sumber: https://id.depositphotos.com
Malam ini langit tidak mengeluarkan sinarnya melalui bintang, melainkan ribuan tetesan yang perlahan membasahi seorang gadis yang terlihat sangat rapuh. Walaupun begitu, ia tidak ingin meneduh. Rasa sesak yang kadung semakin memenuhi hatinya, ia percaya, bahwa hujan akan menghapuskannya. Namun, semakin lama ia berada di bawah naungan hujan, rasa sesak itu masih saja tetap bertahan. Dan perlahan, kejadian itu kembali terputar jelas di pusara waktu ingatannya.
“Penghargaan siswa
terbaik jatuh kepada…. Alisha”. Sesaat semua orang terdiam, lalu bertepuk
tangan dengan sedikit ragu. Mereka pikir, nama yang akan keluar adalah Hana.
Gadis yang selalu mendapat rangking 1 secara berturut-turut.
“Enggak mungkin, pasti
ada kesalahan.” Saut Hana dengan lirih. Ia yakin, bahwa dialah yang akan
mendapatkannya.
Hana segera berlari menuju ke ruangan kepala sekolah, ia ingin melihat hasil penilaiannya, karena ia yakin pasti ada sedikit kesalahan. Belum sampai di tempat tujuan, Hana terlebih dahulu menubruk seseorang yang membawa tumpukan kertas-kertas. Kertas tersebut berhamburan di lantai, Hana segera mengambil satu-persatu dan lalu merapikannya. Tetapi, ada satu kertas yang menarik perhatiannya, yaitu kertas yang sama yang dibacakan oleh kepala sekolah, hanya saja tertulis namanya bukan Alisha. Hana mengerti, ia kemudian kembali berlari tapi kali ini untuk menemui Alisha.
“Alisha, aku tau semuanya, bukankah kita teman baik? Aku akan melupakan tentang yang terjadi hari ini, asalkan kamu mau serahkan piala itu.”
“Aku enggak bisa,
lupakan saja tentang pertemanan kita. Piala ini akan tetap menjadi milikku.”
“Aku mohon, aku membutuhkannya, kalau begitu biarkan aku meminjamnya hari ini saja, aku janji.”
“Enggak bisa! Aku juga
membutuhkannya, Hana! Aku benci ketika melihat temanku kalah, tapi aku lebih
benci ketika aku kalah.”
“Ibuku! Ibuku sedang
kritis saat ini! Hidupnya sudah tidak akan lama lagi, dan aku berjanji padanya
untuk membawa piala itu, Alisha aku mohon.” Tandas Hana dengan deraian airmata.
Hatinya mengatakan untuk tidak memohon, tapi ia tidak biasa, karena pikirannya
mengeluarkan segala kemungkinan yang nantinya akan ia sesali jika ia memikirkan
harga dirinya saja.
“Itu urusanmu, aku
tidak peduli”.
Dering
handphone menyadarkan Hana dari lamunannya. Nama sebuah rumah sakit yang
diketahui sebagai tempat ibunya dirawat, tertera di layar handphonenya.
“Hallo?”
“Hallo,
apakah benar ini Hana, anak dari pasien kamar no 12?”
“Benar,
ini saya sendiri.”
“Kami
ingin menyampaikan bahwa pasien telah meninggal 15 menit yang lalu”.
Hana
membisu. Ia mendengarnya sangat jelas. Hal yang selama ini ia takuti akhirnya
terjadi. Sakit, hancur, sesak, semua memenuhi lorong hatinya. Hana berlari
menuju rumah sakit, ia berharap semua yang ia dengar adalah kebohongan belaka.
Tapi, ia tidak bisa menyangkal, bahwa sebagian dari dirinya mempercayai hal
itu. Perlahan, sungai bening mengalir dari matanya, menyatu dengan air langit
yang jatuh ke bumi dengan derasnya.
Hana
tiba di rumah sakit dalam keadaan yang bisa dikatakan sangat buruk. Tubuhnya
basah kuyup dan wajahnya sangat pucat. Semua orang di rumah sakit menatapnya
dengan penuh rasa iba.
Saat
Hana sampai di kamar ibunya, tidak ada suara yang selalu menyambutnya dengan
penuh kasih sayang, tidak ada tubuh rapuh sang ibu, dan tidak ada lagi tawa dan
amarah yang selalu ia dengar dan rasakan.
“Suster!
Suster!” Hana berteriak memanggil suster yang ada di rumah sakit.
“Iya
kak, ada apa?”
“Pasien
di sini baik-baik saja, kan? Pasien cuma lagi keluar sebentar kan? Atau ada
pemindahan kamar?”
“Pasien
sudah meninggal, dan sekarang pasien sudah dipindahkan ke kamar mayat.” Jawab
suster tersebut, ia sedikit agak ragu mengatakannya, karena melihat kondisi
Hana yang tidak baik-baik saja.
Hana
masih tak mempercayainya, sebelum ia melihat ibunya dengan mata kepalanya
sendiri. Hana segera ke kamar mayat untuk memastikannya. Dan ternyata, ibunya
memang sudah pergi meninggalkannya.
“Engga
mungkin! Ibu bangun! jangan kayak gini! Hana takut, jangan tinggalin Hana, Hana
minta maaf, Hana datang terlambat karena Hana dicurangi. Apa ibu gak mau belain
Hana? Aargghhh…argghhhh” Ujar Hana, sembari terus menggerakan tubuh ibunya di
sela isak tangisnya. Saat ini, hanya satu yang ada dipikiran Hana, jika ia
kembali lebih cepat, akankah ia bisa melihat ibunya untuk terakhir kalinya?
*****
Lima tahun kemudian…
Ketukan
pintu mengalihkan perhatian seorang perempuan yang tengah merias wajahnya.
“Bu,
Anda harus melihat ini.” Kata seorang laki-laki yang diketahui adalah manager
perempuan tersebut. Ia menyerahkan sebuah Ipad yang menampilkan utas berita. “Artis pendatang baru, ‘Alisha’ diduga
melakukan manipulasi untuk memenangkan penghargaan siswa terbaik semasa SMA.”
“Apakah
pihak agensi sudah tahu?” Tanya Alisha dengan intonasi datar, seolah-olah
berita itu tidak terlalu mengganggunya, padahal ada banyak kekhawatiran yang
berkerumun di dalam dirinya.
“Sepertinya
sudah bu, tapi pihak agensi menolak untuk memberikan klarifikasi.”
“Mengapa
tidak ada diskusi terkait hal ini denganku?”
“Maaf
bu, saya tidak tahu, tapi saya mendengar rumor bahwa berita ini dikeluarkan
oleh pihak agensi sendiri.”
“Katakan
,aku akan menemui presdir setelah ini.”
“Baik
bu”.
*****
“Lama
tidak bertemu Alisha.” Seloroh seorang wanita yang diketahui adalah presdir
dari agensi yang dinaungi Alisha.
“Hana?”
Alisha sangat terkejut, ketika perempuan tersebut membalikkan tubuhnya dan
menghadap dirinya.
“Bagaimana?
bukankah berita itu sangat menarik?”
“Maksudmu?”
“Pfft
hahaha… Alisha… Alisha… Apakah sekarang kamu sedang akting berpura-pura? Wah,
aku akui aktingmu cukup bagus.”
“Apa
maumu?” Tanya Alisha penuh sarkas.
“Hmm…
Tidak banyak, hanya 2 hal. Pertama, serahkan piala itu kepadaku dan kedua,
katakan pada semua orang bahwa kau berhenti menjadi seorang artis” Jawab Hana,
sambil menunjukan senyuman mengejek.
“Jika
aku tidak mau?”
“Aku
mungkin akan membongkar semua skandalmu. Tidak hanya tentang penghargaan itu.
Dan, kau akan kehilangan semuanya. Bukankah aku jauh lebih baik? Aku tidak
menghancurkan seluruh yang ada dalam dirimu, tapi saat itu, kau menghancurkan
seluruh hidupku”.
“Aku
akan menyerahkan piala itu kepadamu, tapi aku mohon, jangan hancurkan
impianku.” Mendengar hal itu, Alisha langsung berlutut dihadapan Hana. Ia tahu,
bahwa sekarang Hana memiliki kekuasaan yang lebih besar dibandingkan dia.
“Alisha,
saat itu, kau juga menghancurkan impianku, impian seorang anak yang ingin
membahagiakan ibunya untuk terakhir kalinya! Dan, untuk pialanya itu memang
milikku, kau hanyalah pemenang palsu.” Amarah kebencian terpancar di kedua bola
mata Hana saat mengatakannya.
“Aku
minta maaf Hana…” Alisha menangis, Ia benar-benar menyesal, tapi ia sadar, semua
tidak bisa ia perbaiki.
“Waktumu
hanya 1 minggu dari sekarang.” Setelah mengatakan itu, Hana pergi meninggalkan Alisha
yang tengah menangis sambil berlutut.
Dua
minggu kemudian, Alisha benar-benar melakukan apa yang Hana minta. Hal itu
menimbulkan banyak pertanyaan publik terkait pensiunnya Alisha sebagai artis.
Mereka menyayangkan pilihan Alisha, karena menurut mereka Alisha cukup
berbakat. Mengenai skandal Alisha, itu terbukti hanya sebuah tuduhan tak
berdasar. Semua itu dilakukan oleh Hana setelah Alisha menyetujui
permintaannya.
Saat
ini, Hana berada di tempat peristirahatan terakhir ibunya. Ia membawa sesuatu
yang telah ia janjikan 5 tahun yang lalu, sebuah piala yang sangat indah. Ia
meletakkan piala itu disamping tumpukkan tanah sang Ibu.
“Ibu,
Hana kembali, Hana berhasil mendapatkan pialanya. Hana juga berhasil membalas
semua orang yang menghancurkan Hana. Tapi, kenapa Hana masih merasa sakit?”
Tidak ada jawaban yang terdengar dari ibunya, hanya ada suara angin yang
berhembus mengayunkan dedaunan di tengah tumpukkan tanah.
“Ibu
pernah bilang, bahwa Hana bisa menjadi bintang yang bersinar terang. Sepertinya,
Hana enggak bisa bu, Hana hanya bisa menjadi bintang yang redup, karena
sebagian cahaya Hana telah hilang.” Perlahan Hana mengeluarkan isak tangisnya
bersamaan dengan langit sore yang semakin gelap.
---End---