Kita dan Takdir Dalam Sejarah

 

oleh: Firza Faradina, Peserta Didik SMAN 34 Jakarta

    Di sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Timur, sedang terjadi pertentangan antara seorang Ayah dan Anak. Sang anak, pangeran Hayam Wuruk yang akan menggantikan tahta kekuasaan Sang Ayah untuk memimpin kerajaan, tiba-tiba menghadap sang ayah untuk meminta izin mempersunting gadis yang berasal dari Sunda.

"APA? AYAH TIDAK SETUJU!" Ujar ayah Hayam Wuruk yang tersulut emosi.


"Mengapa ayah tidak setuju? Bukankah ayah yang memaksaku supaya cepat-cepat menikah agar bisa menggantikan tahtamu?" Tanya Hayam Wuruk.


"Kau akan memimpin seluruh daerah Jawa Timur Hayam, apa kata rakyat jika mereka tau kau akan menikah dengan gadis berdarah Sunda!"


"Memangnya mengapa kalau aku menikahi gadis berdarah Sunda? Dia perempuan baik-baik, walaupun dia gadis dari keluarga biasa, tapi aku mencintainya ayah, alasan apa yang membuat ayah tidak setuju dengan pilihanku?" Tanya Hayam Wuruk penasaran.


Lalu, sang ayah menceritakan sejarah tentang niat Raja Majapahit yang ingin memperistri Putri Sunda dan ambisi Patih Gajah Mada yang ingin menaklukkan Kerajaan Pajajaran, hingga mengakibatkan Perang Bubat yang membuat pernikahan Raja Majapahit dan Putri Sunda dibatalkan, dan melahirkan pengorbanan Putri Sunda yang memilih mengakhiri hidup untuk membela kehormatan diri, keluarga, dan kerajaannya.


"Dari kisah itu, timbulnya larangan pernikahan antara Pria Jawa dan Perempuan Sunda dan melekatnya pemikiran bahwa pernikahan Pria Jawa dan Perempuan Sunda tidak akan bertahan lama," Jelas ayah Hayam Wuruk.


"Tapi itu hanya cerita sejarah ayah, dan pemikiran tentang pernikahan yang tidak akan bertahan lama hanya mitos yang berkembang saja," Balas Hayam Wuruk.


"Ayah tetap tidak akan setuju Hayam, lagi pula kau telah ayah jodohkan dengan putri kerajaan tetangga dan acara pernikahannya akan diadakan seminggu lagi."


"Tapi ayah-"


"Ini semua demi kebaikanmu nak, ikuti saja apa kata ayah mu," selak ibu Hayam Wuruk.


Hayam hanya diam ketika sang ibu sudah angkat bicara.


"Baiklah seberapa keras aku menolak kalian pun tidak akan mendengarkanku, kan?" Balas Hayam dengan memasang wajah kecewa. Setelah pembicaraan selesai, Hayam langsung pergi dari hadapan ayah dan ibunya.


Hayam menyendiri di depan danau kerajaan dan merenungkan tentang takdir hidupnya yang tidak sesuai dengan harapannya. "Bagaimana aku harus menjelaskan kepada Dyah tentang ketidaksetujuan ayah terhadap hubunganku dengannya?" Batin Hayam yang diiringi dengan wajah lesu.


Hari menjelang malam, ayah Hayam Wuruk menghampiri sang anak yang hanya duduk sambil menatap lampu-lampu disekitaran danau dengan tatapan yang kosong.


"Maafkan ayah nak, ayah melarang engkau menikah dengan gadis Sunda itu karena ayah tidak ingin rakyat Jawa Timur menenteng dan mengarak dirimu dan mengagalkan kamu menggantikan tahta ayah. Rakyat Jawa Timur sangat melarang pernikahan Jawa dan Sunda nak," Ucap ayah Hayam dalam hati sambil menatap Hayam penuh rasa iba.


Sang ayah menghampiri Hayam sambil menepuk pundaknya, "Masuklah nak, hari sudah malam”.


Hayam yang sedang menatap lampu-lampu dengan tatapan kosong terkejut karena tepukan ayahnya dipundaknya. "Nanti yah," Jawab Hayam dengan nada dingin tak bersahabat.


Sang ayah yang mendengar nada dingin dari Hayam Wuruk, meringis perih karena Hayam tidak pernah berkata seperti itu seumur hidupnya. "Maafkan ayah nak, masuklah, di sini semakin dingin nanti kau sakit".


Setelah itu, sang ayah meninggalkan Hayam, sejurus Hayam yang menatap punggung sang ayah dengan rasa bersalah.


Keesokan harinya, Kerajaan sangat ramai dan  riuh mempersiapkan acara pernikahan Hayam Wuruk dengan putri kerajaan tetangga yang bernama Minawati.


Di dalam kamar, Hayam Wuruk bimbang ingin mengirim surat ke Dyah atau tidak. Hayam ingin menceritakan tentang pernikahannya, tetapi ia tidak ingin gadis yang dicintainya kecewa. Hayam sudah berjanji pada Dyah bahwa ia akan berkunjung ke rumah Dyah untuk meminta restu kepada kedua orang tua Dyah, tetapi takdir berkata lain, Hayam tidak mendapatkan restu dari kedua orang tuanya.


Di tempat lain, gadis Sunda berwajah cantik dan manis tengah bersenandung kecil nan riang sambil menyiram tanaman yang ada di depan rumahnya.


"Senang sekali wajahmu," Ujar ibu Dyah.


"Eh ambu," Sontak Dyah yang kaget akan kedatangan sang ibu.


"Mengapa? senang sekali kelihatannya?"


"Iya ambu, dalam waktu dekat ini, Hayam akan berkunjung ke rumah kita, dan akan melamar Dyah”.


"Hayam? Siapa Hayam?" Tanya ibu Dyah.


"Pria yang Dyah ceritakan ke ambu beberapa hari yang lalu".


"Anak dari kerajaan di Jawa Timur itu?" Tanya ibu Dyah.


"Iya ambu," Jawab Dyah.


Ibu Dyah terdiam sejenak. "Jangan berharap kamu akan menikah dengan pria Jawa Dyah, kamu kan sudah tau bahwa pernikahan Jawa dan Sunda sudah pasti sangat dilarang!"


"Ambu… Tapi Dyah mencintai Hayam," Ujar Dyah dengan wajah sedih.


"Dyah, Hayam bukanlah dari keluarga biasa seperti kita. Dia anak raja, anak raja, Dyah. Pasti orang tuanya melarang Hayam untuk menikahimu".


Dyah yang mendengar perkataan sang ibu berusaha menyangkal pikiran-pikiran negatif.


Ibu Dyah yang melihat sang anak diam termenung, akhirnya meninggalkan Dyah, dan berdoa semoga anaknya tidak merasakan kekecewaan yang mendalam akibat larangan turun-menurun pernikahan antara Jawa dan Sunda.


Dyah masuk ke dalam kamar dan berkaca sambil berkata, "Hayam pasti datang menemui ambu dan abah dan meminta izin untuk menikahiku, Hayam pasti datang, aku yakin, Hayam sudah berjanji kepada ku bahwa dia akan datang.” Sejurus Dyah menitikkan air mata yang sudah tak bisa ia tahan.


"Besok, pasti besok Hayam datang dan melamarku, Hayam pasti sedang dalam perjalanan".


Hari berganti, Dyah sudah bersiap-siap menyambut kedatangan Hayam dan keluarganya.


"Ambu mengapa Hayam dan keluarganya tidak sampai-sampai?" Tanya Dyah dengan nada penuh lirih


Ibu Dyah yang sedang duduk di samping Ayah Dyah, menoleh pada Dyah yang sedang berdiri di depan pintu, tidak tega melihat anaknya yang mengharapkan kedatangan Hayam ke rumahnya.


"Dyah, dengarkan abah, jangan menunggu sesuatu yang tidak pasti datangnya. Hayam dari keluarga kerajaan, keluarga terpandang, seluruh nusantara pasti mengenal keluarga mereka. Kita hanya keluarga biasa yang berasal dari sunda. Dalam sejarah menyatakan, larangan pernikahan antara Jawa dan Sunda. Lupakan Hayam, jika Hayam sudah ditakdirkan untukmu, pasti dia akan kembali padamu Dyah," Ucap ayah Dyah yang berusaha tegar sambil mengusap kedua pundak Dyah.


Dyah memeluk ayahnya dan menangis tersedu-sedu. "Ta..ta...ta... tapi Hayam sudah berjanji pa... pa... pada Dyah, bahwa dia akan menemui abah dan ambu untuk…" Jeda Dyah. "Uuuunn-untuk mela-melamar Dyah." Terang Dyah dengan nada sesegukan.


"Apa yang bisa dipegang dari janji seorang pria, perempuan lain yang sudah menggenggam jemari prianya saja masih bisa berpisah, bila takdir berkata mereka tidak dipertemukan untuk bersama, apalagi kau yang hanya memegang sebuah janji seorang pria, Dyah".


Dyah semakin menangis dipelukan sang ayah. Ayah Dyah yang dipeluk anak perempuannya tidak bisa menahan lagi air matanya. "Anakku, jangan menangis, setiap airmata yang menetes dari kedua mata indahmu sangat menyayat hati abah, berhentilah menangis”.


Setelah beberapa saat, Dyah pun tenang, dan menatap kosong bunga yang bergoyang ke kanan ke kiri karena tertiup angin.


Di kerajaan, Hayam menghadap sang ayah untuk meminta pertimbangan kembali tentang pernikahannya dengan putri Minawati.


"Ini keputusannya nak, kau akan tetap menikah dengan putri Minawati”.


"Ayah, aku sangat amat mencintai Dyah. Dyah pasti kecewa bila mendengar berita pernikahan Hayam dengan putri Minawati," Ujar Hayam dengan wajah sedih.


"Kau adalah calon raja Hayam, bersikap dengan tegas! Ini sudah keputusan kedua belah pihak dan pernikahan akan diadakan dalam waktu 3 hari lagi," Ketus sang ayah.


"Tapi, ini bukan keputusanku, ayah".


"Sudah cukup! Kau adalah pewaris kerajaan ini Hayam, dan perjodohan adalah hal lumrah di dalam kerajaan. Perjodohan ini bisa memperkuat kedudukan kerajaan kita di nusantara. Ini semua ayah lakukan demi dirimu nak, cobalah mengerti," Jelas sang ayah


Lagi dan lagi Hayam tidak bisa berbuat apa-apa, di satu sisi, dia mencintai Dyah, tetapi disisi lain, dia sudah menunggu-nunggu hari di mana dia diangkat menjadi seorang raja.


Keesokan harinya, Hayam mengirimkan surat untuk Dyah Pitaloka gadis yang ia cintai. Di dalam surat tersebut, Hayam menjelaskan bahwa dia tidak bisa datang berkunjung ke rumah Dyah, karena ayah dan ibunya tidak menyetujui hubungan Hayam dengannya. Hayam juga meminta maaf, karena sudah memberi harapan kepada Dyah. Hayam pun menceritakan tentang keterpaksaan Hayam, yang akan menikahi putri Minawati yang akan digelar 2 hari lagi.


Di lain tempat, awalnya Dyah yang mendapatkan surat dari Hayam sangat senang dan berbunga-bunga. Dyah berpikir, bahwa Hayam akan berkunjung ke rumahnya  dan melamarnya. Tetapi, saat Dyah membaca surat yang ditulis Hayam, Dyah merasa kecewa dan sakit hati karena Hayam akan menikah dengan perempuan pilihan ayahnya, dan mengingkari janjinya pada Dyah.


Dyah termenung di dalam kamar sambil menangis. "Kau sudah berjanji Hayam, tapi mengapa kau mengingkarinya." Dyah terus menangis dan teriak sekeras-kerasnya, mengeluarkan semua kekecewaan di dalam hatinya.


"Mengikhlaskan orang terkasih memang bukan pilihan yang tepat, tetapi mau bagaimana lagi, mengikhlaskan akan tetap kulakukan, agar dia menjalani takdir yang sesungguhnya," Batin Dyan dengan pedih dan lirih yang begitu dahsyat


Setelah lama Dyah menangis di dalam kamar, akhirnya Dyah membalas surat Hayam dan mengirimkannya kepada Hayam.


Semesta tidak pernah setuju tentang kita, jika memang bukan takdir, kita bisa apa? aku mengikhlaskanmu, kau pun harus mengikhlaskanku dan menjalani kehidupan barumu.


Aku berharap, di kehidupan selanjutnya, kau menjadi takdirku, aku bisa memilikimu seutuhnya tanpa ada penghalang apapun. Jagalah dirimu baik-baik. Tak usah pikirkan aku. Perhatikan saja dirimu, keluargamu, rakyatmu, dan juga kerajaanmu.


Inilah akhir Takdir kita dalam Sejarah…


- Dyah Pitaloka

Kita dan Takdir Dalam Sejarah