Sumber: https://www.goodreads.com/
Oleh: Salfiana Agustin, Peserta Didik SMAN 34 Jakarta
Judul
buku: Bumi Manusia
Pengarang:
Pramoedya Ananta Toer
Penerbit:
Lentera Dipantara
Tahun terbit: 2018 (cetakan ke-27)
“Kita telah melawan Nak, Nyo. Sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya.”
Pada bagian awal Bumi Manusia,
diceritakan bahwa Minke adalah seorang pribumi muda yang berbakat dan
bersekolah di sekolah H.B.S. Minke juga banyak bergaul dengan teman-temannya
yang kebanyakan adalah anak totok Belanda/Eropa dan campuran totok dengan
pribumi (Indonesia). Sahabat pribadinya sendiri, Jean Marais, adalah seorang
totok berkebangsaan Perancis yang pernah menjadi serdadu kompeni dan kehilangan
salah satu kakinya. Jean yang sebetulnya humanis itu, terpaksa menjadi serdadu
karena kemiskinannya. Di medan perang, ia kemudian justru menikahi seorang
perempuan asal Aceh dan memiliki putri cantik bernama Maysaroh. Sayangnya,
istrinya meninggal dunia. Jean pun hanya bisa bertahan hidup sebagai pelukis
pesanan di Hindia Belanda. Minke kerap membantunya mencarikan pesanan untuk
sahabatnya itu.
Hidup di antara
kalangan indo, Minke merasa tak ada masalah dengan hal tersebut. Ia dibesarkan
dari keluarga Priyayi Jawa dan bisa menggunakan bahasa Belanda dengan fasih.
Meski demikian, ia sadar ia hanya seorang inlander. Bagaimanapun juga, ia tidak
“sekeren” para indo dan totok. Minke adalah seorang pengagum kecantikan. Di bagian
awal novel ini, kita akan mudah menangkap karakter Minke. Pram membuatnya
tampak seperti remaja lelaki galau yang tengah di mabuk cinta. Tak
tanggung-tanggung, ia jatuh hati pada Ratu Wihelmina, Ratu Belanda. Sifat Minke
yang mudah jatuh hati pada perempuan ini, diketahui teman-temannya, tak
terkecuali Suurhof adalah indo yang sangat rasis.
Ia sangat membanggakan
dirinya yang punya darah Eropa. Suatu hari, ia ditantang Suurhof menaklukkan
hati wanita yang konon lebih cantik dari Sri Ratu Belanda! Tantangan pun
bersambut. Minke mau diajak ke rumah seorang pribumi simpanan Belanda bernama
Nyai Ontosoroh. Di rumah tersebutlah, Minke bertemu dengan perempuan yang konon
luar biasa cantik itu. Ia adalah Annelies, anak bungsu dari Nyai Ontosoroh dan
adik dari Robert Melleme. Begitu melihat Annelies pada pandangan pertama, Minke
sudah tak bisa berkata apa-apa. Tapi, Minke tak hanya terperdaya oleh kecantikan
Annelies. Menurutnya, keluarga Nyai Ontosoroh alias Sanikem sangatlah unik.
Nyai Ontosoroh tampil sebagai perempuan super cerdas. Dia tak seperti nyai-nyai
atau simpanan Belanda kebanyakan. Anaknya, Annelies, juga begitu unik.
Meski luar biasa
cantik, ia tak punya teman indo dan totok karena berhenti sekolah. Mentalnya
pun seperti bocah karena sejak kecil harus membantu ibunya di perusahaan tanpa
pergaulan dengan kawan-kawan seumurnya. Abangnya, Robert Mellema sangat
“mengesankan”. Meski yang ini kesannya negatif. Tapi setidaknya, Robert tak
semengerikan Herman Mellema (sang kepala keluarga) yang begitu jijik ada
pribumi seperti Minke yang masuk ke dalam rumahnya. Herman mellema bahkan
mengumpati minke dengan sebutan monyet. Untungnya, Nyai Ontosoroh memberanikan
diri membela Minke. Ini adalah tindakan luar biasa mengingat seorang nyai
pribumi tunduk di bawah totok Belanda.
Seiring berjalannya
waktu, Minke dan Annelies saling jatuh cinta. Sebaliknya, Minke tak menyangka bahwa
Annelies menjadi sangat bergantung padanya. Ia terus disurati agar kembali ke
rumah Nyai untuk tinggal bersama. Pernah juga Annelies sakit parah, setelah lama
tak melihat Minke yang dipaksa berkunjung ke rumah orangtuanya. Minke mau saja
sebetulnya tinggal bersama Annelies. Namun, tinggal di rumah seorang nyai
membuatnya terkena stigma buruk di masyarakat. Seorang Nyai atau simpanan
belanda dianggap sebagai perempuan perayu yang mesum. Minke pun pernah
berpandangan demikian. Untungnya ia tegur oleh sahabatnya, Jean Marais. "Berlakulah adil sejak dalam pikiran!" Begitu, pesan jean pada Minke. Jangan
menghakimi Nyai Ontosoroh sebagai tuna susila seperti yang dilakukan orang
lain.
Minke pun kembali
menginap di Wonokromo (rumah Annelies)
sembari terus bersekolah di H.B.S. Ia sendiri sudah mulai menulis untuk koran-koran. Sebagai pribumi, Minke banyak dipuji karena mampu menulis bahasa Belanda
dengan sangat baik. Tapi sayangnya, banyak temannya yang berdarah Eropa sinis
padanya. Mereka merasa keeropaan mereka tersakiti karena ada pribumi yang
prestasinya lebih baik. Pelan-pelan, Minke juga mulai paham kenapa Annelies
begitu tergantung dan “ringkih”. Annelies pernah diperkosa abangnya sendiri.
Traumanya membekas terus bertahun-tahun kemudian. Apalagi, Annelis tak pernah
menceritakan kejadian itu kecuali pada Minke seorang.
Dari Wonokromo, sebuah
kabar mengejutkan tiba-tiba terdengar. Tuan Herman Mellema meninggal dunia.
Selepas itu, datang lagi sebuah kabar menggemparkan. Nyai mendapat surat dari
anak kandung Mellema di Belanda bernama Ir. Maurits Mellema. Maurits adalah anak sah Herman
Mellema dengan Amelia Mellema-Hammers. Maurits menuntut seluruh kekayaan
perusahaan yang dimiliki Herman Mellema yang selama ini dibesarkan Nyai
Ontosoroh. Bukan itu saja, ia minta hak asuh atas Annelies untuk dibawa ke
Belanda.
Tuntutun Maurits
diajukan ke pengadilan. Nyai bersikukuh melawan meski mereka tahu bahwa mereka
akan kalah. Pasalnya sederhana, tak ada pribumi yang bisa melawan Belanda,
apalagi yang totok! Meski perusahaan Mellema tersebut dibesarkan oleh Nyai
Ontosoroh, tapi akhirnya pengadilan memutuskan untuk menyerahkannya pada
Maurits. Annelies dan Robert diberi bagian. Namun, Robert telah pergi dan hak
asuh Ann diminta Maurits. Alasannya? Jelas, supaya seluruh harta Herman Mellema
jatuh ke tangan Maurits. Di tengah kasus ini, Minke dengan setia berada dan
membantu Nyai maupun Annelies.
Ia pun banyak diterpa
gosip memalukan. Misalnya, ia mendapat stigma buruk akibat serumah dengan
simpanan Belanda. Ia pun rajin membalas dengan artikel-artikel buatan sendiri
yang dikirim ke surat kabar langganannya dan surat kabar melayu milik Kommer.
Tapi akhirnya, ia dikeluarkan dari sekolah atas tuduhan membahayakan gadis-gadis
sekolah (sebab Minke dianggap mesum dengan Nyai Ontosoroh!) temannya, Robert
Suurhof adalah salah satu orang dibalik gosip murahan ini.
Meski gejolak demi
gejolak dialami. Minke akhirnya memutuskan menikah dengan Annelies. Ia ingin
membuktikan bahwa stigma yang menempel padanya tidak benar. Ia juga ingin
menahan Ann supaya tidak dibawa ke Belanda dengan menikahinya. Sayangnya, Minke
harus kembali menelan pil pahit. Pengadilan bersikukuh membawa segera Ann ke
Belanda. Nyai Ontosoroh dan Minke mencari berbagai cara untuk mencegah hal ini.
Bahkan, teman-teman Darsam sudah berjaga-jaga di depan rumah Nyai dengan
membawa clurit. Tapi apa daya, aparat kolonial tetap memaksa membawa Ann. Kerusuhan pun
pecah dengan iringan takbir dari pasukan Madura.
Pihak Belanda memenangkan kerusuhan dan Annelies pun dipaksa pergi dari rumahnya. Mereka kalah. Tak bisa dipungkiri bahwa Nyai maupun Minke telah kalah. Namun demikian, Nyai menghibur Minke bahwa mereka sudah mencoba melawan. “Kita telah melawan Nak, Nyo. Sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya.”