Oleh: Salma Salsabila, Peserta Didik SMAN 34 Jakarta
Pada peradaban yang semakin maju, manusia akan terus melahirkan inovasi-inovasi baru yang dapat memudahkan kehidupan orang banyak. Salah satunya adalah internet, yakni sistem global dari seluruh jaringan komputer yang saling terhubung menggunakan standar Internet Protocol Suite yang terhubung secara global. Dengan internet ini masyarakat dapat melakukan banyak hal, dari sekadar main-main sampai mengadakan usaha daring. Seiring perkembangannya, usaha daring ini turut berubah dalam tata cara pembayaran.
Pembayaran transaksi daring tidak lagi hanya memakai nominal sejumlah uang,
namun memakai alternatif pembayaran yaitu uang virtual yang disebut dengan Bitcoin.
Lantas, pernahkah kalian mendengar istilah Bitcoin? Mungkin kalian pernah mendengarnya.
Namun, tahukah kalian apa makna dari istilah Bitcoin itu sendiri? Simak
pemaparan berikut.
Apa Itu
Bitcoin?
Istilah Bitcoin mulai terdengar pada tahun 2009
semenjak diciptakan oleh seorang individu atau kelompok misterius dengan nama
samaran Satoshi Nakamoto. Bitcoin sendiri muncul karena akibat dari resesi
besar dan krisis ekonomi yang terjadi di tahun 2008. Oleh karenanya, mata uang
digital ini merupakan reaksi dari revolusi keuangan yang telah terjadi selama
20 tahun terakhir.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, Bitcoin merupakan mata uang baru atau uang elektronik yang biasa digunakan dalam transaksi di internet tanpa menggunakan perantara seperti bank. Bitcoin sendiri termasuk ke dalam salah satu bentuk simpanan digital yang dalam proses transfernya menggunakan teknik kriptografi atau sandi rahasia yang disebut dengan Cryptocurrency. Lain halnya dengan sistem pembayaran konvensional yang menggunakan perantara dalam transaksinya, mata uang virtual ini tidak melibatkan bank maupun perusahaan penyedia dompet digital sebagai perantaranya.
Ketidakterlibatan bank sebagai
perantara dan pengelola kebijakan moneter nasional inilah yang membuat Bitcoin
sangat bebas digunakan. Seseorang dapat membagikan file bitcoin miliknya kepada
pengguna lain hanya lewat jaringan komputer atau dikenal sebagai jaringan peer-to-peer
network. Konsep utama dibalik diciptakannya Bitcoin adalah untuk memangkas
biaya makelar atau perantara sehingga penjual dapat menawarkan barangnya dengan
harga yang lebih murah.
Bitcoin kerap dianggap sebagai sebuah instrumen
investasi baru yang begitu potensial dalam memaksimalkan keuntungan, bahkan di
Indonesia sendiri sudah banyak basis penggunaan mata uang virtual ini. Beberapa
perusahaan bahkan berdiri khusus untuk menjadi platform jual beli (transaksi) Bitcoin. Sisi unik dari Bitcoin
adalah tidak adanya bentuk fisik, hanya saldo yang tersimpan di buku besar
publik yang aksesnya transparan bagi setiap orang dan terverifikasi melalui berbagai
sistem. Lalu, pernahkah terlintas di benak kalian bagaimana invensi Bitcoin
yang sempat ramai menjadi perbincangan di kalangan penggiat saham ini? Berikut
penjelasan mengenai sejarah lahirnya Bitcoin.
Sejarah Cryptocurrency dan Bitcoin
Pada awalnya, para penggagas Cryptocurrency atau aset
digital yang menaungi Bitcoin beranggapan bahwa perputaran uang dalam ekonomi
seharusnya bisa dilakukan setiap individu secara independen tanpa harus melalui
pihak ketiga seperti bank maupun perusahaan penyedia dompet digital. Karena,
kehadiran pihak ketiga dianggap bersifat memonopoli dalam siklus perputaran
uang. Selain itu, para penggagas juga berpendapat bahwa kehadiran pihak ketiga
sebagai perantara mengakibatkan proses transaksi ekonomi dimonitor secara ketat,
distribusi dan pengedaran uang dikendalikan dengan suku bunga, dan monopoli
dari bank sentral dalam proses penerbitan uang.
Maka dari itu, Cryptocurrency hadir dan menawarkan solusi bagi setiap individu agar mereka dapat melakukan transaksi ekonomi secara independen tanpa melibatkan sistem yang dapat dikendalikan oleh siapapun. Namun, mampu memiliki jaringan yang bisa mendokumentasikan setiap transaksi secara otomatis tanpa kehadiran dari institusi manapun. Gagasan ini lahir pada tahun 1998, namun gagasan tersebut belum dapat diimplementasikan lantaran ketiadaan pihak yang dapat mencatat setiap transaksi yang terjadi.
Masalah tersebut
sangatlah krusial, lantaran jika tidak ada pihak yang mencatat riwayat
transaksi, maka setiap orang dapat dengan bebas menduplikasikan uang digital
sebanyak mungkin. Akhirnya, pada tahun 2008 masalah ini dapat diselesaikan oleh
seseorang dengan nama samaran Satoshi Nakamoto dengan meluncurkan teknologi
baru bernama ‘Blokchain’. Konsep cryptocurrency dengan teknologi blockchain
pertama diluncurkan pada tahun 2009 dengan nama ‘Bitcoin’ yang kini menjadi
cryptocurrency tersukses dan terpopuler di dunia.
Dilansir dari Detikfinance, awalnya bitcoin tak
langsung naik daun seperti sekarang. Minat masyarakat dalam megoleksi mata uang
kripto seperti bitcoin pun awalnya sangat kecil. Namun, seiring berjalannya
waktu, Bitcoin dan mata uang kripto lainnya mulai mendapat eksposur yang lebih
luas di tengah masyarakat lantaran harganya yang kian menaik dari waktu ke
waktu.
Bitcoin kini diperdagangkan di sejumlah bursa
non-terpusat, seperti Coinbase. Mata uang kripto tersebut juga dapat dibeli dan
dijual melalui pialang-pialang atau didefinisikan sebagai perusahaan-perusahaan
saham yang berkontribusi dalam menawarkan bitcoin. Transaksi bitcoin di dunia
nyata terjadi pada tahun 2010 ketika miners atau penambang bitcoin
membeli dua pizza dari Papa John’s di Florida seharga 10.000 bitcoin.
Masyarakat Indonesia ikut tak ingin kehilangan
momentum, sejak kepopuleritasan bitcoin meningkat, sedikit-demi sedikit
masyarakat ikut terjun ke dalam dunia bitcoin dengan menjadi miners atau
penambang bitcoin. Kedua istilah ini mengacu pada seseorang yang melakukan
aktivitas penambangan bitcoin dengan mengandalkan daya komputasi komputer
mereka dalam memecahkan sandi matematika untuk memproses transaksi.
Cara Kerja
Bitcoin
Pertama-tama, untuk memahami bagaimana cara kerja
Bitcoin, perlu dipahami istilah-istilah di bawah ini:
Blockchain: Daftar riwayat tiap transaksi Bitcoin yang pernah terjadi sejak awal penciptaannya hingga detik ini di seluruh dunia. Setiap riwayat transaksi bitcoin yang berhasil akan secara otomatis terdaftar ke dalam blockchain atau ‘buku besar bitcoin’. Blockchain tidak dikelola oleh perseorangan, organisasi, maupun institusi. Oleh karena itu, bitcoin sudah didesain sedemikian rupa agar dapat terdistribusi dengan baik tanpa mengalami kesalahan yang dapat merusak blockchain.
Wallet:
Bagian bitcoin yang sering dilihat oleh pengguna. Istilah wallet (dompet)
sendiri kurang tepat karena wallet sebetulnya tidak menyimpan
Bitcoin. Wallet hanya menyimpan private key yang mengijinkan
sang pemilik untuk menambah transaksi ke block chain di sebuah
alamat berupa public key. Bitcoin-nya tersimpan sebagai sebuah
catatan transaksi di dalam block chain tersebut.
Transaksi Bitcoin dimulai dari wallet ke wallet. Ketika pengguna ingin mengirim Bitcoin, transaksi tersebut akan masuk ke jaringan miner atau jaringan global Bitcoin. Selanjutnya, Bitcoin akan melewati sekumpulan block yang dinamakan blockchain. Setiap block yang dilewati oleh Bitcoin memakan waktu sekitar 10 menit, diperlukan minimal 6 block hingga pada akhirnya Bitcoin dapat sampai ke wallet tujuan dan transaksi dianggap berhasil.
Transaksi yang sudah berhasil inilah yang kemudian tercatat ke dalam
blockchain dan dapat dilihat oleh seluruh pengguna Bitcoin di seluruh dunia.
Namun, bukan berarti setiap pengguna akan mengetahui kepemilikan dari wallet
yang tertera di blockchain. Alamat transaksi dan nomor referensi yang
berbeda-beda membuat pengguna lain tidak mudah untuk menentukan kepemilikan
dari tiap wallet.
Proses kerja Bitcoin cukup rumit, namun dengan
kehebatan sistem Cryptocurrency inilah pengguna dapat terlindung dari kejahatan
ransomware seperti peretasan akun dan pencucian uang sebagaimana yang
pernah terjadi pada tempo dulu.
Legalitas
dan Respons dari Otoritas Pemerintah Indonesia Mengenai Bitcoin
Bank Indonesia bertugas menjaga stabilitas rupiah
sebagaimana telah diamanatkan dalam Undang-Undang No.23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia. Selain itu, Bank Indonesia juga diharapkan dapat mendorong ekonomi
nasional dan mampu meningkatkan aktivitas ekonomi melalui kondisi lingkungan
bisnis yang lebih kondusif serta meningkatkan nilai perekonomian nasional
sehingga dapat mendorong investor asing masuk ke Indonesia.
Mengacu pada UU No. 7 Tahun 2011, sampai saat ini Bank Indonesia
(BI) masih melarang Bitcoin atau Crypto sebagai alat pembayaran yang sah di
seluruh wilayah Indonesia, akan tetapi dari pihak Badan Pengawas Perdagangan
Bursa Berjangka Komoditi (Bappebti) sudah memasukkan Bitcoin dan Crypto sebagai
komoditas untuk diperdagangkan di bursa berjangka. Namun, tidak dapat digunakan
sebagai alat pembayaran yang sah.
Hal ini juga dapat dilihat pada Peraturan No. 5 Tahun 2019 tentang ketentuan teknis penyelenggaraan pasar
fisik aset kripto di bursa berjangka. Dalam peraturan tersebut, terkandung pula
penjelasan mengenai Cryptocurrency yang dapat diperdagangkan harus berbasis
distributed ledger technology dan berbentuk aset kripto utility (utility
crypto) atau kripto beragun aset (crypto backed asset), sehingga tidak sembarang
Cryptocurrency dapat diperdagangkan.
Mengapa
Harga Bitcoin Mahal?
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Morningstar,
nilai per 1 Bitcoin pada awal beroperasi hanyalah berkisar Rp50,00 dan kini
harga 1 Bitcoin sudah menembus nilai Rp791.832.429,00 per 16 Maret 2021.
Dikutip dari laman Coinbase, nilai tukar Bitcoin berhasil menembus US$60.000
untuk pertama kalinya sepanjang sejarah. Puncaknya adalah pada tanggal 14 Maret
2021, nilai tukar Bitcoin menyentuh angka US$61.080 atau sekitar Rp885 juta.
Lalu, apa yang menyebabkan harga Bitcoin mampu naik secara fantastis hingga
ratusan juta hanya dalam rentang waktu 12 tahun? Berikut penjelasannya.
Seusai hukum ekonomi, kenaikan harga sebuah entitas
dipengaruhi oleh dua hal, yakni banyaknya permintaan dan kelangkaan. Dari segi
kelangkaan, Bitcoin dapat dikatakan sebagai subsisten yang langka. Hal ini
lantaran pembatasan yang dilakukan oleh pencipta dan pengembang Bitcoin yang
hanya menyediakan 21 juta unit dan baru akan tercapai pada tahun 2140.
Sehingga, dapat dikatakan bahwa jumlah Bitcoin terbatas dan tidak ada
seorangpun yang mampu memproduksi lebih dari jumlah tersebut. Jika dilihat dari
sisi permintaan, maraknya penggunaan Bitcoin sebagai mata uang dan komoditas
yang diperjualbelikan di bursa Cryptocurrency menyebabkan volume transaksi
terus naik dari tahun ke tahun.
Ramalan
Bitcoin di Masa Depan
Sebagai nenek moyang mata uang digital atau disebut
Cryptocurrency, Bitcoin belakangan ini menjadi pusat perhatian dan hangat
diperbincangkan di seluruh dunia. Tak terkecuali orang terkaya di dunia,
pengusaha, maupun investor-investor global memandang Bitcoin akan memiliki
prospek yang sangat cerah kedepannya. Namun, tak sedikit pihak pula yang justru
merasa pesimis akan masa depan Bitcoin.
Salah satu tokoh ternama yang optimis akan potensi
Bitcoin adalah Elon Musk, CEO raksasa kendaraan listrik Tesla. Elon
menggambarkan rasa optimisnya terhadap masa depan Bitcoin lewat akun Twitter
pribadinya. Selain itu, Elon juga membuat keputusan yang mengejutkan publik.
Lantaran pengusaha mobil listrik ini mengubah sebagian kas Tesla dari bentuk
tunai ke dalam bentuk Bitcoin dan memungkinkan para konsumen membeli produk
dari mitra perusahaannya dalam bentuk mata uang virtual tersebut. Tak selang
beberapa lama setelah keputusan diumumkan, banyak dari para pengikutnya
berbondong-bondong membeli Bitcoin yang menyebabkan kenaikan nilai tukar secara
tajam.
Dibalik kenaikan harga bitcoin yang terus melonjak, nyatanya Bitcoin juga memiliki kelemahan. Uang virtual yang satu ini nyatanya memiliki fluktuasi nilai yang sangat agresif. Salah satu sampelnya terjadi pada tahun 2011 tepatnya pada bulan Juni. Ketika harga Bitcoin menembus harga tertingginya di angka 30 dollar, seketika terjadi penurunan harga sekitar 93% hingga menyentuh angka 2 dollar dalam sekejap. Begitu juga yang terjadi pada November 2013 tepatnya ketika Bitcoin telah menyentuh angka 1.200 dollar per unitnya, mendadak harga Bitcoin langsung turun sekitar 83% menjadi 200 dollar di bulan Maret 2015. Maka dari itu, cerita manis yang kerap kita dengar dari para investor dan penambang Bitcoin akan kesuksesannya berkecimpung dalam dunia mata uang kripto, tidak jarang juga didapati orang yang justru mengalami nasib sebaliknya akibat spekulasi saat proses jual-beli Bitcoin berlangsung.
Fluktuasi harga
yang kian naik turun secara drastis, tidak sedikit orang yang justru mengalami
kerugian kala berinvestasi dalam dunia bitcoin. Oleh karena itu, tidak semua
orang mampu bertahan berkecimpung dalam dunia uang virtual ini, kemampuan
analisis yang baik sangatlah diperlukan bagi orang yang ingin berinvestasi agar
dapat memprediksi kenaikan maupun penurunan nilai saham Bitcoin.
Lalu, pertanyaan yang acap kali ditanyakan oleh banyak
orang adalah, mampukah Bitcoin menjadi pengganti mata uang konvensional?
Jawabannya belum pasti. Berdasarkan pernyataan dalam webinar yang diisi
Profesor Grundfest dan diselenggarakan oleh Universitas Stanford, menyatakan
bahwa masa depan Cryptocurrency seperti Bitcoin masih sangat dipertanyakan.
Para pendukung melihat potensi yang tidak terbatas, sementara kritikus hanya
melihat risiko. Profesor Grundfest tetap skeptis, akan tetapi mengakui bahwa
Cryptocurrency tetap dapat menjadi solusi yang layak.
Terlepas dari pro-kontra cryptocurrency,
sejumlah bank sentral di dunia sudah mulai melakukan kajian mengenai digital
currency. Bank Indonesia juga melihat sejauh mana kajian tersebut. Direktur
Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko menjelaskan, pihaknya
merujuk kepada beberapa pihak seperti Bank for International Settlement (BIS)
ataupun International Monetary Fund (IMF) sebagai acuan di sistem pembayaran
dan pertukaran.
Bagi negara yang
memiliki tingkat adopsi teknologi dan informasi yang tinggi seperti Swedia,
penggunaan transaksi non tunai sudah menjadi kebutuhan mendasar bagi
masyarakatnya. Oleh karena itu, peluang Bitcoin sebagai mata uang digital di
masa depan otomatis akan lebih besar di negara tersebut.
Lain halnya dengan negara yang lebih sering menggunakan transaksi tunai, menurut Direktur PT Bank Central Asia TBK (BBCA) Santoso beranggapan, sistem mata uang digital Bitcoin sulit untuk menjadi mata uang masa depan, karena kepercayaan dan penerimaan terhadap mata uang konvensional masih begitu besar. Di level regional ASEAN, Rupiah, Ringgit, maupun Dollar Singapura masih menjadi mata uang dominan yang digunakan oleh khalayak luas.
Maka dapat disimpulkan, peluang Bitcoin sebagai mata uang digital masa depan di negara-negara tersebut masih rendah.