Penerjemah : Asri Pratiwi Wulandari
Penerbit : Penerbit Mai
Tebal : 153 Hlm.
Apakah kalian suka membaca novel? Novel dengan genre klasik
lebih tepatnya. Saya ingin merekomendasikan novel yang cukup menarik untuk
kalian baca. Judul novelnya ialah “Gagal
Menjadi Manusia”. Ya, kalian tidak salah dengar. Novel ini adalah hasil karya
dari penulis kenamaan Jepang, yaitu Osamu Dazai. Novel ini terbit pada tahun
1948 dan sudah diterjemahkan ke dalam ragam bahasa, termasuk Indonesia. Novel
ini mengusung tema konflik internal, dari si tokoh utama, yaitu Oba Yozo yang
dapat dikatakan, ia mengalami depresi. Jadi, bagaimana sih ceritanya, dan siapa
sajakah tokohnya?
Novel ini terdiri dari 3 buah buku catatan Oba Yozo. Novel
ini dibuka dengan pernyataan tegas dari Oba Yozo, tokoh utama dalam novel ini, bagaimana
ia menjalani hidupnya. Hidupku
adalah hidup yang amat memalukan. Aku sendiri bahkan tidak bisa membayangkan
bagaimana mestinya menjalani hidup seperti manusia (hlm.1), lalu
dilanjutkan dengan kemunculan 3 buah foto yang berisi seorang pria, namun berbeda-beda jenjang umurnya.
Yang pertama adalah seorang anak kecil, yang kedua ialah remaja, dan yang
ketiga orang dewasa. Bila dicerna dengan saksama, ternyata, ada kaitannya
dengan isi cerita buku ini, yang mana isi buku ini mendeskripsikan menjadi tiga bagian, yaitu: catatan pertama,
catatan kedua, dan catatan ketiga.
"Hidupku penuh aib." Kalimat itulah yang mengawali catatan pertama Yozo. Dia merasa hidupnya seperti “alien” yang berusaha sangat keras, bahkan terlampau keras, untuk diterima di dunia manusia yang bahkan dia tidak percayai, karena sejak kecil dia sudah menyaksikan sifat-sifat buruk manusia yang ikut membentuk karakter serta perasaan-perasaan negatifnya. Oba yozo sendiri lahir di sebuah desa terpencil di wilayah utara Jepang dan tumbuh dalam sebuah keluarga berkecukupan dan cukup terpandang.
Ayahnya, merupakan seorang pengusaha dan politisi sukses yang
sering bepergian ke luar kota. Sifat kakaknya yang tak humoris dan sering sok
dewasa membuat Yozo tak begitu peduli dengannya. Keluarga besarnya sangat
materialistis, sementara tetangga-tetangganya adalah orang-orang yang gemar
berbicara moral, dan permasalahan seputar ekonomi-politik. Dibesarkan dalam
situasi dan kondisi seperti itu, Oba Yozo tumbuh dalam “keterasingan”. Ia
bahkan sama sekali tidak mempunyai sosok teman sejati yang bisa saja menemani
dia saat Oba yozo merasa kesepian dan bosan.
Oba Yozo sendiri merasa hidupnya selalu dipenuhi dengan
kemudahan dan tanpa merasa kesulitan sedikitpun. Ia bahkan bosan hidup dengan
penuh kemudahan seperti ini. Dan juga, Oba Yozo ini sama sekali tidak pernah membuat
masalah sedikitpun pada orang lain, karena sifat tertutupnya, sehingga ia tidak
mempunyai musuh satu orangpun.
Namun, musuh dari Oba Yozo sendiri ini ialah dari dirinya
sendiri. Karena apa? Karena ia merasa kesulitan dalam membedakan mana hal yang
baik dan mana hal buruk. Oba Yozo merasa
takut akan manusia, karena manusia itu menurut Oba Yozo pada dasarnya pandai
dalam berpura-pura terhadap manusia lainnya. Hal ini dipicu oleh kejadian yang
dilihatnya, saat bawahan ayahnya bertemu dengan ayahnya. Yang mana saat si
bawahan ini sedang di depan ayahnya, dia bersikap sopan, rajin, dan tekun.
Namun, saat ayahnya sudah pergi, si bawahan itu malah ngedumel dan menjelekan
ayahnya. Dari kejadian inilah, Oba Yozo berpikir bahwa, manusia itu mudah
sekali berpura-pura dan Oba Yozo ini tidak senang dengan sikap manusia seperti
itu.
Dari kejadian itulah, dia berusaha menutupi ketakutannya ini
dengan menjadi seorang yang humoris dengan selalu melemparkan jokes atau
candaan kepada orang lain untuk memanipulasi dirinya agar bisa berhubungan baik
dengan manusia lainnya. Ini semua ia lakukan agar ia dapat menutupi kepribadian
aslinya.
Pada akhirnya, Oba Yozo merasa tidak kuat dan merasa bahwa ia
gagal memenuhi ekspektasi manusia lainnya dalam menjalani kehidupan. Ia merasa
pundaknya menanggung beban yang amat berat dan ia tak kuasa menahannya,
sehingga ia melakukan percobaan bunuh diri. Namun, usaha bunuh diri tersebut telah
gagal.
Kisah tentang dirinya yang sudah mulai
lelah dalam menanggung beban hidupnya, dan berusaha untuk melakukan percobaan
bunuh diri dimulai: ketika Oba Yozo terjerumus ke dalam suatu hal yang bisa
dibilang “sesat”, saat Oba Yozo menutupi
kepribadiannya dengan lawakannya serta canda riangnya untuk menyembunyikan kebenciannya yang kadung tak tertahankan
pada semua orang, termasuk dirinya sendiri. Ia bertemu dengan kawan
dekatnya yang bernama Horiki. Horiki ini bisa dibilang seorang mahasiswa
“nakal” yang hidup dengan pas-pasan. Karena Horiki inilah, Oba Yozo mulai
mengenal dan mengetahui seluk-beluk dunia pelacuran dan alkoholisme. Dikarenakan
Oba Yozo pintar melawak dan mudah bergaul, Yozo sangat cepat menjadi populer di
lingkungan tersebut.
Demikianlah, Oba Yozo menjalani masa mudanya dengan penuh kekosongan dan kehampaan yang pekat di dalam dadanya, yang mana ia selalu membungkus rapi dalam pembawaan penuh lawakan dan juga kerianggembiraan. Namun, suatu sekali kekosongan itu memaksa keluar dari dalam dirinya. Dari suatu dorongan yang memuncak itu, Oba Yozo memutuskan untuk mencoba melakukan suatu hal yang menunjukkan keputusasaan dirinya terhadap dunia luar yaitu, melakukan percobaan bunuh diri bersama dengan Tsuneko, pelacur yang akrab dengannya. Keduanya bunuh diri dengan cara melemparkan diri dari atas tebing yang menghadap ke arah laut.
Tsuneko mati, tapi Yozo selamat. Karena usaha bunuh diri itulah, jadi skandal menghiasi pelbagai macam media koran, yang mana sang ayah, merupakan anggota parlemen, di buatnya gusar dan gelisah. Kiriman uang dari ayahnya Oba Yozo mulai dihentikan dan Yozo pun hidup pontang-panting tak karuan. Ia kemudian bekerja sebagai kartunis di koran-koran lokal. Ia pun kemudian menikah dengan Yoshiko, seorang gadis “naif” yang menaruh perhatian besar pada Yozo dan membantunya terbebas dari alkoholisme. Untuk sementara waktu, Yozo memperoleh kestabilan hidup seperti orang normal.
Namun, suatu ketika Yoshiko diperkosa oleh seorang om-om pedagang di ruang tamu
rumahnya sendiri, Yozo hanya menatap mereka, lalu beranjak kembali ke kamarnya.
Dan, masih banyak kemalangan serta kemuraman kehidupan yang harus dialami Yozo,
selepas ketergantungannya pada morfin, seks, dan alkohol. Suasana kacau-balau
dan kecamuk batin yang ditekan dan ditutup-tutupi semacam itulah, yang
menggambarkan beberapa potret wajah Oba Yozo itu sebagai potret sosok yang
dengan senyum yang begitu palsu.
Jadi, dari cerita di atas dapat kita simpulkan bahwa si tokoh
utama dari buku ini, yaitu Oba Yozo bisa dibilang mempunyai gangguan mental.
Yang mana ia cenderung bersikap membohongi
diri sendiri. Dia bahkan, menggunakan lawakan hanya sebagai sarana untuk
beradaptasi dan bersosialisasi demi menutupi kepribadian aslinya yang tertutup
dan benci terhadap dunia luar.
Novel Gagal Menjadi Manusia ini memanglah
sebuah novel psikologis yang tidak lebih merupakan curahan hati dan bisa
dibilang, kisah di novel ini merupakan “kisah nyata” dari sang penulis yaitu
Osamu Dazai sebelum kematiannya. Yang mana ia menceritakan kehidupannya,
pandangannya terhadap hal-hal kecil, lewat seorang tokoh dalam novel tersebut
yaitu Oba Yozo dan membuatnya berpikir bahwa ‘saya gagal menjadi manusia’.
Novel ini memang menceritakan sisi gelap, ketakutan,
kegelisahan, dan berantakannya hidup seorang Oba Yozo. Hal ini tidak terlepas
dari sang penulis yaitu Osamu Dazai. Dazai Osamu sendiri memang mempunyai karakter yang ironi, penuh
kesedihan, dan senda gurau. Dan, dari karakter/sifat itulah ia membuat
karyanya, yang mana karyanya kebanyakan berisi “kesuraman”.
Novel “Gagal Menjadi Manusia” atau judul aslinya ningen
shikkaku ini merupakan karya terakhir dari sang penulis Dazai Osamu, sebelum
ia mengakhiri hidupnya Bersama kekasihnya. Sama halnya seperti tokoh utama
dalam novelnya, yaitu Oba Yozo.
Sosok Osamu Dazai juga memiliki gangguan mental serta depresi, yang mana hal tersebut membuat ia melakukan bunuh diri bersama kekasihnya, dengan menenggelamkan dirinya ke Sungai Tama.