LGBTQ: Antara Keberbahayaan dan Kemanusiaan

 

                        Sumber: https://www.rappler.com/


Oleh: Aninda Vida Setiawan, Peserta Didik SMAN 34 Jakarta


     Kalian tau gak sih, apa yang akan kita bahas? Oke, yang akan kita bahas itu LGBT. Bukan pokok tentang LGBT nya yang akan kita bahas, tapi lebih ke pandangan orang-orang serta lingkungannya, yang berkomentar atau mungkin ikut bergerak dalam menanggapi LGBT, dan juga kita bakalan membahas kalau seorang LGBT itu butuh keadilan, bukan cacian, makian, penolakan, kekerasan, bahkan diskriminasi. 

 

Contohnya, Pada tanggal 19 Juni 2020 di akun instagram resmi uniliver, secara resmi menyatakan diri berkomitmen mendukung gerakan Lesbian Gay Biseksual Transgender Queer (LGBTQ+), "Kami berkomitmen untuk membuat kolega LGBTQI + kami bangga dengan kami seperti kami. Itu sebabnya, kami mengambil tindakan bulan Pride ini" Akun Instagram tersebut mengatakan, dalam mendukung kampanye tersebut mereka sudah menandatangani Deklarasi Amsterdam, bergabung dengan Open for Business untuk menunjukkan bahwa, Unilever dengan inklusi LGBTQI+ serta meminta Stonewall mengaudit kebijakan dan mengukur tindakan Unilever dalam bidang ini.

 

"Inisiatif-inisiatif ini hanyalah permulaan. Keragaman kita sebagai manusia membuat kita lebih kuat. Inklusi untuk semua membuat kita lebih baik," tulis Unilever dalam unggahannya.

 

Hal itu mengundang banyak komentar dari netizen Indonesia yang sontak emosi dan kecewa dengan pernyataan itu. Sebagian besar dari mereka, bahkan menyatakan tidak mendukung langkah yang diambil oleh Unilever tersebut. "Saatnya #hijrahproduk dan tinggalkan #unilever," ujar seorang netizen.

 

"Saya dengan bangga memberi kabar pada Anda kalau saya tidak akan membeli produk-produk anda lagi. Sekian dan terima kasih," ujar pengguna Instagram lainnya.

 

"Innalillahi... boikot produk unilever!" timpal netizen lainnya.

 

banyak juga netizen twitter yang mengetweet atas penolakan terhadap unilever yang mendukung LGBT seperti,

 

Kalian itu butuh disembuhkan, bukan dimaklumi” tulis user @su*****

 

“LGBT murni penyakit seks, merusak kejiwaan, lebih parah dari HIV” tulis user @ze*******  dan banyak lagi.

 

Sebelum lanjut, pasti dari kalian sekilas udah pada tau arti LGBT itu apa, tapi mungkin, belum tau lebih jelas kan? Jadi, LGBT itu singkatan dari Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender. Istilah tersebut digunakan pada tahun 1990 untuk menggantikan frasa komunitas gay atau komunitas yang memiliki orientasi seks terhadap sesama jenis. Jika gay adalah sebutan khusus untuk laki-laki yang memiliki orientasi seks terhadap sesama jenis, lesbian adalah sebutan untuk perempuan yang menyukai sesama jenis.


Sedangkan, biseksual adalah sebutan untuk orang yang bisa tertarik kepada laki-laki atau perempuan. Transgender sendiri adalah istilah yang digunakan untuk orang yang cara berperilaku atau berpenampilan berbeda atau tidak sesuai dengan jenis kelaminnya.

 

October 11 is National Coming Out Day. Some lesbian, gay, bisexual, and transgender people choose this day to announce their sexual orientation or gender identity. Ide dasarnya, supaya orang-orang homopobia dapat tumbuh dalam suasana hening dan ketidaktahuan. Visibilitas tentu membantu orang untuk memahami, bahwa masyarakat itu beragam dan memerangi prasangka yang tertanam kuat. In societies where many LGBT people come out, others will recognize that their son, daughter, colleague, neighbor, or friend can be gay, bisexual, or transgender.


Ini membuatnya lebih mudah untuk memahami konsep bahwa, meskipun mereka mungkin berbeda dalam hal orientasi seksual dan identitas gender, tidak ada pembenaran untuk memperlakukan orang LGBT secara berbeda.

 

Visibility is a good starting point untuk menuntut persamaan hak dan larangan diskriminasi. Harvey Milk, pengawas kota gay yang terbuka di San Francisco, mengatakannya seperti ini pada tahun 1978, tahun ketika dia dibunuh: “Every gay person must come out. As difficult as it is, you must tell your immediate family. You must tell your relatives. You must tell your friends if indeed they are your friends. You must tell your neighbors. You must tell the people you work with. You must tell the people in the stores you shop in. And once they realize that we are indeed everywhere, every myth, every lie, every innuendo will be destroyed once and for all. And once you do, you will feel so much better."


(Setiap orang gay harus keluar. Meskipun sulit, Anda harus memberi tahu keluarga dekat Anda. Anda harus memberi tahu kerabat Anda. Anda harus memberi tahu teman Anda jika memang mereka adalah teman Anda. Anda harus memberi tahu tetangga Anda. Anda harus memberi tahu orang-orang yang bekerja dengan Anda. Anda harus memberi tahu orang-orang di toko tempat Anda berbelanja. Dan, begitu mereka menyadari bahwa kita memang ada di mana-mana, setiap mitos, setiap kebohongan, setiap sindiran akan dihancurkan untuk selamanya. Dan begitu, Anda melakukannya, Anda akan merasa jauh lebih baik.)


Namun, Hari Keluar Nasional didasarkan pada pengungkapan diri sukarela atas orientasi seksual atau identitas gender seseorang.

 

Coming out of the closet is a decision everyone has to make for themselves. Seseorang harus menilai bagaimana tanggapan keluarga, sekolah, tempat kerja, lingkungan, gereja, sinagoga, atau masjid mereka. Kenyataannya, adalah bahwa dalam lingkungan yang tidak bersahabat, banyak orang masih merasa sedikit pilihan selain hidup dalam perlindungan. Hari Keluar Nasional harus tetap menjadi hari orang keluar jika mereka ingin melakukannya. Mereka juga bisa memilih untuk tetap di lemari. Itu adalah pilihan yang harus mereka buat sendiri, and no one else should deny the right to do that.

 

Bagi masyarakat luar atau mungkin indonesia sendiri, menganggap orang-orang LGBT sudah pasti SALAH, PENYAKIT, KELAINAN, GANGGUAN JIWA, DLL. Padahal, banyak pakar kejiwaan yang mengatakan bahwa LGBT itu bukan sesuatu penyakit ataupun gangguan jiwa, seperti yang dijelaskan metri kesehatan RI Nila Djuwita F Moeloek, bahwa perilaku lesbian, gay, biseksual, dan transgender atau biasa yang disingkat LGBT dari sisi kesehatan tidak dibenarkan dan bukan gangguan kejiwaan melainkan masalah kejiwaan. Menurut para ahli, transgender adalah masalah kelainan bentuk organ reproduksi manusia atau meragukan antara organ wanita atau pria. Namun, hal tersebut tentunya seiring waktu dapat diketahui mana yang lebih dominan dan seharusnya ada jalan keluar atau dapat teratasi.

 

Tidak bisa kita pungkiri juga, kalau memang individu LGBT itu dikatakan berdampak buruk bagi lingkungan dan berdampak buruk bagi diri mereka sendiri, karena LGBT sendiri masih tidak diterima bahkan ditolak oleh beberapa negara dan agama, karena dalam beberapa ajaran agama LGBT atau suka terhadap sesama jenis merupakan tindakan yang melanggar norma agama seperti yang dijelaskan berikut, "Hukum di Indonesia jelas tak ada yang benarkan LGBT, apalagi penyimpangan perilaku maupun ideologinya," kata dia kepada Republika.co.id, Jumat (29/1).

 

Hidayat pun menjelaskan, alasan hukum kenapa LGBT harus ditolak. Sebab, ia menjelaskan, HAM yang diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 45, bukanlah HAM liberal. Melainkan, HAM yang menghormati hukum dan agama, sesuai Pasal 28 J. Karena itu, kaum LGBT tidak bisa berlindung dengan dalih HAM.

 

Pria yang juga pernah menjabat sebagai Wakil Ketua MPR itu mengatakan, “Agar tidak terjadi masalah yang berkepanjangan dan berdampak luas seperti keresahan sosial. Seharusnya, pemerintah dengan segala aparatnya efektif untuk menyelesaikan masalah LGBT”. "Dan jelas sekali, klaim LGBT bertentangan dengan agama yang diakui di Indonesia," sambungnya.

 

Dampak negatif lain dari LGBT lainnya yaitu peningkatan gejala  sosial. Dari sudut sosiologi pula, ia akan menyebabkan peningkatan gejala sosial dan maksiat hingga tidak dapat dikendalikan. Jika dilihat dari sisi psikologi, kebiasaan buruk ini akan mempengaruhi kejiwaan dan memberi efek yang sangat kuat pada syaraf. Sebagai akibatnya, pelaku merasa dirinya bukan laki-laki atau perempuan sejati, dan merasa khawatir terhadap identitas diri dan seksualitasnya. Hal ini berkaitan juga terhadap akal, yang menyebabkan pelakunya menjadi pemurung.

 

Seorang homoseks selalu merasa tidak puas dengan pelampiasan nafsunya. Dalam Alquran juga menyebutkan, perilaku homo seksual ini sebagai “fahisyah”, karena kaum gay menyalurkan nafsu seksualnya dengan cara sodomi. Selain itu, Homoseksual juga bisa menyebabkan anak-anak akan terancam. Seperti contoh Kaum homoseksual memberikan peran sebesar 33% pelecehan seksual pada anak-anak di negara Amerika serikat. Yang cukup mengagetkan, bahwa populasi kaum homo ini sebenarnya hanya 2% di Amerika Serikat dari seluruh penduduknya.


Hal yang itu berarti bahwa 1 dari 20 kasus homoseksual bentuknya adalah pelecehan seksual kepada anak-anak. Dari uraian di atas diketahui bahwa LGBT dapat menimbulkan berbagai dampak negatif di masyarakat dengan terputusnya generasi (keturunan) dan berbagai tindakan kejahatan lainnya.

 

Sebenarnya, Rasa suka yang tercipta pada individu LGBT mungkin beberapa sama saja dengan orang-orang umumnya (heteroseksual). Rasa suka tersebut bisa saja diperoleh dari rasa nyaman terhadap orang yang kita sukai itu, sering bertemu, saling perhatian satu sama lain, sehingga terjadilah rasa suka tersebut muncul. Masyarakat menganggap, hal tersebut tidak lazim karena Individu yang termasuk dalam kaum LGBT jumlahnya lebih sedikit dibandingkan kaum heteroseksual. Jadi, mereka langsung  berpendapat bahwa orang-orang LGBT itu SALAH DAN ANEH.

 

Di Indonesia sendiri, masih ada beberapa produk hukum di tingkat nasional maupun daerah yang mendiskriminasikan kelompok LGBT. Padahal jelas ada Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia, pada sila ke-5 and he precepts of the Universal Declaration of Human Rights (UDHR).

                                                                                                                           

Bentuk ketidakadilan yang dialami dan dirasakan oleh kaum LGBT yaitu stigma, diskrimminasi, dan kekerasan. Bentuk lain dari diskriminasi dan penindasan yang secara eksplisit didukung oleh Undang-Undang mengakibatkan orang LGBT tidak dapat menikmati hak-hak dan perlindungan yang seharusnya mereka rasakan. Orang-orang LGBT tidak salah dalam segala hal, hanya saja orientasi seksual mereka yang berbeda dari orang-orang pada umumnya.

 

The all discrimination to LGBT caused by social stigma resulting from doctrine and conservative religious understanding. Diskriminasi dan intoleransi masih terus menjadi konstruksi sosial dan pandangan dominan masyarakat terhadap kaum LGBT.

 

Untuk dapat mewujudkan keadilan sosial dan tidak menindas kelompok minoritas, serta mengembangkan budaya toleransi bisa ditempuh melalui pendidikan, perbaikan regulasi dan sejumlah kebijakan oleh pemerintah, and the participation of the community in understanding LGBT.

 

Referensi :

 

https://www.jurnalilmiah-paxhumana.org/index.php/PH/article/view/70

 

https://www.urbanasia.com/efek-dukung-lgbt-netizen-indonesia-ancam-boikot-produk-unilever-U15268

LGBTQ: Antara Keberbahayaan dan Kemanusiaan