Bintang yang Redup

 

            sumber: https://id.depositphotos.com

oleh: Iqlima Ayarikka, Peserta Didik SMAN 34 Jakarta

Malam ini langit tidak mengeluarkan sinarnya melalui bintang, melainkan ribuan tetesan yang perlahan membasahi seorang gadis yang terlihat sangat rapuh. Walaupun begitu, ia tidak ingin meneduh. Rasa sesak yang kadung semakin memenuhi hatinya, ia percaya, bahwa hujan akan menghapuskannya. Namun, semakin lama ia berada di bawah naungan hujan, rasa sesak itu masih saja tetap bertahan. Dan perlahan, kejadian itu kembali terputar jelas di pusara waktu ingatannya.


“Penghargaan siswa terbaik jatuh kepada…. Alisha”. Sesaat semua orang terdiam, lalu bertepuk tangan dengan sedikit ragu. Mereka pikir, nama yang akan keluar adalah Hana. Gadis yang selalu mendapat rangking 1 secara berturut-turut.


“Enggak mungkin, pasti ada kesalahan.” Saut Hana dengan lirih. Ia yakin, bahwa dialah yang akan mendapatkannya.


Hana segera berlari menuju ke ruangan kepala sekolah, ia ingin melihat hasil penilaiannya, karena ia yakin pasti ada sedikit kesalahan. Belum sampai di tempat tujuan, Hana terlebih dahulu menubruk seseorang yang membawa tumpukan kertas-kertas. Kertas tersebut berhamburan di lantai, Hana segera mengambil satu-persatu dan lalu merapikannya. Tetapi, ada satu kertas yang menarik perhatiannya, yaitu kertas yang sama yang dibacakan oleh kepala sekolah, hanya saja tertulis namanya bukan Alisha. Hana mengerti, ia kemudian kembali berlari tapi kali ini untuk menemui Alisha.


“Alisha, aku tau semuanya, bukankah kita teman baik? Aku akan melupakan tentang yang terjadi hari ini, asalkan kamu mau serahkan piala itu.”


“Aku enggak bisa, lupakan saja tentang pertemanan kita. Piala ini akan tetap menjadi milikku.”


“Aku mohon, aku membutuhkannya, kalau begitu biarkan aku meminjamnya hari ini saja, aku janji.”

 

“Enggak bisa! Aku juga membutuhkannya, Hana! Aku benci ketika melihat temanku kalah, tapi aku lebih benci ketika aku kalah.”


“Ibuku! Ibuku sedang kritis saat ini! Hidupnya sudah tidak akan lama lagi, dan aku berjanji padanya untuk membawa piala itu, Alisha aku mohon.” Tandas Hana dengan deraian airmata. Hatinya mengatakan untuk tidak memohon, tapi ia tidak biasa, karena pikirannya mengeluarkan segala kemungkinan yang nantinya akan ia sesali jika ia memikirkan harga dirinya saja.


“Itu urusanmu, aku tidak peduli”.


Dering handphone menyadarkan Hana dari lamunannya. Nama sebuah rumah sakit yang diketahui sebagai tempat ibunya dirawat, tertera di layar handphonenya.


“Hallo?”


“Hallo, apakah benar ini Hana, anak dari pasien kamar no 12?”


“Benar, ini saya sendiri.”


“Kami ingin menyampaikan bahwa pasien telah meninggal 15 menit yang lalu”.


Hana membisu. Ia mendengarnya sangat jelas. Hal yang selama ini ia takuti akhirnya terjadi. Sakit, hancur, sesak, semua memenuhi lorong hatinya. Hana berlari menuju rumah sakit, ia berharap semua yang ia dengar adalah kebohongan belaka. Tapi, ia tidak bisa menyangkal, bahwa sebagian dari dirinya mempercayai hal itu. Perlahan, sungai bening mengalir dari matanya, menyatu dengan air langit yang jatuh ke bumi dengan derasnya.


Hana tiba di rumah sakit dalam keadaan yang bisa dikatakan sangat buruk. Tubuhnya basah kuyup dan wajahnya sangat pucat. Semua orang di rumah sakit menatapnya dengan penuh rasa iba.


Saat Hana sampai di kamar ibunya, tidak ada suara yang selalu menyambutnya dengan penuh kasih sayang, tidak ada tubuh rapuh sang ibu, dan tidak ada lagi tawa dan amarah yang selalu ia dengar dan rasakan.


“Suster! Suster!” Hana berteriak memanggil suster yang ada di rumah sakit.


“Iya kak, ada apa?”


“Pasien di sini baik-baik saja, kan? Pasien cuma lagi keluar sebentar kan? Atau ada pemindahan kamar?”


“Pasien sudah meninggal, dan sekarang pasien sudah dipindahkan ke kamar mayat.” Jawab suster tersebut, ia sedikit agak ragu mengatakannya, karena melihat kondisi Hana yang tidak baik-baik saja.


Hana masih tak mempercayainya, sebelum ia melihat ibunya dengan mata kepalanya sendiri. Hana segera ke kamar mayat untuk memastikannya. Dan ternyata, ibunya memang sudah pergi meninggalkannya.


“Engga mungkin! Ibu bangun! jangan kayak gini! Hana takut, jangan tinggalin Hana, Hana minta maaf, Hana datang terlambat karena Hana dicurangi. Apa ibu gak mau belain Hana? Aargghhh…argghhhh” Ujar Hana, sembari terus menggerakan tubuh ibunya di sela isak tangisnya. Saat ini, hanya satu yang ada dipikiran Hana, jika ia kembali lebih cepat, akankah ia bisa melihat ibunya untuk terakhir kalinya?


                                                            *****

Lima tahun kemudian…


Ketukan pintu mengalihkan perhatian seorang perempuan yang tengah merias wajahnya.


“Bu, Anda harus melihat ini.” Kata seorang laki-laki yang diketahui adalah manager perempuan tersebut. Ia menyerahkan sebuah Ipad yang menampilkan utas berita. “Artis pendatang baru, ‘Alisha’ diduga melakukan manipulasi untuk memenangkan penghargaan siswa terbaik semasa SMA.”


“Apakah pihak agensi sudah tahu?” Tanya Alisha dengan intonasi datar, seolah-olah berita itu tidak terlalu mengganggunya, padahal ada banyak kekhawatiran yang berkerumun di dalam dirinya.


“Sepertinya sudah bu, tapi pihak agensi menolak untuk memberikan klarifikasi.”


“Mengapa tidak ada diskusi terkait hal ini denganku?”


“Maaf bu, saya tidak tahu, tapi saya mendengar rumor bahwa berita ini dikeluarkan oleh pihak agensi sendiri.”


“Katakan ,aku akan menemui presdir setelah ini.”


“Baik bu”.

                                                            *****

“Permisi bu, saya Alisha, saya ingin meminta penjelasan terkait skandal saya, mengapa pihak agensi menolak untuk memberikan klarifikasi tanpa berdiskusi terlebih dahulu dengan saya sebagai artis? Dan, apakah benar berita ini dikeluarkan oleh pihak agensi? Jika benar, mengapa? Bukankah seharusnya agensi melindungi artisnya?” Tanya Alisha secara beruntun.

“Lama tidak bertemu Alisha.” Seloroh seorang wanita yang diketahui adalah presdir dari agensi yang dinaungi Alisha.


“Hana?” Alisha sangat terkejut, ketika perempuan tersebut membalikkan tubuhnya dan menghadap dirinya.


“Bagaimana? bukankah berita itu sangat menarik?”


“Maksudmu?”


“Pfft hahaha… Alisha… Alisha… Apakah sekarang kamu sedang akting berpura-pura? Wah, aku akui aktingmu cukup bagus.”


“Apa maumu?” Tanya Alisha penuh sarkas.


“Hmm… Tidak banyak, hanya 2 hal. Pertama, serahkan piala itu kepadaku dan kedua, katakan pada semua orang bahwa kau berhenti menjadi seorang artis” Jawab Hana, sambil menunjukan senyuman mengejek.


“Jika aku tidak mau?”


“Aku mungkin akan membongkar semua skandalmu. Tidak hanya tentang penghargaan itu. Dan, kau akan kehilangan semuanya. Bukankah aku jauh lebih baik? Aku tidak menghancurkan seluruh yang ada dalam dirimu, tapi saat itu, kau menghancurkan seluruh hidupku”.


“Aku akan menyerahkan piala itu kepadamu, tapi aku mohon, jangan hancurkan impianku.” Mendengar hal itu, Alisha langsung berlutut dihadapan Hana. Ia tahu, bahwa sekarang Hana memiliki kekuasaan yang lebih besar dibandingkan dia.


“Alisha, saat itu, kau juga menghancurkan impianku, impian seorang anak yang ingin membahagiakan ibunya untuk terakhir kalinya! Dan, untuk pialanya itu memang milikku, kau hanyalah pemenang palsu.” Amarah kebencian terpancar di kedua bola mata Hana saat mengatakannya.


“Aku minta maaf Hana…” Alisha menangis, Ia benar-benar menyesal, tapi ia sadar, semua tidak bisa ia perbaiki.


“Waktumu hanya 1 minggu dari sekarang.” Setelah mengatakan itu, Hana pergi meninggalkan Alisha yang tengah menangis sambil berlutut.


Dua minggu kemudian, Alisha benar-benar melakukan apa yang Hana minta. Hal itu menimbulkan banyak pertanyaan publik terkait pensiunnya Alisha sebagai artis. Mereka menyayangkan pilihan Alisha, karena menurut mereka Alisha cukup berbakat. Mengenai skandal Alisha, itu terbukti hanya sebuah tuduhan tak berdasar. Semua itu dilakukan oleh Hana setelah Alisha menyetujui permintaannya.


Saat ini, Hana berada di tempat peristirahatan terakhir ibunya. Ia membawa sesuatu yang telah ia janjikan 5 tahun yang lalu, sebuah piala yang sangat indah. Ia meletakkan piala itu disamping tumpukkan tanah sang Ibu.


“Ibu, Hana kembali, Hana berhasil mendapatkan pialanya. Hana juga berhasil membalas semua orang yang menghancurkan Hana. Tapi, kenapa Hana masih merasa sakit?” Tidak ada jawaban yang terdengar dari ibunya, hanya ada suara angin yang berhembus mengayunkan dedaunan di tengah tumpukkan tanah.


“Ibu pernah bilang, bahwa Hana bisa menjadi bintang yang bersinar terang. Sepertinya, Hana enggak bisa bu, Hana hanya bisa menjadi bintang yang redup, karena sebagian cahaya Hana telah hilang.” Perlahan Hana mengeluarkan isak tangisnya bersamaan dengan langit sore yang semakin gelap.


 

---End---

Bintang yang Redup