sumber: https://justiceinconflict.org/
Perbedaan dan keberagaman yang berkaitan dengan suku, etnis, ras, dan agama memang menjadi anugerah bagi suatu negara. Namun, di sisi lain, perbedaan-perbedaan tersebut merupakan masalah yang sangat sensitif, rancu, dan mudah menyulut konflik-konflik terbuka dengan intensitas tinggi, bahkan sampai memakan korban jiwa. Seperti konflik yang terjadi di Myanmar, antara yang beragama islam (Rohingya) dengan agama Buddha, yang merupakan mayoritas di sana.
Rohingya tidak dianggap sebagai bagian dari 135
etnis yang diakui negara, karena dianggap warga Bangladesh. Myanmar beranggapan
Rohingya tidak memenuhi syarat undang-undang kewarganegaraan di tahun 1982 yang
mengharuskan sebuah etnis menetap di negara itu sejak sebelum tahun 1823. Tapi,
Bangladesh juga tidak mengakui Rohingya. Oleh karena itu, konflik sosial dan
kekerasan terhadap kaum Rohingya mulai berlangsung secara sistematis.
Konflik antara kaum Rohingya dan Rakhine memiliki sejarah
yang cukup panjang, di mana sekitar tahun 1200-1300 M kaum muslim mulai masuk
ke Arakan. Dan pada 1440 M Arakan resmi menjadi Negara muslim akibat dari
penjanjian Yandabo, dan Arakan, Burma, Tenasserim masuk ke wilayah
British-India. Pada tahun 1748, Raja Boddaw menginvasi Arakan, lalu pecahlah
perang Anglo-Burma. Pada tahun 1935, Burma dipisahkan dari Bristish-India, dan
Arakan terkena imbasnya Karena harus tergabung dalam bagian Bristish-Burma.
Padahal, keinginan pendudukanya adalah bergabung dengan India (British-India),
dan Arakan menjadi bagian dari Burma yang merdeka pada 1937, sehingga kaum
muslim yang masih terjebak di Arakan dianggap sebagai “kaum asing”.
Merambatlah pada 1982, kaum muslim rohingya tidak
diakui sebagai bagian dari 135 etnis di Myanmar, banyak kaum rohingya yang ditekan
dan akhirnya lari ke Bangladesh. Pada tahun 1990, terjadi repatriasi besar-besaran
oleh Bangladesh untuk menolak dan memulangkan paksa kaum rohingya yang
melarikan diri kembali ke Myanmar.
Berlanjut pada tahun 2000-2001, etnis Rohingya mendapatkan
situasi perlakuan diskriminatif berskala besar. Kebijakan deskriminatif banyak
penggusuran tanah, pergusuran 28 masjid, dan sekolah-sekolah Islam juga ikut digusur.
Kemudian, tahun 2012 pertikaian Kaum Rohingya dengan
Kaum Rakhine memanas, dan kemunculan semacam organisasi/oknum bernama Rohingya
Elimination Group yang bertujuan untuk menyingkirkan dan menghapuskan rohingya
dari muka bumi. Organisasi ini didalangi oleh sekelompok ekstremis. Tindakan
dari kelompok ini seperti menculik ribuan kaum rohingya untuk ditempatkan pada
samacam kamp-kamp konsentrasi, sekitar 140.000 orang diculik dan 200
diantaranya meninggal dunia.
Ketegangan antara kaum Rakhine dan Rohingya
kebanyakan disebabkan karena konflik-konflik internal yang terjadi di lingkungan
anatara kedua kaum tersebut. Kaum Rakhine beranggapan bahwa, rohingya adalah
musuh atau ancaman tambahan yang dapat membahayakan. Selain itu, rakyat Rakhine
juga merasa tersaingi oleh kaum rohingya dalam mencari pekerjaan atau
mendirikan usaha. Diskriminasi yang timbul bukan itu saja, Masyarakat Rohingya
juga sulit untuk membuat KTP dan bahkan
banyak yang tidak punya sama sekali, ini
semakin mempersulit kaum Rohingya untuk mendapat berbagai akses fasilitas dan
pekerjaan yang layak di Myanmar. Dengan
tidak adanya pengakuan dari pemerintah Myanmar, mereka kesulitan memperoleh
akses kesehatan, pendidikan, dan perumahan yang layak.
Contoh kasus yang cukup kontroversial adalah kasus pemerkosaan
Ma Thida Htwe. Gadis tersebut berusia 27 tahun yang diduga diperkosa oleh 3
orang yang berasal dari kaum rohingya. Ini menyebabkan adanya penahanan ketiga
orang tersebut oleh aparat kepolisian rakhine. Namun, karena proses investigasi
yang tidak transparan membuat kaum rohingya juga tersulut amarah emosi dan
curiga, dan lagi-lagi terjadi konflik antara kedua kaum tersebut. Konflik ini
menyebabkan puluhan ribu orang tewas di kedua pihak, dan ratusan ribu kaum Rohingya
melarikan diri.
Pada tahun 2013, warga-warga rohingya yang semakin
tertekan mulai mengungsi dan berpindah ke negara-negara Asia Tenggara seperti
Malaysia, Indonesia, Thailand. Dalam jumlah dan skala yang cukup besar. Dan
berangsur-angsur.
Bahkan, pada tahun 2015 terjadi krisis kapal
pengungsi di laut Andaman. Kapal-kapal yang berisikan pengungsi dari kaum
rohingya terapung di laut dalam waktu yang lama untuk melarikan diri dari
Myanmar. Para pengungsi yang kabur tidak membawa persediaan yang cukup dan
banyak yang mati di kapal, jasadnya pun dibuang ke laut. Diperkirakan sejak tahun
2012-2015 ada 150.000 pengungsi yang melarikan diri dari Myanmar.
Selain dari konflik internal, politik pun juga ikut
menjadi salah satu upaya dalam pemusnahan kaum Rohingya. Pada tahun 2017,
militer Myanmar melakukan upaya pembersihan etnis Rohingya. Dalam peristiwa
tersebut, militer Myanmar melakukan tindakan pengusiran paksa etnis Rohingnya
dari provinsi Rakhine. Pembunuhan dan pertumpahan darah terjadi di mana-mana.
Pada September 2017, sudah tercatat sekitar 400 Orang Dari kaum Rohingya Tewas,
dan ribuan orang terus melarikn diri ke negara lain.
Kasus Rohingya ini mendapat perhatian dari raksasa
organisasi perkumpulan dunia PBB. PBB ikut mengambil peran dalam upaya
penyelesaian krisis Rohingya. PBB mengungkapkan bahwa tindakan militer Myanmar
merupakan aksi pemberantasan etnik yang melanggar kemanusiaan. Dalam pidato di
Dewan Keamanan di New York, Hari Kamis (28/09), Sekretaris
Jenderal PBB, Antonio Guterres, mengatakan pihaknya menerima kesaksian warga
Rohingya yang menjadi korban kekerasan luar biasa, termasuk ditembaki dengan membabi
buta, menjadi korban ranjau darat, dan serangan seksual.
Guterres mendesak pemerintah Myanmar mengakhiri
operasi militer dan membolehkan akses tak terbatas untuk menyaluran bantuan
kemanusiaan agar warga Rohingya bisa kembali ke Rakhine dengan selamat. Namun,
pemerintah Myanmar malah seperti acuh tak acuh, lebih menghindari nasihat dan
usulan- usulan dari luar karena mereka beranggapan bahwa ini adalah kasus
interval di Myanmar dan tidak menjadi campur tangan organisasi dan negara-negara
di dunia. Bahkan, pemerintah militer juga menjadi dalang dari titik-titik
percikan api panas antara pertikaian dan penindasan kaum Rohingya.
Pemerintah Myanmar dapat menjadi pihak konsiliator
untuk menyelasaikan masalah, tetapi yang terjadi malah sebaliknya. Ini tentu
akan berujung pada kehancuran negara itu sendiri dan pemerintahannya, karena
warganya terus konflik satu sama lain. Tak menutup kemungkinan jika warga
Myanmar suatu saat nanti juga akan konflik dengan pemerintahannya yang terkesan
tidak peduli pada warganya.
DAFTAR PUSTAKA
Karya Ilmiah
Ilmu Hubungan Internasional, FISIP, Universitas
Jember (UNEJ). (2013). Faktor-faktor
Penyebab Konflik Etnis Rakhine dan Rohingya di Myanmar Tahun 2012. (Artikel
Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa UNEJ 2013). Diakses dari https://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/58723/Alfi%20Revolusi.pdf?sequence=1&isAllowed=y
Kurniawan, N. (2017). Kasus Rohingya dan Tanggung Jawab Negara
dalam Penegakan Hak Asasi Manusia. Diakses dari https://media.neliti.com/media/publications/229111-kasus-rohingya-dan-tanggung-jawab-negara-f55bc391.pdf
Internet
/ Web
Kusuma T. S. dan
Ramadhian Fadillah. (2016). Apa
Sebenarnya Penyebab Myanmar Menindas Muslim Rohingya?. Diakes pada 20 April
2021, dari https://www.merdeka.com/dunia/apa-sebenarnya-penyebab-myanmar-menindas-muslim-rohingya.html
Prabowo G. dan Serafica Gischa. (2020). Krisis Rohingya di Myanmar. Diakses pada
21 Maret 2021, dari https://www.kompas.com/skola/read/2020/12/03/130323969/krisis-rohingya-di-myanmar#:~:text=Latar%20belakang%20konflik&text=Berikut%20beberapa%20latar%20belakang%20krisis%20Rohingya%20di%20Myanmar%3A&text=Etnis%20Rohingya%20dianggap%20sebagai%20imigran,etnis%20Rakhine%20terhadap%20etnis%20Rohingya
ACT.ID. (2017). Indonesia Selamatkan Rohingya. Diakses
pada 18 April 2021, dari https://act.id/rohingya/#:~:text=2012%3A%20Muncul%20gerakan%20Rohingya%20Elimination,kamp%20konsentrasi%2C%20200%20orang%20tewas.
Astuti F. N. (2021). Penyebab Konflik Rohingya di Myanmar Beikut
Penjelasannya. Diakses pada 22 Maret 2021, dari https://www.merdeka.com/jabar/penyebab-konflik-rohingya-di-myanmar-berikut-penjelasannya-kln.html?page=1
BBC. (2017). PBB: Perlakuan terhadap warga Muslim
Rohingya 'mimpi buruk kemanusiaan'. Diakses pada 18 Maret 2021, dari https://www.bbc.com/indonesia/dunia-41436289