Melihat Kesuraman Hidup dari "Osamu Dazai"


oleh: Rayhan Oktavian, Peserta Didik SMAN 34 Jakarta

Judul             : Gagal Menjadi Manusia
Penulis         : Osamu Dazai
Penerjemah : Asri Pratiwi Wulandari
Penerbit       : Penerbit Mai
Tebal             : 153 Hlm.
Tahun terbit : 1948

“Manusia saling menipu. Anehnya, mereka tak merasa tersakiti, maupun menyadari bahwa mereka tengah saling tipu. Rupanya, hidup manusia itu dipenuhi berbagai kasus ketidaktulusan yang benar-benar cemerlang.” Osamu Dazai, Gagal Menjadi Manusia

   Apakah kalian suka membaca novel? Novel dengan genre klasik lebih tepatnya. Saya ingin merekomendasikan novel yang cukup menarik untuk kalian baca. Judul  novelnya ialah “Gagal Menjadi Manusia”. Ya, kalian tidak salah dengar. Novel ini adalah hasil karya dari penulis kenamaan Jepang, yaitu Osamu Dazai. Novel ini terbit pada tahun 1948 dan sudah diterjemahkan ke dalam ragam bahasa, termasuk Indonesia. Novel ini mengusung tema konflik internal, dari si tokoh utama, yaitu Oba Yozo yang dapat dikatakan, ia mengalami depresi. Jadi, bagaimana sih ceritanya, dan siapa sajakah tokohnya?


Novel ini terdiri dari 3 buah buku catatan Oba Yozo. Novel ini dibuka dengan pernyataan tegas dari Oba Yozo, tokoh utama dalam novel ini, bagaimana ia menjalani  hidupnya. Hidupku adalah hidup yang amat memalukan. Aku sendiri bahkan tidak bisa membayangkan bagaimana mestinya menjalani hidup seperti manusia (hlm.1), lalu dilanjutkan dengan kemunculan 3 buah foto yang berisi seorang pria, namun berbeda-beda jenjang umurnya. Yang pertama adalah seorang anak kecil, yang kedua ialah remaja, dan yang ketiga orang dewasa. Bila dicerna dengan saksama, ternyata, ada kaitannya dengan isi cerita buku ini, yang mana isi buku ini mendeskripsikan  menjadi tiga bagian, yaitu: catatan pertama, catatan kedua, dan catatan ketiga.


"Hidupku penuh aib." Kalimat itulah yang mengawali catatan pertama Yozo. Dia merasa hidupnya seperti “alien” yang berusaha sangat keras, bahkan terlampau keras, untuk diterima di dunia manusia yang bahkan dia tidak percayai, karena sejak kecil dia sudah menyaksikan sifat-sifat buruk manusia yang ikut membentuk karakter serta perasaan-perasaan negatifnya. Oba yozo sendiri lahir di sebuah desa terpencil di wilayah utara Jepang dan tumbuh dalam sebuah keluarga berkecukupan dan cukup terpandang.

 

Ayahnya, merupakan seorang pengusaha dan politisi sukses yang sering bepergian ke luar kota. Sifat kakaknya yang tak humoris dan sering sok dewasa membuat Yozo tak begitu peduli dengannya. Keluarga besarnya sangat materialistis, sementara tetangga-tetangganya adalah orang-orang yang gemar berbicara moral, dan permasalahan seputar ekonomi-politik. Dibesarkan dalam situasi dan kondisi seperti itu, Oba Yozo tumbuh dalam “keterasingan”. Ia bahkan sama sekali tidak mempunyai sosok teman sejati yang bisa saja menemani dia saat Oba yozo merasa kesepian dan bosan.


Oba Yozo sendiri merasa hidupnya selalu dipenuhi dengan kemudahan dan tanpa merasa kesulitan sedikitpun. Ia bahkan bosan hidup dengan penuh kemudahan seperti ini. Dan juga, Oba Yozo ini sama sekali tidak pernah membuat masalah sedikitpun pada orang lain, karena sifat tertutupnya, sehingga ia tidak mempunyai musuh satu orangpun.


Namun, musuh dari Oba Yozo sendiri ini ialah dari dirinya sendiri. Karena apa? Karena ia merasa kesulitan dalam membedakan mana hal yang baik dan mana hal buruk. Oba Yozo  merasa takut akan manusia, karena manusia itu menurut Oba Yozo pada dasarnya pandai dalam berpura-pura terhadap manusia lainnya. Hal ini dipicu oleh kejadian yang dilihatnya, saat bawahan ayahnya bertemu dengan ayahnya. Yang mana saat si bawahan ini sedang di depan ayahnya, dia bersikap sopan, rajin, dan tekun. Namun, saat ayahnya sudah pergi, si bawahan itu malah ngedumel dan menjelekan ayahnya. Dari kejadian inilah, Oba Yozo berpikir bahwa, manusia itu mudah sekali berpura-pura dan Oba Yozo ini tidak senang dengan sikap manusia seperti itu.


Dari kejadian itulah, dia berusaha menutupi ketakutannya ini dengan menjadi seorang yang humoris dengan selalu melemparkan jokes atau candaan kepada orang lain untuk memanipulasi dirinya agar bisa berhubungan baik dengan manusia lainnya. Ini semua ia lakukan agar ia dapat menutupi kepribadian aslinya.


Pada akhirnya, Oba Yozo merasa tidak kuat dan merasa bahwa ia gagal memenuhi ekspektasi manusia lainnya dalam menjalani kehidupan. Ia merasa pundaknya menanggung beban yang amat berat dan ia tak kuasa menahannya, sehingga ia melakukan percobaan bunuh diri. Namun, usaha bunuh diri tersebut telah gagal.


Kisah tentang dirinya yang sudah mulai lelah dalam menanggung beban hidupnya, dan berusaha untuk melakukan percobaan bunuh diri dimulai: ketika Oba Yozo terjerumus ke dalam suatu hal yang bisa dibilang “sesat”, saat Oba Yozo  menutupi kepribadiannya dengan lawakannya serta canda riangnya untuk menyembunyikan kebenciannya yang kadung tak tertahankan pada semua orang, termasuk dirinya sendiri. Ia bertemu dengan kawan dekatnya yang bernama Horiki. Horiki ini bisa dibilang seorang mahasiswa “nakal” yang hidup dengan pas-pasan. Karena Horiki inilah, Oba Yozo mulai mengenal dan mengetahui seluk-beluk dunia pelacuran dan alkoholisme. Dikarenakan Oba Yozo pintar melawak dan mudah bergaul, Yozo sangat cepat menjadi populer di lingkungan tersebut.


Demikianlah, Oba Yozo menjalani masa mudanya dengan penuh kekosongan dan kehampaan yang pekat di dalam dadanya, yang mana ia selalu membungkus rapi dalam pembawaan penuh lawakan dan juga kerianggembiraan. Namun, suatu sekali kekosongan itu memaksa keluar dari dalam dirinya. Dari suatu dorongan yang memuncak itu, Oba Yozo memutuskan untuk mencoba melakukan suatu hal yang menunjukkan keputusasaan dirinya terhadap dunia luar yaitu, melakukan percobaan bunuh diri bersama dengan Tsuneko, pelacur yang akrab dengannya. Keduanya bunuh diri dengan cara melemparkan diri dari atas tebing yang menghadap ke arah laut.

 

Tsuneko mati, tapi Yozo selamat. Karena usaha bunuh diri itulah, jadi skandal menghiasi pelbagai macam media koran, yang mana sang ayah, merupakan  anggota parlemen, di buatnya gusar dan gelisah. Kiriman uang dari ayahnya Oba Yozo mulai dihentikan dan Yozo pun hidup pontang-panting tak karuan. Ia kemudian bekerja sebagai kartunis di koran-koran lokal. Ia pun kemudian menikah dengan Yoshiko, seorang gadis “naif” yang menaruh perhatian besar pada Yozo dan membantunya terbebas dari alkoholisme. Untuk sementara waktu, Yozo memperoleh kestabilan hidup seperti orang normal.

 

Namun, suatu ketika Yoshiko diperkosa oleh seorang om-om pedagang di ruang tamu rumahnya sendiri, Yozo hanya menatap mereka, lalu beranjak kembali ke kamarnya. Dan, masih banyak kemalangan serta kemuraman kehidupan yang harus dialami Yozo, selepas ketergantungannya pada morfin, seks, dan alkohol. Suasana kacau-balau dan kecamuk batin yang ditekan dan ditutup-tutupi semacam itulah, yang menggambarkan beberapa potret wajah Oba Yozo itu sebagai potret sosok yang dengan senyum yang begitu palsu.


Jadi, dari cerita di atas dapat kita simpulkan bahwa si tokoh utama dari buku ini, yaitu Oba Yozo bisa dibilang mempunyai gangguan mental. Yang mana ia cenderung bersikap membohongi diri sendiri. Dia bahkan, menggunakan lawakan hanya sebagai sarana untuk beradaptasi dan bersosialisasi demi menutupi kepribadian aslinya yang tertutup dan benci terhadap dunia luar.


Novel Gagal Menjadi Manusia ini memanglah sebuah novel psikologis yang tidak lebih merupakan curahan hati dan bisa dibilang, kisah di novel ini merupakan “kisah nyata” dari sang penulis yaitu Osamu Dazai sebelum kematiannya. Yang mana ia menceritakan kehidupannya, pandangannya terhadap hal-hal kecil, lewat seorang tokoh dalam novel tersebut yaitu Oba Yozo dan membuatnya berpikir bahwa ‘saya gagal menjadi manusia’.


Novel ini memang menceritakan sisi gelap, ketakutan, kegelisahan, dan berantakannya hidup seorang Oba Yozo. Hal ini tidak terlepas dari sang penulis yaitu Osamu Dazai. Dazai Osamu sendiri memang  mempunyai karakter yang ironi, penuh kesedihan, dan senda gurau. Dan, dari karakter/sifat itulah ia membuat karyanya, yang mana karyanya kebanyakan berisi “kesuraman”.


Novel “Gagal Menjadi Manusia” atau judul aslinya ningen shikkaku ini merupakan karya terakhir dari sang penulis Dazai Osamu, sebelum ia mengakhiri hidupnya Bersama kekasihnya. Sama halnya seperti tokoh utama dalam novelnya, yaitu Oba Yozo.


Sosok Osamu Dazai juga memiliki gangguan mental serta depresi, yang mana hal tersebut membuat ia melakukan bunuh diri bersama kekasihnya, dengan menenggelamkan dirinya ke Sungai Tama.


Melihat Kesuraman Hidup dari "Osamu Dazai"