Ketika
mendengar kata Covid-19 atau virus corona, apa yang mungkin terlintas dalam
pikiran Anda? Apakah mengenai virus? Atau pandemi? Atau bisa jadi sebuah
konspirasi elit global? Apapun yang ada dipikiran Anda Covid-19 atau virus
corona sudah dan sedang meresahkan kita semua. Satu tahun lebih corona mewabah
di seluruh dunia dan menghambat serta menghancurkan perekonomian negara-negara
hingga merenggut banyak nyawa manusia. Indonesia sebagai negara berkembang
sangat merasakan dampak yang diakibatkan oleh virus ini. Segala macam usaha
telah diupayakan oleh pemerintah yang didukung oleh partisipasi seluruh elemen
masyarakat. Namun, sayang seribu sayang, upaya-upaya tersebut tidak kunjung
menunjukkan hasil yang benar-benar efektif.
Baru-baru
ini, telah hadir vaksin yang memberikan kita semua harapan untuk berharap dapat
kembali hidup normal dan aman. Bagaikan sebuah cahaya yang menyinari kita yang
sedang dilanda kegelapan. Sejak kemunculan vaksin corona, pemerintah Indonesia
mewajibkan rakyat untuk divaksinasi dan jika menolak, terancam pidana seperti yang
diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan yang
terdapat pada pasal 9 dan 93. Tetapi, kemunculan vaksin Covid-19 tidak serta merta
didukung oleh semua masyarakat. Ternyata, ada pula masyarakat yang beranggapan buruk
dan menolak menerima vaksinasi. Bahkan, menurut survei Indikator Politik
Indonesia, sebesar 41% masyarakat menolak untuk divaksinasi.
Sebenarnya,
bagaimana hal tersebut dapat terjadi? Dan, stigma apa yang berkembang di
masyarakat yang menyebabkan banyak orang yang menolak untuk vaksinasi? Serta
apa fakta yang sebenarnya dibalik semua pro dan kontra terhadap vaksinasi ini?
Mari kita bahas!
Sebelum
membahas lebih dalam, kita harus tahu terlebih dahulu apa itu Covid-19 atau
corona. Secara definitif, Covid-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh virus severe
acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Covid-19 dapat
menyebabkan gangguan sistem pernapasan, mulai dari gejala yang ringan seperti
flu, hingga infeksi paru-paru seperti pneumonia. Virus ini disinyalir berasal
dari hewan kelelawar dan kasus pertamanya diidentifikasi di Wuhan, Tiongkok,
pada tanggal 1 Desember 2019. Tercatat kasus Covid-19 pertama di Indonesia pada
tanggal 2 Maret 2020, dan vaksinasi pertama di Indonesia dilakukan pada 13
Januari 2021 kepada Presiden Joko Widodo. Setelah mengetahui dan memahami apa
itu Covid-19 dan sedikit sejarahnya, mari kita lanjut membahas tentang
vaksinasi ini.
Pertama-tama, mari mengenal apa itu vaksin. Secara harfiah, vaksin adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan terhadap suatu penyakit. Pemberian vaksin dilakukan untuk mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi penyebab penyakit-penyakit tertentu. Vaksin umumnya mengandung virus yang sudah dilemahkan yang bertujuan agar virus tersebut dapat menginfeksi sel tubuh, lalu sel tubuh membentuk antibodi terhadap virus tersebut. Di Indonesia, kita memakai vaksin Sinovac buatan Tiongkok yang terbukti 65,3% efektif melawan virus corona. Lantas, apa yang membuat masyarakat enggan menerima vaksin? Mari kita lihat dari perspektif mereka dan kemudian kita akan ulas faktanya satu per satu.
Keraguan terhadap keamanan dan
efektifitas vaksin menduduki alasan terbesar masyarakat enggan menerima
vaksinasi. Menurut saya, ini merupakan respon yang sangat wajar menimbang
singkatnya waktu ditemukannya vaksin untuk virus tersebut. Adapun beberapa
kutipan dari para responden, seperti berikut:
"Kami
tidak tahu efek samping vaksin atau apakah vaksin tersebut efisien."
"Vaksin perlu diuji selama minimal setahun dan penelitiannya dilakukan selama 10 tahun. Sejak bayi, saya tidak pernah diimunisasi. Saya menolak divaksin. Saya rasa vaksin akan lebih efektif untuk lansia."
Sekarang, mari kita telusuri fakta terhadap keamanan ataupun efektfitas vaksinasi yang diragukan masyarakat. Kemungkinan pertama adalah, masyarakat telah terpapar informasi bohong yang menyatakan Sinovac adalah vaksin yang terlemah, pernyataan tersebut sudah dipatahkan oleh juru bicara vaksin Covid-19 dari BPOM Lucia Riza Andalusia melalui laman resmi satgas Covid-19, berikut pernyataannya:
"Hingga
saat ini, tidak ada dokumen dan informasi resmi dari WHO yang membandingkan
respon imunitas 10 kandidat vaksin, atau pernyataan bahwa vaksin Sinovac rendah
sebagaimana ditampilkan dalam pemberitaan." ujar Lucia, Minggu (20/12).
Kemungkinaan
kedua, masyarakat meragukan keamanan vaksin Sinovac karena BPOM belum
mengularkan izin penggunaan vaksin tersebut. Faktanya, BPOM telah mengeluarkan
izin penggunaan darurat EUA untuk vaksin COVID-19 Sinovac berdasarkan perkataan
Kepala BPOM Penny K Lukito dalam konferensi pers daring (11/1/2021) yang
menyatakan:
"Pada
Senin 11 Januari, Badan POM memberikan emergency use authorization pada
kondisi emergency untuk vaksin CoronaVac produksi Sinovac yg bekerjasama dengan
Bio Farma".
Kemungkinan
ketiga adalah keraguan masyarakat karena banyak negara maju lainnya seperti
Inggris dan Amerika yang menggunakan vaksin Pfizer yang dinilai lebih efektif
dibandingkan vaksin Sinovac. Dikutip dari pernyataan anggota Komis IX DPR RI
pada Rabu 13 Januari 2021, ia menyatakan bahwa alasan pemilihan Sinovac adalah
berada dalam daftar vaksin yang sudah disetujui oleh WHO, dan keseterdiaan
vaksin yang cukup, serta izin dari BPOM. Selain ketiga hal tersebut, faktor
distribusi vaksin juga memengaruhi pemilihan vaksin Sinovac, karena
pendistribusiannya yang hanya membutuhkan suhu 2 sampai 8 derajat Celcius tidak
sesulilt vaksin Pfizer dalam hal pendistribusian, mengingat Indonesia adalah
negara kepulauan, pemilihan Sinovac sudah cukup bijak.
Faktor berikutnya adalah alasan
keagamaan yang meragukan kehalalan dari vaksin Sinovac. Hal ini tentunya sudah
dibantahkan oleh fatwa Majelis Ulama Indonesa nomor 2 tahun 2021 yang
menyatakan vaksin Sinovac halal sehingga dapat digunakan, hal ini juga
disampaikan oleh ketua MUI Asrorun Niam dalam jumpa pers, Jumat (8/1/2020) yang
mengatakan:
"Kemudian
yang terkait aspek kehalalan setelah dilakukan yang cukup panjang dari hasil
penjelasan dari tim auditor rapat komisi fatwa menyepakati bahwa vaksin
COVID-19 yang diproduksi Sinovac Life Science China yang diajukan proses
sertifikasi oleh Bio Farma hukumnya suci dan halal".
Hal
ini juga didukung dengan divaksinnya Wakil Presiden K.H Ma’ruf Amin yang juga
merupakan tokoh agama terkemuka yang membuktikan vaksin Sinovac halal.
Faktor lainnya adalah masyarakat
menganggap tubuhnya sehat dan tidak memerlukan vaksin. Namun, corona dapat
menyerang siapa saja, hingga atlet pun yang pasti menjaga kesehatan tubuhnya
dapat terjangkit Covid-19, sehingga kita harus sangat waspada dengan
melaksanakan 3M. Selain itu, ada beberapa masyarakat yang juga mengkhawatirkan
vaksinasi berbayar, namun telah dikonfirmasi vaksinasi dilakukan secara gratis
dan dibiayai oleh pemerintah. Namun, baru-baru ini timbul kecurigaan
masyarakat karena adanya vaksin mandiri, hal ini wajar saja terjadi, namun hal
yang perlu diketahui adalah vaksinasi mandiri dilakukan oleh perusahaan-perusahaan
yang ingin karyawannya di vaksin sehingga perusahaanlah yang menanggung biayaya.
Setelah membahas seluk-beluk tentang
vaksin yang beredar di Indonesia ini, kebijakan pemerintah yang mewajibkan
vaksin dengan tujuan menekan laju penularan virus, apakah menurut kalian
peraturan ini perlu diterapkan?
Baiklah, kita sudah berada di
penghujung pembahasan ini. Saya sebagai penulis ingin menyampaikan opini
pribadi saya terhadap persoalan vaksinasi. Menurut saya, vaksinasi sangat wajar
dan memang seharusnya diwajibkan pada masyarakat Indonesia. Dalam pandangan
saya, tidak ada alasan yang konkret dan jelas mengapa kita harus menolak
vaksinasi, seperti yang telah dijelaskan di atas, segala macam keraguan
terhadap keamanan, efektifitas, hingga kehalalan vaksin sudah dijelaskan dan
semuanya adalah positif. Mungkin, yang perlu dilakukan kedepannya adalah program
vaksinasi yang dilakukan oleh pemerintah lebih disosialisasikan pada masyarakat
agar tidak timbul stigma negatif dan berkembang menjadi penolakan terhadap
vaksin.