All England 2021 dan Sebuah Tragedi

 

                Sumber: Badminton Indonesia

oleh: Vido Shahputra Permata, Peserta Didik SMAN 34 Jakarta

      All England merupakan kejuaraan bulutangkis tertua dan paling prestisius bagi atlet maupun pecinta bulutangkis dunia. Diadakan sejak tahun 1899 dengan nama The Open English Championship. Saat ini, All England masuk ke dalam World Tour BWF Super 1000 yang hanya ada tiga di dunia yaitu China Open dan Indonesia Open. Hal tersebut membuat banyak pemain dan penonton sangat menantikan All England yang atmosfernya sangat berbeda dengan pertandingan lainnya.


All England 2021 sangat dinanti-Nantikan oleh pecinta bulutangkis dunia terutama pecinta bulutangkis asal Indonesia yang sering disebut dengan Badminton Lovers atau BL. Kembalinya pertandingan sekelas Super 1000 di tengah pandemi dapat menghibur para sobat BL. Turunnya Tim Jepang di All England setelah tidak ikut rangkaian Thailand Open dan World Tour Final membuat pertandingan ini semakin seru. Ditambah comeback setelah satu tahun dari Marcus/Kevin dan turunnya pemain terbaik Indonesia setelah Thailand Open yang hasilnya kurang memuaskan.


Sejak sebelum dimulainya All England 2021, ada berbagai kejadian yang tidak seperti biasanya dan tidak mengenakkan. Terdapat pemain atau pelatih dari Thailand, India, dan Denmark yang berjumlah 7 Orang terdeteksi positif Covid-19. Hal itu menyebabkan penundaan jadwal pertandingan dari pagi ke siang hari waktu Inggris. Penundaan dilakukan untuk menunggu tes ulang terhadap tujuh orang tersebut dan hasilnya adalah negatif. Selain itu jadwal pemain belum juga keluar hingga beberapa jam sebelum pertandingan dimulai.


Ketika pertandingan Ahsan/Hendra melawan pemain Inggris, terjadi banyak permasalahan. Yang pertama adalah Service Judge berasal dari Inggris, di mana peraturannya tidak boleh berasal dari negara yang sama saat pertandingan. Selain itu, Ahsan beberapa kali di foult servisnya karena dianggap terlalu tinggi. Kejadian itu membuat banyak orang curiga adanya kerjasama dengan pemain Inggris dan Fault Service berkali-kali juga tidak masuk akal.


Pagi hari sekitar jam 5-6, para Badminton Lovers dikejutkan dengan berita Walkover Dan Post Instagram dari para pemain. Postingan tersebut berisi gambar BWF dengan tulisan Must Be Responsible, Unfair, Dll. Postingan instagram Marcus Gideon menjelaskan semua hal yang terjadi. Intinya adalah Tim Indonesia terpaksa mundur akibat satu pesawat dengan penumpang positif. Selain itu, protes terhadap BWF karena ketidakjelasan dan ketidakadilan terhadap Tim Indonesia.


Tim Indonesia dikabarkan harus mengikuti karantina 10 hari karena satu pesawat dengan penumpang positif. Hal itu mengacu pada regulasi pemerintah Inggris. Namun, perlakuan tersebut dinilai berbanding terbalik dengan negara lain yang pernah positif lalu diberi kesempatan untuk tes ulang dan hasilnya negatif. Tim Indonesia yang sudah tes negatif, tetapi harus melakukan isolasi dan tidak diperkenankan tes ulang karena sudah peraturan pemerintah. Selain itu, tim yang sedang di hall disuruh pulang ke hotel dengan berjalan kaki dan tidak boleh naik lift, sedangkan peraturannya adalah harus menggunakan bus. Terakhir adalah pemain Turki yang satu pesawat juga, tidak ikut Walkover walaupun akhirnya juga WO setelah banyak protes dari Indonesia.  Dan, hal itu dianggap sebagai diskriminasi dan ketidakadilan bagi Indonesia.


Dari sini penulis melihat adanya ketidaksiapan dan kurangnya komunikasi oleh BWF serta panitia untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak terduga. Misalnya, tidak adanya transportasi khusus untuk mengantar pemain yang tiba-tiba disuruh isolasi. Selain itu, BWF dengan federasi negara lain seperti tidak ada komunikasi perihal peraturan-peraturan khusus di negara Inggris. Jika hal ini dilakukan, maka para pemain pasti akan datang jauh hari atau menyewa pesawat.


Terlihat juga BWF seakan-akan lepas tangan dengan kejadian Tim Indonesia, tidak seperti tim negara lain yang di test ulang hingga jadwal pertandingan dibuat mundur. Padahal, hasil tes positif itu seharusnya dilaporkan ke pemerintah. Jika memang hasil positif tersebut sudah dilaporkan dan terjadi negosiasi untuk melakukan tes ulang, mengapa Tim Indonesia tidak diberi kesempatan tes ulang juga. Kalau hasil positif dan tes ulang tersebut malah disembunyikan oleh BWF atau panitia, terjadi kesalahan fatal karena sudah melanggar aturan pemerintahan tanpa komunikasi terlebih dahulu.


Pihak BWF saja baru mengeluarkan surat pernyataan menanggapi peristiwa ini setelah berjam-jam terjadi kehebohan. Selain itu, permintaan maaf dari BWF baru disampaikan Hari Minggu dan dibacakan Menpora pada Hari Senin. Surat permintaan maaf dinilai sangat terlambat sekali karena Tim Indonesia sudah pulang dan pertandingan juga sudah selesai. Selain itu, surat permintaan maaf tidak diposting langsung di instagram, malah BWF memosting hal yang lain seperti wawancara pemain yang mengatakan BWF dan panitia berhasil menyelenggarakan All England dengan baik.


Dengan adanya kejadian ini, tentu membuat kerugian besar bagi beberapa pihak. Yang paling utama dirugikan pastinya para pemain karena sudah berlatih lama dan jauh-jauh ke Inggris di tengah pandemi, namun tidak bisa bertanding. Para Badminton Lovers juga ikut rugi karena tidak bisa menyaksikan pemain terbaik Indonesia yang gagal bertanding dan harus menunggu adanya pertandingan kelas atas antara Mei-Juni. Untuk pertandingan Super 1000 seperti All England Harus menunggu hingga September, itupun kalau jadi dilaksanakan.


Selain pemain dan penonton, ada juga pihak yang sebenarnya dirugikan, namun kurang terlihat. Pihak sponsor dari pemain atau All England akan rugi karena pertandingan menjadi sepi penonton dan biaya untuk sponsor tidak kecil untuk para pemain terbaik dan kejuaraan prestisius. Media televisi seperti TVRI akan kehilangan penonton yang mengakibatkan iklan menjadi sedikit dan harus memutar otak untuk menutup biaya hak siar bulutangkis. Mengingat yang terkena tragedi ini adalah Indonesia yang pendukungnya sangat banyak, pihak yang berpatisipasi dalam All England rugi besar.


Peristiwa ini  memicu amarah dari para Badminton Lovers ataupun netizen Indonesia. Semua netizen berbondong-bondong menyerang akun instagram BWF dan All England. Sampai saat Inipun akun tersebut masih terus diserang. Yang sangat disayangkan adalah, banyak orang yang ikut menyerang akun tersebut dengan kata-kata kasar atau mengancam. Selain itu, banyak juga yang ikut menyerang akun pemain luar negeri seperti pemain Denmark.


Untuk menyelesaikan permasalahan ini, menurut penulis yang paling bertanggung jawab adalah BWF dan panitia. Hal itu berdasarkan kronologi dan berbagai kejanggalan yang terjadi selama All England. Untuk peraturan isolasi bagi yang satu pesawat dengan kasus positif, tidak bisa disalahkan karena bagian dari usaha mengendalikan pandemi oleh pemerintah Inggris.


Hal pertama yang harus dilakukan BWF adalah meminta maaf kepada Indonesia di media sosialnya. Meminta maaf di media sosial menunjukkan bahwa BWF siap menyelesaikan permasalahan satu-persatu dan dapat meredakan amarah netizen di media sosial. Seperti yang diketahui, permintaan maaf baru diposting oleh Kemenpora. Kedua adalah harus dilakukan audit terhadap jalannya pertandingan, komunikasi dengan pemerintahan atau federasi tiap negara, langkah antisipatif dalam menghadapi kondisi pandemi yang tidak terduga, dll.


Langkah-langkah yang bisa diambil oleh pemerintah khususnya PBSI antara lain, mengajukan protes kepada BWF dan mengadukan kepada pengadilan internasional. Hal itu untuk memberikan efek jera dan segera mungkin melakukan evaluasi agar tidak terulang lagi. Untuk PBSI, bisa mempertimbangkan datang ke pertandingan jauh-jauh hari atau charter pesawat untuk mengurangi risiko tertular Covid. Protokol kesehatan selama di asrama atau pertandingan lebih ketat lagi agar para tim tidak tertular Covid yang akhirnya merugikan diri sendiri.


Untuk sekarang ini, hanya bisa melakukan evaluasi terhadap All England dan BWF sendiri. Mengingat pertandingan sudah selesai, sehingga sudah tidak bisa lagi menunda atau membatalkan All England. Jika menuntut pembatalan All England, akan menjadi masalah baru karena akan diprotes negara lain yang menganggap tidak adil.


Jadi, fokus pada evaluasi dan perencanaan kejuaraan selanjutnya agar kejadian ini tidak terulang lagi. Masih banyak waktu untuk memperbaiki hingga bulan Mei nanti. Pemerintah juga harus ikut mendukung atlet-atlet kita yang akan bertanding. Jangan sampai atlet yang dirugikan kembali karena pertandingan yang sedikit dan Olimpiade Tokyo tinggal sebentar lagi. Semoga dengan kejadian ini, tidak akan terulang lagi pada pertandingan selanjutnya, hingga puncaknya di Olimpiade Tokyo nanti.

All England 2021 dan Sebuah Tragedi