Mengapa Rape Jokes Perlu Dihentikan?

  Ilustrasi rape jokes oleh Jessica Soriano & Kim Ochoada


Oleh: Keisya Safitri


    Rape Jokes? Sepertinya, sebagian orang sudah mengetahui tentang hal yang sangat meresahkan di masyarakat ini. Sebelum membahas lebih jauh terkait rape jokes, mari cari tahu lebih dulu pengertian dari rape jokes itu sendiri. Rape Jokes secara garis besar merupakan guyonan atau lelucon yang menyangkut seputar seksisme atau pelecehan seksual. Baik dalam kehidupan nyata ataupun maya, seringkali kita menemukan gaya lelucon seperti rape jokes.


Sesungguhnya, rape jokes tidak pantas untuk dilontarkan kepada siapapun. Yang lebih memprihatinkan adalah, bagaimana seseorang terbiasa mendengar dan menertawai bercandaan tersebut. Tidak dapat dibayangkan apabila setelah dewasa, para pelaku rape jokes ini menganggap seksisme atau pelecehan seksual adalah hal yang biasa dan dapat diterima. Ini sangat berbahaya, mengingat lelucon sendiri memiliki kekuatan yang dapat memengaruhi pikiran serta tingkah laku seseorang. Belum lagi membayangkan bagaimana korban harus merasakan trauma serta sulitnya berdamai ketika mendapatkan dirinya dijadikan bahan bercandaan seksisme bahkan sampai tingkat pelecehan.

 

Menurut Catatan Tahunan (CATAHU) Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) tahun 2020, dikatakan setiap dua jam terdapat tiga perempuan menjadi korban kekerasan di Indonesia. Lebih lanjut lagi, rape jokes bukan hanya sekadar candaan seksisme saja, tapi sudah menjadi budaya yang melanggengkan perkosaan dan juga kekerasan seksual, wajar terjadi, dan ditoleransi di media atau masyarakat. Mengingat rape jokes dapat terjadi di mana pun dan kapan pun, menjadikan ruang-ruang aman untuk manusia hidup semakin sempit dan mungkin bisa saja hilang.

 

Berdasarkan hasil penelitian saya sendiri;


Mayoritas korban rape jokes adalah perempuan


Setelah dilihat, korban rapes jokes banyak dialami oleh perempuan. Baik di sosial media ataupun di dunia nyata. Contohnya, ketika seorang perempuan sedang  lewat jalan sendirian, ada saja oknum yang menggodanya dengan tidak pantas dan tentu saja, masih ada yang mentertawakannya, hal ini lantas dapat membuat perempuan menjadi sangat tidak nyaman.


Atau bahkan menjadi takut untuk ke luar rumah sendirian. Ataupun saat di sosmed, saat perempuan sedang mengunggah foto dirinya sendiri, ada saja oknum yang berkomentar sangat tidak pantas. Bahkan, saat ditegur pun, oknum berdalih dengan alasan “bercanda doang” “baperan banget sih”  “ga asik ah” lantas apa hal tersebut dapat dijadikan candaan? Tentu saja sangat tidak pantas! Dan, tentu saja masih banyak yang juga  menyalahkan korban rapes jokes tersebut dengan beranggapan dan membela si pelaku dengan alasan “lagian siapa suruh post foto begitu” “salah sendiri pake baju kaya gitu” “dia cuman bercanda elah, baperan amat si gitu doang” dan masih banyak lagi.


Karena hal tersebut dapat membuat korban takut untuk bersuara/speak up, baik dalam kasus pelecehan ataupun pemerkosaan. Karena masih banyak yang meremehkan atau menganggap hal tersebut tidak penting. Oh dan lagi jika korban melaporkan kasus ini ke pihak berwajib, masih banyak juga yang menganggap hal ini remeh dan selalu di tutup-tutupi. Padahal, hal ini dapat  membuat korban mengalami gangguan mental ataupun trauma yang berkepanjangan.

 

Rape jokes dapat terjadi karena budaya patriarki


Patriarki itu apa sih? Patriarki adalah di mana seorang laki-laki merasa di posisi yang sangat penting, sedangkan perempuan di posisi atau dipandang rendah oleh laki-laki. Budaya patriarki masih melekat di negara kita, dan herannya, masih banyak yang mewajarkan budaya patriaki tersebut. Contohnya, seperti perempuan harusnya di rumah saja dan di dapur, harus melayani laki-laki 24/7 dan tidak boleh berkarier tinggi, karena si laki-laki takut merasa tersaingi! Padahal, perempuan sendiri juga berhak untuk berkarier setinggi mungkin dan menggapai cita-citanya sendiri. Namun, karena zaman sudah semakin maju, banyak orang yang mulai menghilangkan kebudayaan patriarki tersebut, walaupun masih ada beberapa yang menganut kebudayaan patriarki tersebut.

 

Seringkali korban tidak sadar dirinya menjadi korban rape jokes, hal ini tentu saja dapat membuat pelaku beranggapan bahwa hal ini hal yang sangat biasa, dan bisa makin menjadi dan tentu saja makin banyak korban nantinya.

 

Pelaku rapes jokes terpengaruh oleh kondisi lingkungan


Kondisi lingkungan juga dapat berpengaruh besar pada pelaku, hal ini disebabkan saat kecil sampai besar pelaku tumbuh di lingkungan yang kurang positif, yang mewajarkan hal-hal tentang candaan seksual sangat wajar. Jadi, saat besar pelaku juga mewajarkan hal tersebut dan melontarkan kepada korban yang tidak bersalah. Bahkan, tidak banyak juga anak kecil sekarang sudah melakukan candaan rapes jokes tersebut.


Jadi, itulah mengapa lingkungan  yang positif sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Dan, tentu saja peran orang tua dalam mendidik anaknya juga sangat penting. Sejak kecil, anak juga harus diajarkan tentang pentinya seks edukasi dan mana hal yang patut dijadikan bahan candaan ataupun tidak. Dan, juga orang tua harus memperhatikan anaknya dalam bermain sosial media, sebelum ia menginjak usia legal. Karena sosial media juga dapat memberi dampak buruk bagi anak, banyak website terlarang yang dapat diakses dengan mudah, sehingga anak juga dapat terjerumus ke hal negatif.

 

Rape jokes dapat terjadi oleh siapapun tanpa mengenal gender dan di mana pun tanpa mengenal waktu. Guna melindungi sesama dan mendukung tingkat pelecahan yang terjadi, sudah cukup kita mentoleransi rape jokes atau candaan seksisme lainnya dengan alasan apapun.

Kita tidak boleh menjadikannya wajar dan terus menerus melanggengkan hal tersebut. Mari tolak dan jangan menertawakan guyonan atau humor berbentuk seksisme atau pelecehan seksual.
 

Mengapa Rape Jokes Perlu Dihentikan?