Soul: Pencarian Makna Hidup Dengan Segala Kebahagiaan dan Kerumitannya

 

Oleh: Andi Maulida, Peserta Didik SMAN 34 Jakarta

Judul               : Soul

Tanggal rilis   : 25 Desember 2020

Genre              : Drama atau Animasi

Sutradara      : Pete Docter

Produser        : Dana Murray

Produksi        : The Walt Disney Company


     Membahas mengenai dunia film, Pixar Animation Studios merupakan salah satu nama yang tak boleh terlewatkan begitu saja. Akhir tahun 2020 lalu, Pixar Animation Studio yang telah memproduksi pelbagai jenis film animasi kembali merilis sebuah film terbaru. Film yang berjudul “Soul” ini adalah film yang Pixar Animations Studios produksi untuk Walt Disney Pictures yang kemudian telah dirilis pada 25 Desember 2020.

 

Seperti beberapa film yang telah diproduksi sebelumnya, Film “Soul” mengangkat tema drama komedi fantasi animasi. Menceritakan tentang sosok Joe Gardner yang merupakan seorang guru musik paruh waktu di sebuah sekolah, tak disangka ternyata Joe mendapatkan pemberitahuan telah diangkat menjadi guru tetap di sekolah tersebut. Nyatanya, kabar baik karena mendapatkan pekerjaan tetap tersebut tak berarti apa-apa bagi Joe, karena menjadi guru bukanlah impiannya. Berbanding terbalik dengan Ibunya, Libba, yang amat girang ketika mendengar Joe menjadi guru tetap daripada meraih impiannya sebagai seorang musisi jazz seperti Ayah Joe dulu semasa hidupnya. Seperti kesempatan telah terbuka lebar, Joe mendapatkan tawaran untuk bermain piano bersama dengan anggota band Dorothea Williams yang merupakan musisi idola Joe di dalam sebuah acara klub jazz terkenal.


Tak disangka, di hari bahagianya, Joe terjatuh ke dalam sebuah selokan, karena terlalu berbahagia dan tak memperhatikan sekitar. Permulaan di dunia lain pun dimulai, akibatnya Joe berubah menjadi sebuah makhluk kecil yang dikenal sebagai sebuah perwujudan soul atau jiwa dari Joe yang divisualisasikan akan diarahkan menuju The Great Beyond yang merupakan tempat jiwa pergi untuk selamanya.

 

Joe berusaha keras untuk melarikan diri dari The Great Beyond karena ingin kembali ke Bumi untuk pentas di acara klub jazz yang telah diimpikannya sedari dulu. Joe tak ingin hari impiannya berakhir dengan sia-sia. Usaha Joe membuahkan hasil, tetapi kini Joe terjebak bersama 22 (Twenty Two) di ruang The Great Before tempat jiwa-jiwa dibentuk sebelum diizinkan untuk turun ke bumi. Joe ditugaskan untuk menjadi mentor 22 (Twenty Two) agar bisa menjalani kehidupan di Bumi. 22 (Twenty Two) yang merupakan sosok jiwa yang tak ingin untuk terlahir di bumi dan kerap kali membuat mentor yang sebelumnya menanganinya menyerah, dari sinilah perjuangan Joe untuk meyakinkan 22 (Twenty Two) mengenai kehidupan di Bumi diperlihatkan.


Film yang berdurasi sekitar 100 menit ini kembali menghadirkan animasi yang khas produksi Pixar Animations Studios. Visualisasi dua dunia yang berbeda, yaitu kehidupan New York City dan The Great Before menghadirkan kontras yang memiliki keunikannya masing-masing. Permainan warna-warna bercahaya neon yang imajinatif di dunia The Great Before berpadu dengan beberapa bentuk ilustrasi  makhluk dunia lain yang menarik sehingga membuat penonton ikut merasakan keajaiban di film ini.

 

Bahkan, ada beberapa trik pencahayaan yang cerdik dengan secara perlahan memudarkan bagian-bagian adegan untuk memberi kesan sedang menonton sebuah adegan yang ajaib. Kemudian, berlatar di New York City yang menghadirkan bagaimana kepadatan kota yang merupakan pusat hubungan internasional ini dengan begitu khas. Kepadatan jumlah pejalan kaki, kendaraan, aneka toko yang tersebar, dan kegiatan acara musik jazz. Animasi penuh warna yang memiliki rating tonton untuk anak usia 13 tahun keatas ini menghadirkan tokoh utama pertama yang divisualisasikan sebagai karakter Afrika-Amerika. Hal ini secara tidak langsung  menghilangkan bahwa stereotipe atau label ras kulit hitam yang dilabeli sebagai tokoh yang senantiasa buruk.

 

Pihak Pixar Animations Studios memperhatikan bahwa terdahulu terdapat animasi yang dibuat untuk melontarkan rasisme terhadap ras Afrika-Amerika. Tentunya, penjelasan dan kesadaran pihak Pixar Animations Studio ini menjadikan film Soul mendapatkan nilai tambah di mata penonton.


Tak hanya itu, film ini menyajikan tentang musik Jazz dan dimainkan sebagai tampilan perayaan pada asal-usulnya yang mengakar dalam sejarah Afrika-Amerika. Visualisasi tokoh Joe, Dorothea, Cury, dan teman klub lainnya pun terlihat luwes dalam memainkan beragam alat musik seolah manusia sungguhan. Dengan mencantumkan rating usia di atas 13 tahun memanglah tepat disebabkan anak-anak di usia di bawah 13 tahun belum tentu dapat mencerna dan menerima informasi yang digambarkan dalam film ini.

 

Mengangkat topik yang cukup berat, dengan mempertanyakan hal yang krusial tentunya menjadi pekerjaan tambahan untuk pihak Pixar Animations Studios dalam menyajikan film ini. Namun, hal ini sepertinya bukanlah suatu masalah yang besar bagi pihak Pixar Animations Studio terbukti dengan kepuasan penonton yang memberikan rating 8,1 dari beberapa platform.

 

Film “Soul” mengangkat kisah kehidupan yang sebenarnya cukup rumit dan dapat dilihat dari kehidupan sehari-hari, tetapi dikemas dengan sangat baik. Alur yang dihadirkan pun terbilang begitu runtut. Namun, bagian menuju konflik terasa terlalu cepat. Sebagai penonton, bagian pengenalan cerita yang menjadi dasar yang krusial dalam sebuah film terasa terlalu singkat seolah dipaksa dengan terburu-buru menuju konflik.

 

Beberapa menit awal pengenalan dan langsung kepada konflik situasi ketika Joe berada dalam wilayah The Great Beyond, tentunya hal ini perlu ditinjau kembali. Ditilik dari segi pengembangan karakter dua tokoh utama yaitu tokoh Joe dan 22 (Twenty Two) sangat menarik, kedua tokoh ini dihadirkan dengan karakter yang bertolak belakang sehingga dapat saling melengkapi.

 

Joe, pria paruh baya yang berambisi untuk mewujudkan impiannya menjadi seorang musisi jazz dengan tampil di klub besar. Dan, 22 (Twenty Two) yang masih berada dalam proses untuk mencari sinar dan makna dari sebuah kehidupan agar siap menjalani kehidupan di bumi. Keduanya saling melengkapi untuk menemukan sebuah makna dari kehidupan yang telah dan akan mereka jalani kedepannya. Dari sisi penyelesaian konflik atau ending, film ini terbilang belum memuaskan penonton, masih banyak pertanyaan terkait bagaimana akhir dari tokoh 22 (Twenty Two) dalam menjalani kehidupannya di bumi alangkah baiknya pertanyaan ini diungkap sehingga tak kembali menimbulkan pertanyaan penonton setelah menonton.


Secara keseluruhan film “Soul” lebih layak jika ditargetkan kepada kalangan usia remaja menuju dewasa karena mengangkat permasalahan mengenai bagaimana sebuah kehidupan dapat bermakna. Film “Soul” ini juga memperlihatkan bagaimana sebuah hal sederhana yang menurut sudut pandang beberapa orang merupakan hal yang lumrah dan tak berarti menjadi suatu hal yang dapat bermakna dari sudut pandang lainnya.

 

Salah satu kutipan dialog yang paling mengesankan adalah dialog milik Dorothea yang mengatakan “I heard this story about a fish. He swims up to this older fish, and says, ‘I’m trying to find this thing they call ocean.’ ‘The ocean?’ says the older fish. ‘That’s what you’re in right now.’ ‘This?’ say the young fish. ‘This is water. What I want is the ocean.” Sering kali seseorang tidak sadar dan tidak mensyukuri sesuatu yang telah dimilikinya, terlalu berfokus pada ambisi juga tak dapat dibiarkan begitu saja.

 

Setidaknya, perlu untuk melihat keadaan di sekitar sehingga dapat memaknai apa itu sebuah kehidupan. Film bergenre drama komedi fantasi animasi ini merupakan tontonan  yang layak untuk dimasukkan ke dalam daftar rekomendasi film terbaik.

Soul: Pencarian Makna Hidup Dengan Segala Kebahagiaan dan Kerumitannya