Gerbang Dialog Risa Sarasvati

 

                 Sumber: Black room @expressionschallenge

Oleh: Nashita Amara Sulistian, Peserta Didik SMAN 34 Jakarta


   Jangan heran jika tak sengaja mendapatkanku sedang berbicara, atau tertawa ketika tidak ada siapa pun yang sedang terlihat bersamaku. Aku tidak sendirian seperti yang terlihat. Coba picingkan sedikit mata kalian, dan lihat aku sedang berbicara dengan siapa.

 

Aku hanya ingin bercerita tentang teman-temanku, yang tak pernah kalian lihat. Kalian boleh percaya, atau kalian juga boleh menganggapku pembohong. Aku tidak menyalahkan pendapat kalian. Sebenarnya, aku tidak pernah ingin memancing semua ini keluar dari lubang yang seharusnya tak pernah kugali. Namun, kalian juga yang pada akhirnya membuat semua terungkap ke permukaan. Satu-persatu cerita bermunculan karena rasa penasaran yang keluar dari pertanyaan-pertanyaan kritis kalian. Jika kalian bertanya, terganggukah mereka karena aku mengungkap kisah hidup mereka secara gamblang? Tidak. Mereka suka berbagi sesuatu yang mungkin bisa dijadikan pelajaran bagi hidup orang lain. Percayalah, mereka tak seperti yang kalian bayangkan.

 

Mari kesampingkan semua pikiran tentang kuntilanak pembunuh, pocong suka kawin dengan manusia, atau hantu-hantu lainnya yang menganggu kehidupan hingga mampu mengambil nyawa manusia. Mereka juga pernah hidup dan mempunyai kisahnya sendiri, kadang menyenangkan, kadang menyedihkan.

 

Kulalui banyak cerita di gerbang dialog yang kubuka untuk mereka. Gerbang itu tak selalu dengan mudah terbuka. Kadang dialog itu mengalir begitu saja. Namun, gerbang itu pernah pula beberapa kali kututup. Kukunci dengan gembok dan ingin kuenyahkan selamanya dari hidupku. Kadang, aku merasa terusik, dan tidak dapat menemukan kedamaian. Danur yang keluar dari jasad mati mereka, menyeruak mengganggu penciumanku dan membuat hidupku sesak. Bau amisnya membuatku sulit untuk bernapas dengan benar. Kulalui tahap sulit yang membuatku begitu membenci mereka. Bahkan kebencian itu sempat membuatku membenci diriku sendiri karena mereka yang kubenci tak pernah bisa kutolak atau kuraih.

 

Jika sekarang ini kalian melihatku mampu mengatasi semuanya dengan baik, itu artinya gerbang dialog yang dulu sempat kututup telah terbuka dengan lebar. Jalan yang kutempuh untuk mencapainya tidaklah mulus. Belasan tahun kujajaki jalan menuju kedamaian dengan semua hal yang kupunya. Belasan tahun aku mencoba bergumul dengan mereka tanpa saling mencederai, hingga akhirnya mampu melewati fase sulit hubunganku dengan mereka. Danur yang begitu menyengat, kini mampu bermetamorfosis menjadi wewangian penenang jiwa, bagai aroma theraphy untuk hidupku. Saatnya membuka mata hati untuk mendengarkan apa saja yang mereka ingin bicarakan denganku.

 

Kalian mungkin tak melihatnya, wajar, mereka memang tak kasat mata dan sering disebut hantu jiwa- jiwa penasaran atas kehidupan yang mereka anggap tidak adil. Jika kalian menganggap mereka hanya khayalan, mungkin cerita-cerita ini bisa mengubah  cara panjang kalian tentang mereka. Mereka pernah hidup, sama sepertiku, sama seperti kalian. Mereka hanya butuh didengar.

 

Gerbang dialog antara diriku dan mereka telah kubuka lebar. Siapkan mata hati kalian untuk mulai melihat mereka dari sisi yang berbeda. Selamat datang. Kupersilahkan kalian untuk masuk ke dalamnya.

 

Kelebihanku dapat melihat mereka adalah anugerah sekaligus kutukan. Kelebihan ini membawaku ke dalam persahabatan unik dengan lima anak hantu Belanda. Hari-hariku dilewati dengan canda Peter, pertengkaran Hans dan Hendrick, dua sahabat yang sering berkelahi, alunan lirih biola William, dan tak lupa, rengekan si bungsu Janshen.

 

Jangan kalian merasa aneh jika sekali kali melihat seorang anak kecil sedang berlarian di tengah lapangan kosong, karena bisa saja memang ia tak sedang sendirian. Mungkin saja 5,10 atau 20 tahun kedepan, kalian mendapati anak kalian tengah melakukan hal yang sama. Sesungguhnya sangat tak enak menjadi seorang anak kecil yang tak dipercaya, atau anak kecil yang selalu diangggap pengkhayal. “Mereka” hanya bisa dilihat oleh anak kecil itu selalu ingin didengar. Dan, sesungguhnya hal yang paling diidamkan oleh anak itu adalah bercerita tentang apa yang telah dilaluinya. Seperti “Mereka”, kadang seorang anak hanya ingin didengar. Seringkali para orangtua bersikap sangat realistis hingga acuh tak acuh dengan apa yang menurut kalian sangatlah tak logis.

 

Jauh dari kehidupan “normal” adalah harga yang harus dibayar atas kebahagiaanku bersama mereka. Dan, semua itu harus berubah ketika persahabatan kami meminta lebih, yaitu kebersamaan selamanya. Kini, aku mulai menyadari bahwa hidup ini bukan hanya milikku seorang.


Puisi


HUJAN

Teruntuk hujan


terima kasih atas pelajaran berharganya


sekarang aku tahu


aku belajar banyak dari hujan


hujan tak pernah lelah dan mengeluh


meskipun tahu rasanya jatuh


dan dijadikan sebagai alasan kepentingan duniawi manusia

 

hujan beri aku pelajaran bahwa,


kita ditakdirkan bukan untuk membuat semua orang suka pada kita,


melainkan kita di tuntut untuk selalu memberi yang terbaik untuk semua orang


meskipun kita tahu tidak semua orang menyukainya


hujan juga beri aku pelajaran akan banyak hal,


tentang jatuh dan bangkit


tentang pula tetap bertahan dan tak menyerah


dan tentang pula memberi yang terbaik


tanpa meminta imbalan

 


HILANG

Tubuhku di sini


namun jiwa mengambang


ragaku hilang


entah di mana


keramaian buatku terasingkan


patut nyatanya,


sendiri hadir bak kias favorit


padat jiwa berucap,


menghujani bahkan menghakimi tanpa paham dirasa


lontaran ucapan tak berperikemanusiaan


dan kasat mata menyayat dinding hati,


bak pisau tajam cabik rasa


perih, luka, robek


hingga mati rasa

Gerbang Dialog Risa Sarasvati