Lawang Sewu: Gedung Bersejarah di Jantung Semarang

 

Oleh: hafiz Aryanto, Peserta Didik SMAN 34 Jakarta


    Siapa yang tidak kenal dengan gedung bersejarah ini, gedung bernama Lawang Sewu yang terdapat di Semarang, Jawa tengah. Nama Lawang Sewu diambil dari bahasa Jawa yang artinya Seribu Pintu.

 

Lawang Sewu dirancang oleh Cosman Citroen dari perusahaan JF Klinkhamer dan BJ Quendag. Dirancang dalam gaya Hindia baru, istilah yang diterima secara akademis untuk rasionalisme Belanda di Hindia.

 

Setelah Jepang menginvasi Indonesia pada tahun 1942, tentara Jepang mengambil alih Lawang Sewu. Ruang bawah tanah gedung  B di ubah menjadi penjara, dengan beberapa eksekusi terjadi di sana. Ketika Semarang direbut kembali oleh Belanda dalam pertempuran di Semarang pada Oktober 1945, pasukan Belanda mengunakan terowongan yang mengarah ke gedung A untuk menyelinap ke kota. Pertempuran pun terjadi, dengan banyak pejuang bangsa Indonesia yang sekarat. Dan lima karyawan yang berkerja di sana juga ikut tewas.


Setelah perang, tentara Indonesia mengambil alih kompleks. Ia kemudian mengembalikan ke perusahaan kereta api nasional. Pada tahun 1992, dinyatakan sebagai properti budaya Indonesia.

 

Bangunan yang dikenal dengan nama Lawang Sewu atau seribu pintu ini adalah gedung megah yang didirikan pada era penjajahan Belanda dan masih berdiri kokoh sampai sekarang. Lawang Sewu yang menjadi salah satu ikon untuk Kota Semarang ini memiliki banyak cerita dibaliknya.

 

Pada tahun 1904, untuk mengurusi segala hal terkait dengan perkeretaapian dan transportasi darat, khususnya di daerah Jawa Tengah, maka Pemerintah Belanda mendirikan sebuah bangunan dengan nama Het hoofdkantor van de Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau Kantor Pusat Nederlands-Indische Spoorweg (NIS). Peletakan batu pertamanya dilakukan pada tanggal 27 Februari 1904.

 

Pembangunan gedung tersebut juga sebagai solusi untuk mengatasi membludaknya personel teknis serta karyawan yang bekerja dalam divisi administrasi di Stasiun Semarang Gudang (Samarang NIS). Sebelumnya, memang pihak Samarang NIS sempat menyewa beberapa bangunan milik pribadi karena keterbatasan tempat tersebut. Namun, dirasa kurang efektif, maka dibangunkan bangunan tersebut.

 

Pembangunan Kantor Pusat NIS tersebut diserahkan kepada Prof Jacob F Klunkhamer, yang dibantu oleh B J Quendag dengan mengambil tempat di daerah pinggiran yang ada di sudut pertemuan Bodjongweg Semarang (sekarang dikenal dengan nama Jalan Pemuda) dengan Samarang naar Kendalweg (jalan raya ke arah Kendal).

 

Segala hal, mulai dari perancangan arsitektur sampai dengan cetak biru dari bangunan tersebut dikerjakan di Amsterdam dan baru pada tahun 1904 dibawa ke Indonesia untuk direalisasikan. Desain yang digunakan oleh Klinkhamer dan Ouendag adalah bergaya Renaissance Revival yang dikombinasikan dengan gaya art deco yang sedang populer di Eropa dengan 3 lantai secara total dan bentuk mirip huruf L.

 

Seperti halnya kantor-kantor besar dan penting khas Eropa serta yang dimiliki Belanda pada umumnya, Kantor Pusat NIS tersebut memiliki banyak pintu masuk dan jendela tinggi pada lantai atasnya. Dikarenakan ukuran jendela tersebut memang tinggi dan besar, bahkan sedikit menyerupai pintu, maka masyarakat awam menyalahartikan bahwa itu adalah sebuah pintu.

 

Oleh karenanya, akhirnya Kantor Pusat NIS tersebut oleh masyarakat sekitar disebut dengan nama Lawang Sewu, walaupun sebenarnya pintunya tidak sampai 1.000 buah banyaknya. Hanya saja, jika jumlah pintu dan jendela itu ditotal secara bersamaan, maka jumlahnya adalah 1,200 buah.

 

Sayangnya, setelah digunakan sebagai Kantor Pusat NIS, kemudian bangunan tersebut berubah fungsi menjadi penjara dan tempat interogasi Belanda terhadap para tahanan. Bahkan, konon kabarnya ada beberapa ruangan yang sengaja khusus dipakai untuk menyiksa tawanan.

 

Tidak hanya Belanda saja, saat penjajahan Jepang, gedung ini juga masih digunakan untuk tujuan yang sama. Dikarenakan hal itu, banyak orang yang mempercayai bahwa puluhan atau bahkan mungkin sampai ratusan orang tewas di gedung tersebut. Bahkan gedung ini juga menjadi saksi bisu pertempuran 5 Hari Semarang antara Angkatan Muda Kereta Api (AMKA) yang berusaha menduduki Semarang serta mengambil alih kereta api yang dianggap sebagai salah satu alat transportasi penting harus berhadapan dengan pasukan Kempetai dan Kidobutai Jepang. Ada 7 orang pasukan dari AMKA yang ditemukan tewas di dalam bangunan ini.

 

Usai Jepang menyerah karena kalah dalam Perang Dunia II, gedung tersebut kembali diambil alih oleh Belanda dan digunakan sebagai markas pada tahun 1946. Mendekati akhir tahun 1949 atau ketika kedaulatan Republik Indonesia sudah diakui, gedung Lawang Sewu kemudian digunakan sebagai markas Kodam IV Diponegoro.

 

Kompleks Lawang Sewu berada dalam keadaan "gelap dan jelas-jelas sakit. Dinding telah memudar di seluruh bagiannya dan dihitamkan oleh polusi dan penelantaran. Dinding yang telah retak dan kertas dinding telah lama jatuh ke batu bata merah di bawah. Jamur dan gulma tumbuh di sebagian besar bangunan dan tikus-tikus menjadi penghuni utama di sana.

 

Namun, pada tahun 2009, gedung ini direnovasi dan direstorasi secara besar-besaran. Per tahun 2011, Lawang Sewu kemudian resmi dibuka untuk umum. Dan, sekarang menjadi daya tarik wisata. Pada tanggal 5 Juli 2011, kompleks yg baru diresmikan oleh ibu Ani Yudhoyono.

 

Namun, pada saat itu hanya bangunan B yang tersedia untuk tur. Diharapkan menjadi daya tarik utama program pariwisata pemerintah Jawa tengah pada tahun 2013. Pada tahun 2013, pemerintah kota Semarang rencana menghilangkan "kesan seram" pada bangunan itu untuk menarik lebih banyak pengunjung. Pada saat itu, Lawang Sewu dapat menarik pengunjung rata-rata 1.000 pengunjung setiap hari.

 

Sekian adalah beberapa cerita sejarah dari Lawang Sewu. Jadi gimana, apakah Anda ingin berkunjung ke sana?

Lawang Sewu: Gedung Bersejarah di Jantung Semarang