Banyak negara-negara di dunia yang telah
mengalami resesi ekonomi akibat pandemi COVID-19 ini, tidak hanya negara
berkembang yang mengalami, tetapi negara maju juga ikut terkena imbasnya akibat pemberlakuan kebijakan lockdown dan Pembatasan
Sosial Berskala Besar (PSBB). Hampir seluruh bidang kegiatan terdampak
pandemi COVID-19. Tidak hanya menghantam
bidang kesehatan, tetapi bidang ekonomi juga mengalami dampak serius
akibat pandemi virus corona ini. Banyak bisnis yang terpaksa gulung tikar
karena tidak bisa bertahan di tengah hantaman pandemi Covid-19.
Kebijakan PSBB yang diberlakukan oleh pemerintah
di pelbagai wilayah Indonesia yang bertujuan
untuk terus menekan angka kasus positif covid-19. Namun, disisi lain
pasti akan menimbulkan pro maupun kontra di dalam kehidupan masyarakat dari
kebijakan tersebut. Merebaknya virus corona covid-19 di Indonesia pada awal
tahun ini memberikan dampak yang sangat luas pada semua sektor, khususnya
sektor ekonomi yang terdampak secara langsung. Indeks bursa saham menurun,
nilai kurs rupiah terhadap dollar Amerika semakin merosot, dan para pelaku
usaha mengalami kesulitan dalam melakukan proses produksi dan distribusi
barang.
Kondisi ini juga memberikan dampak secara
ekonomi terhadap keberlangsungan kegiatan ekonomi. Pembatasan aktivitas di luar
rumah atau dikenal sebagai PSBB karena pandemi covid-19 akan berpengaruh
terhadap aktivitas masyarakat. Beberapa perusahaan akan
mengalami kesulitan bahan baku dan proses produksi akan terganggu.
Banyak perusahaan yang nge PHK para karyawannya karena terus-menerus mengalami
kerugian. Disamping itu, permintaan pasar akan mengalami penurunan karena
masyarakat sulit untuk keluar rumah untuk melakukan transaksi ekonomi dan takut
berinteraksi langsung dengan orang lain.
Terdapat beberapa sektor yang paling tertekan
akibat wabah Covid-19, yaitu yang pertama adalah sektor rumah tangga. Pihak
yang terkena dampak ini adalah sektor rumah tangga yang diperkirakan akan
mengalami penurunan cukup besar dari sisi konsumsi. Sektor rumah tangga akan
mengalami tekanan dari sisi konsumsi, karena masyarakat sudah tidak
beraktivitas di luar rumah sehingga daya beli pun menurun. Tak hanya itu,
sektor rumah tangga juga terancam kehilangan pendapatan karena tidak dapat
bekerja untuk memenuhi kebutuhan dasarnya terutama bagi keluarga miskin dan
rentan di sektor informal.
Kemudian, ada sektor usaha mikro kecil dan
menengah (UMKM) yang ikut terdampak. Sektor UMKM mengalami tekanan akibat tidak
dapat melakukan kegiatan usaha karena ada pembatasan kegiatan ekonomi dan sosial sehingga
kemampuan untuk memenuhi kewajiban kredit terganggu. Lalu yang ketiga ada
sektor korporasi, Sektor korporasi yang akan paling terganggu aktivitas
ekonominya adalah manufaktur, perdagangan, transportasi, serta akomodasi
seperti perhotelan dan restoran. Gangguan aktivitas sektor korporasi yang
disebabkan tekanan wabah Covid-19 akan menyebabkan penurunan pada kinerja
bisnis dan terjadi pemutusan hubungan kerja hingga ancaman kebangkrutan.
Pemberlakukan Pembatasan Sosial Berskala
Besar (PSBB) akan membatasi pergerakan orang dan faktor-faktor produksi
lainnya, sehingga aktivitas bisnis dan usaha menjadi terganggu dan tingkat
permintaan masyarakat akan barang produksi menurun yang pada akhirnya dapat
memengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan analisis saya, strategi yang dapat dilakukan oleh pelaku usaha di tengah pandemi Covid-19 yaitu dengan melakukan efisiensi untuk menekan kerugian dan biaya diantaranya dengan merumahkan sebagian pekerjanya atau bahkan memberhentikan (PHK) pegawainya. Situasi krisis ini akan mendorong para pelaku usaha untuk melakukan efisiensi karena para pelaku usaha tetap harus menanggung beban biaya upah walaupun kegiatan produksi terganggu atau terhenti sementara.
Pemanfaatan faktor-faktor produksi yang efisien oleh para pelaku usaha akan
mampu menekan biaya produksi sehingga dapat menurunkan potensi kerugian karena permintaan pasar` yang cenderung
menurun selama pandemi ini. Efisiensi dengan meningkatnya jumlah modal
dibandingkan buruh, menjadi pertimbangan pelaku usaha untuk memperbaiki kondisi
keuangan perusahaan kedepannya.
Banyak orang yang memulai Usaha kecil-kecilan
untuk menyambung hidup dilakukan karena sebagian besar pekerja bebas tidak
bekerja dan tidak mempunyai pendapatan selama masa pandemi. Selama penerapan PSBB masyarakat hanya
berdiam dirumah agar terhindar dari tertular Covid-19. Kondisi ini menjadi
peluang bagi pekerja yang sedang menganggur dengan berusaha kecil-kecilan menjual
barang kebutuhan sehari-hari untuk menambah pendapatan rumah tangga.
Suatu negara dikatakan mengalami resesi, jika produk domestik bruto (PDB) mengalami kontraksi atau minus dalam 2 kuartal beruntun secara tahunan atau year-on-year (YoY). Sementara jika PDB minus 2 kuartal beruntun secara kuartalan atau quarter-on-quarter (QoQ) disebut sebagai resesi teknikal. Secara quarter to quarter (qtoq) pertumbuhan ekonomi Indonesia Q2 2020 terkontraksi atau minus 4,19 persen. Sementara itu, pada Q1 2020 secara qtoq Indonesia sudah tumbuh minus 2,41 persen.
Namun demikian, secara year on
year (YoY) pertumbuhan ekonomi Indonesia di Q1 2020 masih positif di angka 2,97
persen. Pertumbuhan ekonomi minus baru dialami pertama kali di kuartal II 2020
yang mencapai 5,32 persen dalam beberapa tahun terakhir karena pemberlakuan
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Seperti diketahui, Indonesia baru bisa dikatakan
mengalami resesi jika pertumbuhan ekonomi kembali minus pada periode
Juli-September 2020 atau kuartal III. Saat ini, pemerintah sedang melakukan
berbagai kebijakan dalam rangka pemulihan ekonomi nasional, salah satunya
dengan menggencarkan program bantuan sosial untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
di Q3 2020 agar tumbuh positif melalui
pengeluaran konsumsi masyarakat sehingga Indonesia tidak memasuki resesi
teknikal, dengan syarat belanja negara terserap dengan baik dan PSBB terus
direlaksasi agar aktivitas bisnis kembali bergulir meski dengan protokol
kesehatan yang ketat atau yang disebut new
normal sehingga roda perekomomian kembali berputar.
Jadi, dapat
disimpulkan bahwa dengan melihat kondisi dari nilai pertumbuhan ekonomi negara
Indonesia pada Q2 2020, Indonesia belum mengalami resesi ekonomi karena
perhitungan resesi harus menggunakan basis angka pertumbuhan ekonomi year on
year (YoY) bukan quarter to quarter (qtoq).