Pandemi, Resesi, dan Rehabilitasi Ekonomi

 


Oleh: Dimas Ramaditya Putra, Peserta Didik SMAN 34 Jakarta

   “Pandemi, pandemi, sangat merepotkan banget sih! Jadi gak bisa ke mana-mana karena takut bertemu orang lain’’ Begitulah, salah satu kalimat yang pasti sering muncul di benak masyarakat. Pandemi Covid-19 yang menghantam Indonesia selama satu tahun  terakhir, tidak dapat  dipungkiri sudah membawa pengaruh yang signifikan baik di bidang kesehatan maupun bidang ekonomi. Sudah banyak korban yang berjatuhan, namun kita harus tetap menjaga diri kita dari ancaman  Covid-19. SO, STAY SAFE EVERYONE !

Haduh! Pandemi meresahkan sekali!


Banyak negara-negara di dunia yang telah mengalami resesi ekonomi akibat pandemi COVID-19 ini, tidak hanya negara berkembang yang mengalami, tetapi negara maju juga ikut terkena imbasnya akibat pemberlakuan kebijakan lockdown dan  Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Hampir seluruh bidang kegiatan terdampak pandemi COVID-19. Tidak hanya menghantam  bidang kesehatan, tetapi bidang ekonomi juga mengalami dampak serius akibat pandemi virus corona ini. Banyak bisnis yang terpaksa gulung tikar karena tidak bisa bertahan di tengah hantaman pandemi Covid-19.

 

Kebijakan PSBB yang diberlakukan oleh pemerintah di pelbagai wilayah Indonesia yang bertujuan  untuk terus menekan angka kasus positif covid-19. Namun, disisi lain pasti akan menimbulkan pro maupun kontra di dalam kehidupan masyarakat dari kebijakan tersebut. Merebaknya virus corona covid-19 di Indonesia pada awal tahun ini memberikan dampak yang sangat luas pada semua sektor, khususnya sektor ekonomi yang terdampak secara langsung. Indeks bursa saham menurun, nilai kurs rupiah terhadap dollar Amerika semakin merosot, dan para pelaku usaha mengalami kesulitan dalam melakukan proses produksi dan distribusi barang.

 

Kondisi ini juga memberikan dampak secara ekonomi terhadap keberlangsungan kegiatan ekonomi. Pembatasan aktivitas di luar rumah atau dikenal sebagai PSBB karena pandemi covid-19 akan berpengaruh terhadap aktivitas masyarakat. Beberapa perusahaan  akan  mengalami kesulitan bahan baku dan proses produksi akan terganggu. Banyak perusahaan yang nge PHK para karyawannya karena terus-menerus mengalami kerugian. Disamping itu, permintaan pasar akan mengalami penurunan karena masyarakat sulit untuk keluar rumah untuk melakukan transaksi ekonomi dan takut berinteraksi langsung dengan orang lain.

  

Hmm... kira-kira bidang apa saja yang paling terdampak pandemi, ya?



Terdapat beberapa sektor yang paling tertekan akibat wabah Covid-19, yaitu yang pertama adalah sektor rumah tangga. Pihak yang terkena dampak ini adalah sektor rumah tangga yang diperkirakan akan mengalami penurunan cukup besar dari sisi konsumsi. Sektor rumah tangga akan mengalami tekanan dari sisi konsumsi, karena masyarakat sudah tidak beraktivitas di luar rumah sehingga daya beli pun menurun. Tak hanya itu, sektor rumah tangga juga terancam kehilangan pendapatan karena tidak dapat bekerja untuk memenuhi kebutuhan dasarnya terutama bagi keluarga miskin dan rentan di sektor informal.

 

Kemudian, ada sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang ikut terdampak. Sektor UMKM mengalami tekanan akibat tidak dapat melakukan kegiatan usaha karena ada pembatasan  kegiatan ekonomi dan sosial sehingga kemampuan untuk memenuhi kewajiban kredit terganggu. Lalu yang ketiga ada sektor korporasi, Sektor korporasi yang akan paling terganggu aktivitas ekonominya adalah manufaktur, perdagangan, transportasi, serta akomodasi seperti perhotelan dan restoran. Gangguan aktivitas sektor korporasi yang disebabkan tekanan wabah Covid-19 akan menyebabkan penurunan pada kinerja bisnis dan terjadi pemutusan hubungan kerja hingga ancaman kebangkrutan.

 

Pemberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) akan membatasi pergerakan orang dan faktor-faktor produksi lainnya, sehingga aktivitas bisnis dan usaha menjadi terganggu dan tingkat permintaan masyarakat akan barang produksi menurun yang pada akhirnya dapat memengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi.

 

Dan yang terakhir, ada sektor  keuangan yang terkena dampak besar akibat pandemi Covid-19.  Sektor keuangan juga mengalami tekanan akibat pandemi ini. Perbankan dan perusahaan pembiayaan berpotensi mengalami persoalan likuiditas dan insolvency (tidak dapat membayar utang atau kewajiban keuangannya dengan tepat waktu).


Nah, inilah strategi yang harus  dilakukan oleh pelaku usaha yang terdampak pandemi!


Berdasarkan analisis saya, strategi yang dapat dilakukan oleh pelaku usaha di tengah pandemi Covid-19 yaitu dengan melakukan efisiensi untuk menekan kerugian dan biaya diantaranya dengan merumahkan sebagian pekerjanya atau  bahkan memberhentikan (PHK) pegawainya. Situasi krisis ini akan mendorong para pelaku usaha untuk melakukan efisiensi karena para pelaku usaha tetap harus menanggung beban biaya upah walaupun kegiatan produksi terganggu atau terhenti sementara. 


Pemanfaatan faktor-faktor produksi yang efisien oleh para pelaku usaha akan mampu menekan biaya produksi sehingga dapat menurunkan potensi kerugian  karena permintaan pasar` yang cenderung menurun selama pandemi ini. Efisiensi dengan meningkatnya jumlah modal dibandingkan buruh, menjadi pertimbangan pelaku usaha untuk memperbaiki kondisi keuangan perusahaan kedepannya.

 

Banyak orang yang memulai Usaha kecil-kecilan untuk menyambung hidup dilakukan karena sebagian besar pekerja bebas tidak bekerja dan tidak mempunyai pendapatan selama masa pandemi.  Selama penerapan PSBB masyarakat hanya berdiam dirumah agar terhindar dari tertular Covid-19. Kondisi ini menjadi peluang bagi pekerja yang sedang menganggur dengan berusaha kecil-kecilan menjual barang kebutuhan sehari-hari untuk menambah pendapatan rumah tangga.

 

Disamping itu, Para pelaku usaha perlu memanfaatkan teknologi  dalam menjalankan usahanya, penggunaan teknologi dalam menyelesaikan kerjaan mengingat penerapan PSBB membatasi aktivitas orang dan bisnis, sehingga menuntun pelaksanaan kerjaan melalui kebijakan work from home. Para pelaku usaha juga meminta pemerintah untuk merelaksasi pemberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) agar aktivitas bisnis kembali bergulir meski dengan protokol kesehatan yang ketat atau yang disebut new normal sehingga roda perekomomian kembali berputar.


Saat ini, masyarakat menginginkan sebuah  produk dan layanan yg aman dan terbebas dari penularan Covid-19 sehingga pelaku usaha harus menerapkan protokol kesehatan dalam menjalankan usahanya.


Ooh begitu... Jadi, Indonesia sudah dapat dikatakan mengalami resesi ekonomi belum, ya?


Suatu negara dikatakan mengalami resesi, jika produk domestik bruto (PDB) mengalami kontraksi atau minus dalam 2 kuartal beruntun secara tahunan atau year-on-year (YoY). Sementara jika PDB minus 2 kuartal beruntun secara kuartalan atau quarter-on-quarter (QoQ) disebut sebagai resesi teknikal. Secara quarter to quarter (qtoq) pertumbuhan ekonomi Indonesia Q2 2020 terkontraksi atau minus 4,19 persen. Sementara itu, pada Q1 2020 secara qtoq Indonesia sudah tumbuh minus 2,41 persen.


Namun demikian, secara year on year (YoY) pertumbuhan ekonomi Indonesia di Q1 2020 masih positif di angka 2,97 persen. Pertumbuhan ekonomi minus baru dialami pertama kali di kuartal II 2020 yang mencapai 5,32 persen dalam beberapa tahun terakhir karena pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

 

Seperti diketahui, Indonesia baru bisa dikatakan mengalami resesi jika pertumbuhan ekonomi kembali minus pada periode Juli-September 2020 atau kuartal III. Saat ini, pemerintah sedang melakukan berbagai kebijakan dalam rangka pemulihan ekonomi nasional, salah satunya dengan menggencarkan program bantuan sosial untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di Q3 2020 agar tumbuh positif  melalui pengeluaran konsumsi masyarakat sehingga Indonesia tidak memasuki resesi teknikal, dengan syarat belanja negara terserap dengan baik dan PSBB terus direlaksasi agar aktivitas bisnis kembali bergulir meski dengan protokol kesehatan yang ketat atau yang disebut new normal sehingga roda perekomomian kembali berputar.

 

Jadi, dapat disimpulkan bahwa dengan melihat kondisi dari nilai pertumbuhan ekonomi negara Indonesia pada Q2 2020, Indonesia belum mengalami resesi ekonomi karena perhitungan resesi harus menggunakan basis angka pertumbuhan ekonomi year on year (YoY) bukan quarter to quarter (qtoq).

 

Demikian karya tulis dari saya mengenai ‘’Pandemi, Resesi, dan Rehabilitasi Ekonomi’’. Semoga dapat bermanfaat bagi banyak orang dan dapat menambah wawasan kita dalam melihat situasi perekonomian dunia yang terdampak pandemi.


Jangan lupa juga tetap selalu menjaga protolol kesehatan agar tidak hanya  terjadi pemulihan keseimbangan di bidang ekonomi saja, melainkan bidang Kesehatan juga.

Pandemi, Resesi, dan Rehabilitasi Ekonomi