Negeri Dongeng

 

oleh: Dwiki Dipo Afriza, Peserta Didik 34 SMAN Jakarta

"Justice is the first virtue of social institutions, as truth is of systems of thought." ― John Rawls, A Theory of Justice


    Mengapa demikian? Sudah sejak lama Indonesia tidak pernah lepas dari namanya ketidakadilan. Di mana yang seseorang  lebih tinggi jabatannya dan mengemban amanah rakyat, bertindak semena-mena terhadap yang berada di bawahnya, tidak lain adalah rakyatnya sendiri, yang secara politik elektoral adalah pemilih mereka dan mengantarkan mereka pada kursi kekuasaan. Para penegak hukum yang selalu memihak mereka, semua rela menjatuhkan satu dengan yang lain, untuk memperebutkan takhta tertinggi. Mereka kebal hukum.


Hukum yang seharusnya tidak pandang bulu, berubah menjadi sebuah keberpihakan. Hukum seakan-akan bukan lagi dasar bagi bangsa Indonesia. Bukan rahasia umum lagi, bahwasanya terdapat jual-beli hukum. Sehingga, rasa kepercayaan terhadap penegak hukum tidak ada lagi, atau nyaris tidak akan pernah lagi kita percayai.


Saat berada di kursi takhta mereka, seakan lupa dengan janji dan sumpahnya, lalu ia seolah buta dan tuli, ketika rakyat membutuhkannya. Maling ayam hukumannya lebih berat dari korupsi. Dari sini kita dapat menyimpulkan, betapa kejamnya hukum di Indonesia. Hukum akan tunduk kepada siapa yang memiliki kekuasaan, dan tentunya uang.


"AGAMA" merupakan tameng dari sistem perpolitikan, minoritas dan mayoritas dibenturkan untuk kepentingan politik belaka. Dalam politik, bisa saja yang tadinya menjadi lawan, kini menjadi kawan, yang tadinya memisahkan antara agama dan politik, dan kini mulai serempak menyudutkan agama. Untuk memperebutkan takhta tertinggi, agama hanya dijadikan kambing hitam dalam kemelut politik. Kekuasaan ditentukan oleh agama yang paling dominan.  Pembahasaan Agama tidak ada habisnya di negeri ini.

 

Mereka membedakan kelompok "agama" dengan kelompok agama lain. Agama bukan hanya persoalan ajaran, tapi juga soal kubu, Di mana kubu ini akan saling bertarung untuk memperebutkan kekuasaan. Agama dan politik bukanlah pertarungan. Ini hanyalah persaingan ego untuk siapa yang berkuasa. Karena agama adalah cara paling mudah untuk memperoleh dukungan atau meraih suara.


           Direktur PUSHAM UII, Eko Riyadi

“Karena industri harus dijalankan, kemudian ada penolakan, dimainkanlah isu agama untuk kepentingan-kepentingan dimudahkan industrialisasi itu,” jelasnya.


“Agama dimanfaatkan bukan benar-benar untuk ideologi politiknya yang bersangkutan, akan tetapi di pergunakan juga untuk kepentingan lainnya. Sehingga, yang dilakukan partai politik hanya satu, yakni mencari pendukung sebanyak-banyaknya untuk legitimasi kekuasaan, dan yang paling mudah adalah agama” tandasnya.


Sudah menjadi pemberitaan yang lumrah, tentang korupsi di negeri ini. Kasus korupsi di negeri ini seakan terstruktur dan terorganisir, mereka memperkaya dirinya sendiri (koruptor) dengan bahagia di bawah penderitaan orang lain. Rakyat terus dibodohi dengan kebijakan dan pembangunan yang tidak sesuai. Pembangunan fasilitas umum dipotong 50%, agar sisanya dapat masuk ke kantong pribadi. Sementara mereka masyarakat bawah yang tidak memiliki gaji tetap, mereka rela membayar pajak untuk negeri ini.

 

Hukuman mati bagi koruptor seakan seperti lawakan para badut yang sedang menghibur anak kecil saat ulang tahun. Belum lagi penjara mewah dan potongan masa tahanan bagi para koruptor. Semakin banyak para koruptor hidup nyaman di negeri ini dan tak terkena sebaretpun dari tumpulnya pisau hukum di negeri ini. Ada satu kalimat yang membekas di hati saya yaitu, “Indonesia memiliki banyak orang pintar tapi tidak dengan orang jujur” Begitulah apa yang dikatakan oleh Bung Hatta.


Hukuman untuk para koruptor di negeri ini tidak membuat efek jera, seakan sewenang-wenang terhadap keadilan, hukum tidak dapat menjerat para koruptor. Salah satu kasus Brigjen Prasetijo yang hanya di hukum 3,5 tahun,  misalnya. Ini berbanding terbalik dengan kasus nenek Asyani yang dihukum 15 tahun karena mengambil kayu bakar untuk memasak. Sementara Harun Masiku, yang hilang sampai saat ini. Hukum juga bias terhadap gender. Misalnya, koruptor perempuan yang tidak di penjara karena memiliki anak, berbanding terbalik dengan Rismaya yang di penjara 10 Bulan bersama anaknya. Hukum di negeri ini, tunduk terhadap kekuasaan dan status sosial dan ekonomi kehidupaan.


Dinasti Politik sudah berkembang di Indonesia. Latar belakang politik bukan suatu keharusan untuk menjadi pemimpin di negeri ini. Oleh mereka, orang jujur hanya dijadikan boneka politik untuk melindunginya. Para pemimpin sekarang masih memiliki status keluarga dari pemimpin sebelumnya. Politik dinasti dan dinasti adalah hal sudah biasa di telinga kita. Politik dinasti dan dinasti akan selalu ada dan menempatkan dirinya pada dinamika kekuasaan, hal ini berkaitan erat dengan nepotisme. Hal ini berakibat pemilihan dari rakyat tidak ada gunannya. Dan terkesan membuang buang anggaran, pemilihan umum sebenarnya hanya menjadi pelengkap kebohongan. Box kotak yang tadinya kaleng, berubah menjadi kardus tapi untuk anggaran tidak berbeda dari sebelumnya.


Demokrasi katanya, tapi di mana ketika hak aspirasi rakyat tidak dapat dipenuhi oleh perwakilan maupun pemerintah. Sikap petinggi yang buta serta tuli ketika rakyat menyampaikan aspirasi, serta para calon petinggi negeri ini yang awalnya mengemis kepada rakyat ketika pemilihan, tetapi hanya janji manis selalu diucapkan, dan tidak pernah terwujud. Para politisi selalu membuat kebijakan yang menguntungkannya dan partai politiknya.


Entah sampai kapan mata dan hati mereka terbuka untuk kepentingan rakyat. Berpikiran terbuka akan membuat seseorang hidupnya akan terancam oleh suatu kelompok tertentu. Rakyat selalu dibodohi oleh janji manis para pemimpin. Penegak hukum yang takut kekuasaannya runtuh, sebab memenjarakan orang yang memiliki kekuasan. Kaya atau miskin juga menjadi pertimbangan penegak hukum untuk bertindak. Menjadikan Indonesia sebagai Negeri Dongeng akan keadilan. Tumpul ke atas, tajam ke bawah. Itulah slogan yang cocok untuk hukum di Indonesia sekarang.


Sumber percakapan


 https://www.uii.ac.id/menilik-isu-agama-dalam-dunia-politik/

 

Negeri Dongeng