pngtree.com |
Oleh: Larasati Nurul Aisyah, Peserta Didik SMAN 34 Jakarta
“Hai mah, hai yah. Lihat deh, aku dapat peringkat 1 dari satu angkatan. Mamah sama ayah bangga gak sama aku? Aku janji mah, yah, akan terus mempertahankan peringkat ini dan meningkatkan prestasi aku lagi. Aku sayang mamah sama ayah.”
“Aku kangen mamah sama ayah.” Sembari memeluk foto keluarga dan menaruhnya kembali.
Aku berdoa agar ketika nanti aku, mamah, dan ayah bisa berkumpul bersama di surga
10 tahun lalu…
“Alexa,
cepat turun. Nanti makanan kamu dingin.”
“Iya
mah, aku datang.”
Aku
yang tengah bersiap untuk pergi ke sekolah. Hari ini, adalah hari pertama aku
masuk sekolah dasar. Aku sangat senang, karena seperti hari-hari biasa, aku akan
diantar oleh kedua orang tuaku. Mereka sangat menyayangiku sebagaimana aku
menyayangi mereka. Ketika aku turun, aku mencium aroma roti panggang dan susu
coklat. Pasti sangat lezat!
“Loh,
mah? Ayah mana?”
“Ayahmu
sedang mencuci mobil seperti biasa, ayo cepat makan selagi hangat, lalu kita
segera berangkat.”
“Siap
mah!”
Aku
menyantap roti dan susu tersebut dengan sangat bersemangat. Setelah selesai,
akupun bergegas membereskan piring dan gelas lalu menghampiri ayah yang sedang
menikmati kopi di pagi hari yang cerah ini. Ayah terlihat serius membaca surat
kabar hari ini, sepertinya ada sesuatu yang menarik perhatiannya.
“Ayah...”
“Ada
apa putri kecilku?” Sembari menaruh surat kabarnya dan berpaling ke arahku.
“Ayo
kita berangkat! Hari ini kan hari pertama aku sekolah.”
“Oh
iya ayah lupa. Sebentar ya ayah panggil mamah dulu, kamu tunggu di mobil ya.”
“Siap
yah!”
Aku
menunggu di kursi belakang mobil, di mana ada boneka kesayanganku dan beberapa
manisan yang memang disiapkan ayah di setiap harinya. Ayah dan mamah datang,
lalu kami berangkat ke sekolah. Bisa dibilang kami keluarga yang harmonis! Ayah
dan ibu tidak pernah bertengkar ataupun membentakku. Jika aku salah, mereka
akan menasihatiku dan memberikanku arahan agar tidak mengulanginya lagi.
Sesampainya
di sekolah, aku mencium tangan kedua orang tuaku dan bergegas masuk kelas. Di sana
banyak sekali yang ditemani oleh orang tuanya. Tapi, aku melihat ada seorang
anak di pojok kelas seperti biasa saja dan tanpa kedua orang tuanya. Aku
menghampirinya dan duduk di sebelahnya, aku coba berinteraksi dengannya. Siapa
tahu dia ingin menjadi teman pertamaku di sekolah dasar.
“Hai,
aku Alexa. Kamu siapa?”
“Aku
Dustin.”
“Boleh
kita jadi teman? Aku sangat ingin punya teman.”
“Tentu.”
Setelah
itu, kami mulai berbincang-bincang, dan dia pun bercerita tentang keluarganya.
Ibu dan ayahnya bekerja di luar negeri, sehingga dia jarang bahkan hampir tidak
pernah bertemu dengan kedua orang tuanya. Aku mengajaknya bermain di rumah ku
selepas pulang sekolah nanti dan dia pun setuju. Kelas dimulai, aku dan dia
akhirnya menjadi teman sebangku.
“Iya
anak-anak, sudah waktunya pulang. Kalian boleh mengemas barang-barang kalian
dan berdoa untuk pulang.”
“Baik
bu.” Kelas berakhir dan kami keluar kelas.
“Eh
iya, tadi kamu kan mengajakku untuk main ke rumah mu. Itu jadi?”
“Tentu
saja. Itu mamah sama ayahku! Mah! Yah!”
“Hai
putri kecil ayah. Bagaimana sekolahmu dan dia teman barumukah?” Sejurus
menggendongku dan mencium keningku.
“Hari
ini sangat menyenangkan yah! Dan yap! Dia teman kelasku. Dia akan main ke rumah
kita. Boleh kan, yah? Mah?”
“Tentu
saja boleh sayang, mamah akan masak banyak hari ini.”
“Ok
mah.”
Kami
masuk ke dalam mobil, dan diperjalanan kami saling bertukar cerita tentang
pengalaman berlibur masing-masing. Sesampainya di rumah, aku segera menuntun
jalannya hingga masuk ke ruang tengah. Aku menyuruhnya untuk menunggu hingga
aku selesai berganti baju. Setelah turun dari kamar, mereka sudah di meja makan
dan menungguku. Aku sangat senang melihatnya, sepertinya aku sudah merasa kalau
dia sudah kuanggap kakak laki-lakiku sendiri. Mamah dan ayah sangat senang
karena kedatangan Dustin. Setelah makan, kami pun bermain di taman belakang
hingga matahari mulai tak terlihat lagi sinarnya.
“Dustin,
rumahmu di mana? Biar tante sama om antar kamu pulang, ya.”
“Oh
dekat Tan, perumahan depan, rumah nomor 30.”
“Dekat
juga, ya.”
“Mah,
boleh aku ikut antar Dustin pulang?”
“Boleh
sayang, nanti sekalian ya mamah juga ingin membungkus makanan untuk Dustin bawa
pulang.”
“Terima
kasih banyak tante.”
“Sama-sama
sayang.”
Kami
mengantarnya pulang, lalu berpamitan. Di sana, ternyata ada mamahnya Dustin
yang juga baru pulang dari tempat kerjanya. Mamahnya berterima kasih, lalu kami
pulang kembali ke rumah. Rasanya tidak sabar aku menanti hari esok, untuk kembali
bertemu Dustin dan saling bertukar cerita. Hari esok pun kembali sama, di mana
kami duduk bersama, dan yang istimewanya, kami secara tidak sengaja membawa bekal
yang sama. Alangkah lucunya, kami tertawa bersama seperti tidak ada beban.
Enam Tahun sejak kami lulus sekolah dasar dan memulai sekolah menengah kembali bersama. Aku dan Dustin kembali duduk di bangku bersama seperti awal kami bertemu. Tak sangka, kami mulai lepas dari masa kanak-kanak. Kami mulai mengerjakan tugas bersama, selalu sekelompok dalam tugas, dan saling bertukar pikiran tentang masa depan.
Pada
saat kami menginjak kelas 9, kami tetap bersama dan akan selalu bersama. And today it’s my birthday! Aku sangat
bersemangat! Dan yang membuat hari ini semakin spesial adalah, ayah dan mamah
pulang dari luar negeri! Mereka sudah menyelesaikan pekerjaannya di sana dan
akan pulang malam ini pada perayaan ulang tahunku.
“Alexaaaaa.”
“Dustin!
Akhirnya kamu datang juga!”
“Pasti
dong, ultah sahabat aku, masa iya aku malah gak datang? Oh ya Happy Birthday Lexa!”
“Thank u sob.”
“You’re Welcome. Btw nyokap sama bokap lo
ke mana?”
“Mereka
ada kerjaan di luar negeri, tapi hari ini mereka akan pulang! I’m so Excited!”
“Ok,
jadi mau kapan nih acaranya dimulai?”
“Bagaimana
kalo sekarang, biar mamah sama ayah pas datang diakhir, jadi kado terindah aku,
hehe.”
“Boleh
tuh.”
Keadaan
berjalan lancar, namun aku tidak mendapat kabar dari ayah dan mamah. Acara
ulang tahunku pun sudah selesai dan
hanya menyisakan aku dan Dustin. Aku semakin khawatir mereka akan ingkar janji,
namun… ternyata mereka tidak ingkar janji, mereka datang dan mereka pulang,
tetapi tanpa kehidupan.
Hatiku
hancur mereka datang dengan terbaring dan diantar oleh ambulans. Aku berada di
titik terhancurku dan ketika mereka tidak membawa kehangatan lagi padaku.
Dustin menemaniku dari awal hingga akhir pemakaman ayah dan mamah. Aku hanya
bisa memeluk nisan mereka, Dustin memelukku erat dan berusaha menguatkanku.
Berbulan-bulan
aku merasa terpuruk, lampu ini telah lama mati dan ruang yang hangat ini telah
menjadi dingin sepenuhnya. Semua hari sama saja, kecuali hari ulang tahunku
yang bertepatan dengan hari kematian ayah dan mamah. Hari itu akan terus
menjadi hari tergelapku, di mana hari itu hanya bisa aku habiskan dengan menangis
dan merenungi setiap kejadian-kejadian indah bersama kedua orang tuaku. Aku
hidup sendiri dalam ruang kosong yang semakin lama… semakin hampa.
Aku
tidak dapat merasakan kebahagiaan lagi seperti dulu. Namun, Dustin tetap
berusaha untuk membuatku bangkit walau akan sia-sia. Tapi, di saat-saat kami
sudah menginjakkan kaki di kelas 11 sekolah mengah atas, aku berusaha bangkit
dan mulai terbiasa dengan keadaan. Aku memulainya kembali dari nol dan mencoba
untuk membuat sesuatu yang baru di hidupku.
Tak terasa, sudah penilaian akhir semester di mana usaha dan kerja kerasku membuahkan hasil. Aku meraih peringkat pertama dari angkatanku, walau Dustin menjadi No.2 nya, namun Dustin tetap mendukungku, dan tidak iri sedikitpun. Dan, sejak itu kami selalu menjadi unggulan di sekolah serta selalu menebar kebahagiaan. Walau tanpa mamah dan ayah, setidaknya aku di sini berjuang untuk membuat mereka bangga di sana. Semoga kalian bangga dengan pencapaianku ya, mah! yah!