas macam-macam denganku, akan kulaporkan ke pacar-pacar Mas kalau kau men “tujuhi” mereka!” jawabku sembari mencubit lengannya.


“Ihh sakit ihh, wong edan, bar-bar banget sih!” Aress mengusap-ngusap lengannya, aku tidak lagi meladeni kakakku yang cerewet.


Pintu gerbang pun perlahan terangkat terbuka, petanda bahwa seluruh prajurit boleh memasuki lapangan festival yang lain, bukan di halaman kerajaan saja, melainkan di lapangan jebakan. Aku jelas sangat gugup, tetapi juga bercampur aduk dengan rasa antusias karena latihanku selama ini tidak sia-sia. Pertunjukkan pertama diisi dengan Tari Baris, yaitu tarian yang menggunakan tombak sebagai medianya, berasal dari Bali.


Pertunjukkan yang tadinya terlihat normal dan ceria, tetapi beralih menjadi tegang dan mencekam setelah prajurit berkuda memasuki lapangan dilanjutkan dengan pembentukkan formasi bentuk huruf  “V” terbentuk rapi dan terstruktur.


Pemain gamelan yang asyik memukul gambang seketika berhenti memainkan alat musik dan menggantinya dengan perisai. Ditambah lagi dengan para penari Bali yang tadinya anggun melenggak-lenggok mengarahkan tombaknya ke penonton sehingga semuanya menjadi hening. Dari sisi seberang, pria eksotis muncul dengan pakaian baja paling mencolok, membuatnya sebagai pusat perhatian. Semua prajurit masih dalam formasi yang sama.


“MENYERAHLAH PENYUSUP!” Teriak Aress sebagai pemimpin prajurit. “KAMI AKAN MENYERANG JIKA KALIAN TIDAK MENYERAH!” lanjutnya.


Setelah kalimat terakhir Aress terlontar dari mulutnya, penduduk yang memakai logo (V) mulai menyandera penduduk lainnya yang tidak berlogo dengan mengacungkan pisau tajam ke leher merka. Sayangnya, Aress tidak bodoh, dan sudah menduga ini akan terjadi, bahwa pasti akan ada sandera. Suasana mulai tegang karena takut ada rakyat yang menjadi korban perang dalam festival ini. Di samping Aress, aku merasa gugup bukan karena penduduk yang akan disandera melainkan, apakah aku akan ketauan ayah bila ikut bertarung?


“Kalian bodoh! Kalian pikir mereka penduduk biasa?” kata Aress dengan senyum licik.

“SERANG!”

Semua penduduk yang para penghianat kira adalah penduduk biasa tiba-tiba mengeluarkan bermacam-macam senjata mulai dari keris, kujang, sampai dengan golok, menembus perut para penyusup. Perang dimulai, prajurit berkuda berlarian menuju para penyusup.


CTAK! PRANG! CTAK!

Pedang telah dinaikan ke atas dan banyak teriakan dimana-mana. Prajurit kerajaan mulai bertarung dengan para penyusup. Banyak pengendara kuda yang berjatuhan, ada juga yang kudanya diambil oleh penyusup untuk melawan balik.

Suara di lapangan sudah terasa bagaikan neraka yang diisi oleh teriakan orang- orang munafik, sekarang tugasku disini hanya tinggal mengirim mereka kesana.

Aku mengendarai kuda hitam yang gagah, Armada, dengan perasaan semangat. “Lari Armada! Lari!” kuluruskan tangan kokohku ke samping yang menggenggam keris pusaka dan kuanyunkan ke arah salah satu penyusup yang menyamar prajurit


DJAS!

Itu nyawa pertama yang kuambil hari ini. Napasku berat, tapi mulai lega seketika karena aku sudah menunggu momen ini dari dulu, aku langsung merasa seperti pro di perang pertamaku. Kepala ku menoleh ke depan, sudah ada 4 prajurit penyusup berlarian ke arahku. Aku menghentakan tali kekang yang melingkari hidung Armada, dan kecepatan larinya semakin melesat


CTAK! Aku menghentakan talinya sekali lagi untuk menambah kecepatan langkah Armada.


“AAAAAAAA” Kuangkat tinggi kerisku. Saat tinggal belasan meter jarakku dengan 4 penyusup itu, aku tersalip oleh seorang prajurit berlencana perak garis emas yang begitu cepat itu, menandakan simbol pangkat seorang tangan kanan jendral.

DJAS! DJAS! DJAS! DJAS!

Kutarik tali kekang Armada, kami berhenti tepat di depan prajurit misterius ini. Kedua bola mataku dan mulut terbuka lebar, tidak percaya dengan apa yang baru saja kulihat. Empat penyusup tadi tumbang seketika di hadapanku oleh prajurit berlencana tadi. Sungguh Hebat! Siapa orang ini?


“Berhati-hatilah, Tuan Putri”

Aku seketika membatu mendengar ucapan itu keluar dari seorang prajurit misterius yang terlihat masih muda. Aku tidak salah dengar kan? Prajurit tadi memberi kode satu telunjuk ke arah bibirnya dan mengkedipkan satu matanya ke arahku. Lalu dia bergerak sangat cepat, dan seketika hilang dari pandanganku.


“Hei, kembali! Aku belum mengucapkan terima kasih!” Hah apaan ini, tetiba mukaku menjadi terspu malu, Jangan ngaco Anjani! Ujarku dalam hati. Keberadaanku telah diketahui seseorang.

“AAAAAAAA”

DJAS! Tanpa melihat nyawa kedua ditanganku baru saja diambil.

Aku menghela napas. Sepertinya, ini bukanlah saat yang tepat untuk mencari tahu keberadaan prajurit misterius tadi.

  ***

Tidak butuh waktu yang lama setelah aku mulai kelelahan, kuambil terompet yang menggantung di samping kaki Armada untuk menghabisi para penyusup, kubunyikan terompet itu 3 kali, yang menandakan siapnya sebuah peluncuran anak panah dari atas tembok perbatasan camp yang mengapit lapangan. Seiring berjalannya waktu, prajurit baris depan satu persatu mulai tumbang di medan perang. Saat aku merasa mulai kehilangan keseimbangan, Tiba - tiba ada bantuan yang tidak kuduga.

SRET! Terdengar suara goresan anak panah dari belakang.

“BARISAN K, LINDUNGI TABIB!” Seseorang berteriak, kepalaku yang pusing ini menoleh cepat ke bagian belakang.

“BRUK BRUK BBRUKlangkah cepat dan tegas prajurit Kalimantan yang sudah memegang tameng membuat formasi lingkaran. Walau formasi terlihat sempurna, aku masih bisa melihat sekilas lewat celah yang tercipta formasi tersebut namun tidak terlalu jelas karena fokus dengan musuh yang terus menyerang. Aku tidak tahu-menahu siapa orang yang ada di dalam lingkaran tersebut, yang jelas dia seorang tabib yang sedang berlari membawa perlengkapan medis. Tabib itu sepertinya tidak asing gumamku. Walau hanya sekilas, aku bisa melihat pengaman di lengannya terbuka sehingga goresan anak panahnya menyebabkan luka kecil


Jumlah penyusup sudah mulai kritis setelah semua strategi kakek dan bantuan dadakan datang. Penyusup yang tadinya berjumlah ratusan sekarang tinggal belasan.

“ANJANI AWAS!”

Aku menghadap ke belakang, ke sumber suara yaitu Arres dan secara tidak langsung menunduk melihat ada dua pedang mengarah cepat mengincar leherku. Pergerakan cepat itu membuat badanku yang awalnya kokoh mengendarai Armada pun terjatuh.

Pengaman kepalaku terlepas, dan rambut panjang ku terlihat sekilas.Nyaris saja kena” ujarku dalam hati.

CTAK! CTAK! DJAS!

Suara pedang Arres yang mulai menusuk dada perajurit penyusup pertama, dan tanpa segan menusuk perajurit berikutnya yang tadi mengincarku. Setelah puas bergaya sok attractive, dia menghadap ke arahku dan mulai membuka mulut lebarnya.


“BODOH! Jangan lengah Anjani, kalau sampai ada apa-apa denganmu, aku nanti yang akan kena marah ayah!” teriak Aress, Tidak bisa dipercaya kan? lelaki tercerewet di dunia ini adalah kakakku.


“Ah, berisik!” Keris pusaka tadi ku ganti dengan keris yang lebih panjang. Lalu ku pasang kembali pengaman kepala besi yang jatuh tadi dan kembali menaiki Armada kudaku . Aku menyengir dengan pose keren melihat para penyusup yang bisa dihitung dengan jari,sepertinya hari ini umpan terakhir akan berada di tanganku.”

***

Tok Tok Tok

“Buka pintunya!”

“Ayolah, cepat buka ! ini aku, Aress yang paling tampan! Ayolah buka, Anjani terluka nih,” ucap Aress menggedor pintu tempat pengobatan.


Tok Tok Tok

“Bisakah kau saja yang ngomong dan mengetuk pintunya? Sepertinya temanmu itu tidak menyukaiku.”


Aku terdiam membiarkan Aress ngomong sendirian.

“Aku tidak lagi ngomong sama batu kan?” Mas Aress mulai menyentil dahiku berkali-kali membuat emosiku mulai tidak terkontrol.


“BENCI! BENCI BANGET AKU SAMA MAS! POKOKNYA BENCI!” aku

mengangkat tanganku dan mulai menjambak - jambak rambut Aress setelah apa yang dia lakukan tadi.


“AMPUN HOI, maaf, maaf! Mas mana tau kalau kau nafsu mau merenggut nyawa yang terakhir!” Aress kesakitan, dia baru saja habis-habisan dijambakin adiknya. “HEI HENTIKAN RAMBUTKU JADI RONTOK KAN-!”

Kreek

Pintu itu akhirnya dibuka oleh Yena. Mungkin karena kupingnya hampir budeg mendengar suara berisik Aku dan Mas Aress dari luar tempat penobatan. Tatapan Yena pertama bertuju ke arah Aress yang dari tadi heboh mengacak-acak rambutnya kemudian bola matanya berganti arah, fokus kepada lengan Anjani yang telah memar.


Aress memasang muka tampannya “Hai, mba tabib canti-”

“Dasar ceroboh! Kau pikir luka seperti ini bisa sembuh satu malam?” sindir Yena kesal tanpa sadar memotong dialog Aress. Yena menarik tubuh Anjani memasuki ruang pengobatan dan membanting pintu di depan hadapan Aress.

BRAK!

“HEH, DASAR TABIB GA PUNYA AHLAK! Untung cantik, kalau tidak sudah pasti kujual ke pasar gelap kali!” teriak Aress dari balik pintu.


Yena tidak pernah menghiraukan kelakuan kakak sahabatnya, dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya. “Jadi, bagaimana cara kau bisa sampai seperti ini?” tanya Yena khawatir.

“Oh, ini bukan apa-apa kok”

PLAK

“ADUH! Sakit Yenn!”

“Luka di kepala kamu bukan apa-apa, tapi yang di lengan ini jelas luka memar! Kukira kamu pintar lho” Yena mulai menyindir lagi. “Tapi sungguhan, bagaimana bisa memar?” Aku menceritakan semuanya ke Yena.


“Jadi, ini karena Aress” Mendengar jawabanku muka Yena langsung “TAPI, ini beneran bukan semuanya karena dia kok Yen, aku juga yang gegabah mau bunuh orang yang terakhir!”


Yena terdiam, terkesan banyak awan hitam dikepalanya dengan banyak petir - petir. Yena terlihat seperti ingin menggigit bibirnya.


“CAMELOPARDALIS!!!” Yena berjalan kesal mengarah ke pintu membuka pintu, dan saat itu juga Aress jatuh terbanting ke dalam. Dia ketauan dari tadi telah menguping pembicaraaan mereka berdua.


“Apa yang harus kau katakan pada diri sendiri HAH? Dasar jerapah ga berahlak!”

“Itu kan kalimatku!”

“BERISIK! Jelas kau bakal ada dalam masalah besar bila Anjani ketauan ikut berperang tadi, dan kamu-” Yena berbalik badan menunjukku

“SUDAH TAU INI LAPANGAN TIDAK RESMI PERTAMAMU MASIH AJA BELAGU MAU BUNUH PENYUSUP YANG TERAKHIR! TAU TIDAK SIH TADI RATU bla bla bla bla-“


Di sinilah di mana aku dan Aress dijewer sambil diceramahin habis-habisan dengan Yena atas kecerobohan kita berdua. Namun, aku melihat plester tertempel di bagian pergelangan Yena. “STOP! STOP! STOP!” Yena akhirnya melepaskan tangannya dari telingaku dan Aress.


“Yen, kenapa ada plester di tanganmu?” tanyaku.

“Kejedot” jawab Yena yang mukanya mulai panik diikuti dengan tatapan tajam dari kami berdua.

Hah, dengan luka kegores seperti itu karena kejedot?

 

 

 ***

Ndhelik : Jenderal Dua Dunia