Perlawanan Kedaerahan dan Kesadaran Nasionalisme

 

Oleh: Alifian Radhika Ajie


    Negara-negara yang ada di seluruh dunia pernah mengalami suatu perjuangan dalam mencapai tujuan bersama untuk membangun bangsanya ke arah yang lebih baik. Berjuang melawan penjajah yang dilakukan oleh negara lain, maupun melawan pemberontakan bersenjata di dalam negaranya dengan tujuan merongrong kewibawaan pemerintahan yang sah.

 

Perjuangan dilandasi oleh keinginan dan cita-cita yang sama dengan tidak pandang suku, agama, dan golongan. Semangat bersama-sama dengan mengangkat senjata untuk meraih kemerdekaan. Dalam perjuangan tersebut dipastikan ada tokoh atau sosok utama, sosok itulah yang kemudian dikenang sebagai pahlawan bangsa. Penilaian tersebut dilihat dari pelbagai hal; dari kepemimpinannya, keberaniannya, patriotismenya, hingga pengorbanan harta, benda, maupun jiwa, dan raganya. Tidak terkecuali yang terjadi dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia.

 

Sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang kaya, tanah Indonesia sejak dahulu menjadi tempat dan wilayah yang kerap diperebutkan oleh bangsa-bangsa di dunia. Menurut catatan sejarah, terdapat empat negara Eropa yang pernah menjajah Bangsa Indonesia, yakni Portugis, Spanyol, Inggris, dan Belanda. Kedatangan bangsa asing ini terkadang tidak dilandasi oleh semangat kerja sama, melainkan didorong oleh keinginan untuk menguasai yang pada akhirnya, membuat rakyat Indonesia mendapatkan kesengsaraan yang hebat.

 

Dalam buku Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 (2008) karya Merle Calvin Ricklefs, Portugis merupakan negara pertama yang datang ke Indonesia. Sebelum masuk Indonesia, Portugis mampu menaklukan dan menguasai Malaka pada tahun 1509. Dipimpin oleh Alfonso de Albuquerque, Portugis dapat menguasai Malaka pada 10 Agustus 1511. Setelah berhasil menguasai Malaka, portugis mulai bergerak dari Madura sampai ke Ternate. Tujuan kedatangan bangsa Eropa ke kepulauan Maluku adalah untuk menguasai perdagangan rempah-rempah secara monopoli. Setelah Portugis, kemudian Spanyol (1521), Inggris (1579), Belanda (1596), dan Jepang (1942).


Dalam menghadapi penjajahan bangsa barat, terdapat dua periode perlawanan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia, yakni sebelum dan sesudah abad ke-20. Perlawanan bangsa Indonesia sebelum abad ke-20 lebih bersifat kedaerahan, lebih mengutamakan lewat peperangan atau angkat senjata, serta dipimpin tokoh-tokoh masyarakat seperti raja, sultan, atau orang yang dihormati

 

Perjuangan/perlawanan yang bersifat kedaerahan adalah Perjuangan yang dilakukan oleh sekelompok orang di suatu daerah, dan hanya mau bekerja sama dengan orang di kelompok itu saja, tidak mau bekerja sama dengan daerah lain. Ini khususnya pada masa kolonial sebelum abad 20, Contoh yang akan saya gunakan adalah penjajahan pada masa Hindia Belanda khususnya masih bersifat kedaerahan.

 

Akibatnya, pada masa itu perlawanan tersebut berupa: Lebih mudah dikontrol oleh Belanda, karena hanya menyangkut suatu daerah, yang pada masa itu penduduk lokal tidak tahu jika penduduk bumiputera merupakan satu bangsa. Lebih mudah menang di dalam perang. Biasanya, Belanda menggunakan politik “Devide Et Impera” yang membuat prajurit lokal secara keseluruhan tidak berperang dengan Belanda.

 

Hanya oposisi Belanda saja yang menjadi lawan dari Belanda dan sebagian dari tentara lokal dari suatu bangsawan digunakan oleh Belanda sebagai pasukan tambahan. Politik ingin menjadi penguasa lokal di golongan bangsawan adalah kesempatan yang paling dimanfaatkan oleh Belanda pada masa itu. Kerugian yang sangat besar bagi golongan yang kalah perang. Artinya, adalah bahwa karena bersifat kedaerahan dan kemungkinan menang menjadi sangat kecil, maka menimbulkan kekalahan. Dari kekalahan itu biasanya Belanda membuat perjanjian yang sangat merugikan bumiputera pada masa itu, sehingga akibat dari perjuangan yang bersifat kedaerahan maka penjajahan di suatu daerah menjadi lebih lama dan lebih sewenang-wenang di dalam berkuasa.

 

Pada awalnya, tepatnya pada sebelum abad ke-20, perlawanan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia ini masih bersifat lokal dan kedaerahan. Perlawanan bangsa Indonesia ini dahulu terjadi di daerah-daerah tanpa adanya koordinasi antardaerah dan Rakyat Nusantara belum merasa memiliki Tanah Air bersama-sama serta belum bisa bersatu dalam satu tubuh yang bernama Indonesia pada waktu itu. Contoh, perang yang dilakukan secara kedaerahan adalah Perang Diponegoro yang walaupun pada dasarnya, perang ini merupakan perang yang dikenal paling besar dan menghabiskan kas keuangan Belanda, tetapi pada akhirnya dapat dikalahkan oleh Belanda.

 

Demikian juga dengan serangan Sultan Agung ke Batavia walaupun dengan jumlah pasukan yang sangat banyak dan dengan persiapan yang matang, tetapi akhirnya dapat dilumpuhkan juga oleh Belanda. Sama pula halnya dengan perlawanan dan serangan raja-raja dan tokoh-tokoh Indonesia sebelum tahun 1908. Semua belum berhasil dan belum bisa mengusir kolonialisme dan imperialisme dari Indonesia. Sebenarnya pahlawan-pahlawan dari daerah sudah berjuang dengan semaksimal mungkin untuk memukul mundur pasukan penjajah dari tanah daerahnya. Namun, hal yang membuat berbeda adalah pasukan Hindia-Belanda memiliki kekompakkan untuk menguasai rempah-rempah di Nusantara, sedangkan para pahlawan daerah baru berjuang untuk daerahnya masing-masing.

 

Bertahun-tahun lamanya Indonesia mengalami keterpurukan akibat dari kedatangan bangsa asing yang sangat merugikan rakyat Indonesia. Dengan berbagai kekalahan yang ditanggung rakyat Indonesia serta kekuasaan Belanda yang semakin meluas telah memunculkan perasaan yang sama, yaitu pihak yang terjajah. Bangsa Indonesia pun menyadari kegagalan-kegagalan perjuangan kemerdekaan pada masa lalu terletak pada perlawanan yang bersifat kedaerahan. Maka, memasuki abad XX corak perjuangan bangsa Indonesia berubah dari bersifat kedaerahan menuju perjuangan yang bersifat nasional.

 

Dengan timbulnya perasaan itu, kemudian ditambah dengan wawasan yang semakin luas, masyarakat Indonesia kemudian bersatu dan membentuk sebuah perkumpulan. Munculnya organisasi-organisasi yang bersifat kedaerahan dan keagamaan menjadi perintis munculnya organisasi pergerakan nasional. Sebelum adanya Kongres Pemuda banyak masyarakat yang memiliki latar belakang yang sama mengikatkan diri dalam organisasi, contohnya Serikat Pasundan yang berisi orang sunda, Jong Celebes yang berisi orang Sulawesi, serta Muda Kristen Jawi dan Muhammadiyah yang berisi orang-orang dengan latar belakang agama yang sama. Semangat kebangsaan dan rasa Nasionalisme juga mulai tumbuh akibat berbagai peristiwa besar yang terjadi diluar negeri. Kekalahan Russia oleh Jepang pada tahun 1905, telah menginspirasi bangsa-bangsa di Asia bahwa orang Asia juga bisa mengalahkan bangsa Eropa.

 

Kebangkitan nasional yaitu masa lahirnya kesadaran bangsa Indonesia untuk berjuang bersama-sama dalam mengusir penjajah. Di mana, kebangkitan nasional ini ditandai dengan munculnya beberapa organisasi nasional seperti Budi Utomo, Sarekat Islam, Indische Partij, Perhimpunan Indonesia, dan Partai nasional Indonesia. Terdapat beberapa pembagian pergerakan nasional pada masa pendudukan Jepang yaitu, proses penguasaan Indonesia, kebijakan pemerintah militer Jepang, pengerahan romusha, dan eksploitasi kekayaan alam.

 

Hari Kebangkitan Nasional dilatar belakangi oleh berdirinya Organisasi Boedi Oetomo Pada 20 Mei 1908. Boedi Oetomo didirikan oleh sejumlah mahasiswa School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA), yaitu Soetomo, Mohammad Soelaiman, Gondo Soewarno, Goenawan Mangoenkoesoemo, R Angka Prodjosoedirdjo, Mochammad Saleh, R Mas Goembrek, Soeradji Tirtonegoro, dan Soewarno. Gagasan Soetomo mendirikan organisasi ini terinspirasi dari dokter Wahidin Sudirohusodo yang ingin meningkatkan martabat rakyat dan bangsa yang dipandang bangsa asing tidak berharga.

 

Secara garis besar, faktor pendorong kebangkitan nasional terbagi menjadi dua, yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor internal yakni (1) penderitaan yang berkepanjangan akibat penjajahan; (2) kenangan kejayaan masa lalu, seperti pada masa Kerajaan Sriwijaya atau Majapahit; dan (3) munculnya kaum intelektual yang menjadi pemimpin gerakan. Sedangkan faktor eksternalnya yakni (1) timbulnya paham-paham baru di Eropa dan Amerika seperti nasionalisme, liberalisme, dan sosialisme; (2) munculnya gerakan kebangkitan nasional di Asia seperti Turki Muda, Kongres Nasional India, dan Ghandisme; dan (3) kemenangan Jepang atas Rusia pada perang Jepang-Russia yang menyadarkan negara-negara di Asia untuk melawan negara barat.

 

Dengan demikian, perubahan yang terjadi setelah kebangkitan nasional tahun 1908 adalah perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia kemudian menjadi bersifat organisasi dan menciptakan rasa nasionalisme dan persatuan yang besar dibalik masa lalu yang masih bersifat perlawanan kedaerahan dan individualistik antar kelompok dan daerah masing-masing tanpa memandang dan memerhatikan antar wilayah. Kemudian, dengan adanya kebangkitan nasional menimbulkan rasa patriotisme terutama dalam melahirkan para cendekiawan Bangsa.

 

Nah, itulah tadi hal-hal yang menyebabkan hilangnya perlawanan yang bersifat kedaerahan dan mulai berubah menjadi rasa paham nasionalisme dan kesatuan yang tinggi, dan tentunya hal itu tidak didasari hanya satu faktor saja melainkan banyaknya faktor lain yang saling berhubungan dan berkaitan sehingga menciptakan Indonesia yang sekarang kita kenal.

 

Referensi :

Admin. 13 Agustus (2021). Perjuangan Kedaerahan Belum Bisa Mengusir Penjajah dari Tanah Air. https://kemdikbud.go.id

 

Welianto Ari. 1 April (2020). Perjuangan Indonesia Sesudah 1908. https://kompas.com

 

Prinada Yuda. 9 Februari (2021). Sejarah Perang Diponegoro. https://tirto.id

Perlawanan Kedaerahan dan Kesadaran Nasionalisme