sumber: https://schoolshistory.org.uk/
Oleh: Juandinho Dwantara Y.M, Peserta Didik SMAN 34 Jakarta
Pada saat ini, kita
sedang dilanda pandemi Corona yang dampaknya
begitu besar dan terasa, yaitu mengubah kebiasaan hidup kita sehari-hari; dimulai
dari bekerja atau belajar dari rumah, memakai masker setiap ke luar rumah, dan
menghindari bertemu teman, keluarga, atau orang lain secara langsung. Namun,
adakalanya kita bersyukur, karena pandemi yang kita alami sekarang sudah
ditemani teknologi-teknologi canggih, tidak seperti pandemi yang pernah terjadi
sebelum-sebelumnya.
Dahulu, pada
pertengahan abad 14, pernah terjadi suatu pandemi yang lebih parah dari pandemi
Corona yang saat ini kita alami. Bahkan, pandemi ini tercatat sebagai pandemi
yang paling fatal dan mematikan sepanjang sejarah umat manusia, yaitu pandemi
“Maut Hitam” atau “Black Death”. Maut
Hitam ini merupakan penyakit pes atau sampar yang melanda Eropa, sebagian
Afrika Utara, dan sebagian Asia Barat pada kisaran tahun 1346-1353 yang
disebabkan oleh bakteri Yersinia Pestis
yang berasal dari Asia.
Pandemi Maut Hitam pada
saat itu telah membunuh kurang lebih 200 juta orang, membunuh sekitar sepertiga
hingga dua pertiga populasi di Eropa, mengacaukan situasi di pelbagai negara,
menghilangkan norma dan sosialisasi masyarakat, serta menimbulkan diskriminasi
pada golongan atau ras tertentu.
Pandemi Black Death diawali dengan perluasan pos
dagang Republik Genoa, yang salah satu posnya adalah kota Kaffa di semenanjung
Crimea. Kota Kaffa mulai dikembangkan dan dijadikan pusat perdagangan Republik
Genoa di Eropa timur. Pada kota Kaffa juga dibangun tembok pertahanan yang
sangat kokoh guna melindunginya dari serangan pihak lain. Pada 1345, kota Kaffa
diserang oleh bangsa Mongol dari “Golden
Horde” atau “Gerombolan Emas” yang dipimpin oleh tokoh bernama Jani Beg.
Meskipun pada saat itu bangsa Mongol terkenal akan pasukan berkudanya yang
sangat kuat dan cepat dalam menaklukan suatu wilayah, pasukan Mongol dapat
dipukul mundur oleh pasukan kota Kaffa yang dibantu dengan kekokohan
tembok pertahanannya.
Melihat pasukannya yang
tidak berhasil menguasai kota Kaffa, Jani Beg selaku pemimpin serangan
memutuskan untuk mengubah strateginya dengan mengepung kota Kaffa dalam waktu
yang sangat lama, dengan tujuan membuat rakyat Kaffa tidak mendapat bantuan
dari manapun dan membuat rakyat kota Kaffa mati kelaparan.
Namun, kota Kaffa
merupakan kota yang memiliki pelabuhan sehingga pengepungan yang dilakukan
pasukan Mongol hanya sia-sia saja, karena dengan pelabuhan tersebut rakyat
Kaffa bisa memperoleh dan memenuhi kebutuhannya. Walau begitu, pasukan Mongol
tetap melakukan pengepungan. Namun, semakin lama pasukan Mongol melakukan
pengepungan itu, kondisi pasukan Mongol mulai tidak sehat dan mereka mulai
terjangkit penyakit yang sangat aneh.
Sebenarnya, dalam usaha
melakukan pengepungan terhadap suatu kota, munculnya wabah penyakit adalah
suatu hal yang umum dan sering terjadi. Hal ini dikarenakan pasukan penyerang
terpaksa harus tinggal di tempat yang sama dalam waktu yang sangat lama. Dengan
kondisi sanitasi yang tidak sehat. Tidak jarang hewan-hewan sumber penyakit seperti tikus, lalat, atau
nyamuk tinggal bersama pasukan penyerang di parit pertahanan yang aromanya
sangat menyengat.
Pada biasanya, penyakit
yang muncul pada saat pengepungan hanya menjangkit beberapa pasukan penyerang
saja dan tidak akan bertahan lama, namun beda halnya dengan apa yang dialami
oleh pasukan Mongol. Wabah penyakit aneh yang dialami bangsa Mongol pada saat
itu, menimbulkan keadaan yang sangat berbeda dari biasanya. Para tabib bangsa
Mongol yang terkenal sangat hebat bahkan tidak bisa berbuat apa-apa ketika
menghadapi jumlah pasukan Mongol yang mulai meninggal karena penyakit aneh
tersebut dan korban yang semakin meningkat.
Penduduk dan pasukan
yang mempertahankan kota Kaffa sangat gembira mendengar kabar bahwa wabah
penyakit telah menyerang pasukan Mongol. Mereka merasa bahwa Tuhan di pihaknya
dan mengirim wabah untuk menghukum para penyerang (pasukan Mongol) yang
dianggap tidak memiliki iman. Jani Beg beserta para pemimpin militer Mongol
lainnya merasa sangat cemas dengan keadaan pasukan mereka saat itu.
Mengetahui mereka tidak
dapat berbuat banyak dan didesak dengan keadaan pasukannya yang semakin buruk,
Jani Beg beserta pemimpin lainnya memutuskan untuk mundur dan kembali ke
wilayah Golden Horde. Namun, sebelum pergi, mereka meninggalkan sebuah kenang-kenangan
dengan menggunakan ketapel raksasa untuk melempar mayat pasukan Mongol yang
menjadi korban dari wabah aneh tersebut ke dalam kota Kaffa.
Perlahan, wabah penyakit
aneh tersebut mulai menyebar ke seluruh penduduk kota Kaffa. Seluruh warga kota
Kaffa pun menjadi panik karena wabah itu sudah mulai mengancam nyawa mereka.
Tidak ada satu orang pun yang kebal terhadap penyakit ini. Wabah ini dapat
menyerang semua orang tanpa terkecuali, baik anak muda atau orang tua, agamawan
atau pendosa, orang miskin atau orang kaya. Semakin lama jumlah korban semakin
banyak dan tidak terkontrol.
Banyak penduduk Kaffa
yang semakin panik dan memutuskan untuk meninggalkan kota tersebut, sebagian
penduduk yang meninggalkan kota memilih menggunakan kapal, namun mereka tidak
memikirkan ke mana mereka harus pergi, karena yang terpenting bagi mereka
adalah menjauhi kota Kaffa agar tidak terkena wabah. Walaupun kapal tersebut
sudah meninggalkan Kaffa, mereka tetap diikuti oleh wabah aneh tersebut.
Penumpang kapal tidak ada yang menyadari bahwa tikus-tikus yang menjadi akar
dari munculnya wabah aneh ini telah masuk ke kapal mereka. Satu persatu para
penumpang kapal mulai terjangkit wabah aneh tersebut hingga pada akhirnya
seluruh pengguna kapal terjangkit dan tewas di kapal tersebut.
Beberapa hari kemudian,
kapal tersebut sampai di Konstantinopel. Penduduk belum tahu apa-apa mengenai
wabah aneh tersebut, sehingga penduduk yang
megecek keadaan kapal tersebut terheran-heran karena kapal tersebut
berbau busuk dan menyengat serta semua orang di kapal tersebut telah tewas.
Jenazah yang ditemukan memiliki ciri-ciri yang kurang lebih sama seperti kulit
menghitam di bagian jari tangan, jari kaki, dan ujung hidung, serta
pembengkakan yang biasanya muncul di leher, ketiak, atau pangkal paha. Karena
ciri-ciri tersebut, masyarakat menamai wabah penyakit ini dengan istilah “Black Death” atau “Maut Hitam”.
Maut Hitam yang sudah
sampai di Konstantinopel secara tidak disadari telah menjangkit para penduduk
Konstantinopel. Dikarenakan kota Konstantinopel adalah kota yang padat dan
berpenduduk ramai, korban yang mulai terjangkit Maut Hitam meningkat. Sama
halnya dengan penduduk kota Kaffa, sebagian penduduk Konstantinopel memutuskan
untuk pergi mengungsi ke tempat lain dengan kapal, namun pada kapal-kapal tersebut
terdapat hewan pengerat yang sudah terinfeksi oleh wabah hitam, sehingga pada
akhirnya orang-orang pada kapal tersebut juga terinfeksi.
Kapal-kapal tersebut
berlayar dengan berbagai tujuan, namun kebanyakan berlayar ke kota-kota
pelabuhan di Italia seperti Venesia yang juga tak kalah ramai dari
Konstantinopel. Sesampainya di Italia, dengan cepat Maut Hitam menyebar ke
seluruh Italia yang kemudian menyebar ke seluruh Eropa hingga ke sebagian
Afrika Utara dan sebagian Asia Barat.
Tersebarnya wabah Maut
Hitam di berbagai wilayah membuat populasi manusia menurun drastis, hingga
menyebabkan ketidakstabilan suatu negara di berbagai bidang. Maut Hitam juga
telah mengubah sifat sosial dan norma masyarakat pada saat itu, di mana
orang-orang mulai jarang bertemu, menyalahkan pihak yang seharusnya tidak
bersalah, mendiskriminasi ras atau golongan tertentu, serta menyangkutpautkan
masalah Maut Hitam dengan kereligiusan. Selain itu, tersebarnya Maut Hitam juga
telah menyebabkan kejatuhan beberapa negara pemerintahan feodal dan memberikan
pelajaran kepada umat manusia ke depannya tentang bagaimana cara menghadapi
pandemi.
Persebaran Maut Hitam
mulai mereda pada 1353, di mana masyarakat benar-benar mengurangi pergi ke luar
rumah dan berinteraksi dengan orang lain, daya tahan tubuh yang sudah mulai
membiasakan diri dengan wabah Maut Hitam, pelaksanaan karantina, serta usaha
para dokter dan ilmuwan pada saat itu yang mulai melakukan terobosan agar di
masa depan umat manusia bisa melawan pandemi lain yang mungkin akan terjadi.
Berakhirnya masa kelam
Maut Hitam mulai memunculkan tanda-tanda berakhirnya abad pertengahan dan
dimulainya abad pembaharuan atau renaissance.
Sumber:
Ø https://id.wikipedia.org/wiki/Maut_Hitam
Ø https://en.wikipedia.org/wiki/Black_Death