Akankah Jakarta Tenggelam?

 

Sumber: Menanti Jakarta Tenggelam. Foto: Herun Ricky/kumparan

Oleh: Muhammad Irsyad Ramadhan, Peserta Didik SMAN 34 Jakarta


     Ya, kota yang kita sebut sebagai “Kota Metropolitan” ini sedang diambang tenggelam, tetapi kita tetap tidak memberikan atensi yang cukup  kepada ancaman tragedi ini.


Tahun 2020 adalah tahun yang memberikan suatu sambutan yang bisa kita bilang sangat buruk kepada Indonesia, terutama di Jakarta. Curah hujan pada awal tahun 2020 tersebut, merupakan curah hujan tertinggi sepanjang sejarah pencatatan curah hujan di Jakarta.


"Curah hujan 377 mm/hari di Halim PK merupakan rekor baru curah hujan tertinggi sepanjang ada pencatatan hujan di Jakarta dan sekitarnya sejak pengukuran pertama kali dilakukan tahun 1866 pada zaman kolonial Belanda," ujar Herizal, seorang deputi klimatologi BMKG. Curah hujan yang tinggi ini kemudian membuat beberapa wilayah di Kota Jakarta tergenangi oleh air. Peristiwa di tahun 2020 ini memakan sekitar lebih dari 60 korban jiwa.


Kalau ada soal dalam ujian tentang “Bagaimana cara untuk mengatasi banjir di Jakarta?’ mayoritas peserta didik di seluruh tanah air Indonesia akan menjawab; menanam tanaman, membuang sampah pada tempatnya, dan melakukan reboisasi. Tetapi, saya tidak yakin bahwa itu semua cukup untuk mengatasi banjir yang bisa dikatakan sebuah peristiwa tahunan, bahkan tamu bulanan belakangan ini.


Nyatanya, ada masalah lebih serius yang kalah bersinar dengan berita cerainya para selebriti tanah air di media massa, namun lebih serius daripada yang kita kira. Masalah ini juga ikut andil dalam menyebabkan banjir di Jakarta, yakni penurunan tanah di Jakarta. Dan ya, saat ini kita secara tidak sadar sedang diambang tenggelam.


Selama 10 tahun terakhir, wilayah Jakarta Utara telah menurun sebanyak 2,5m. Saya yakin, penurunan daratan ini lebih tinggi daripada tinggi badan kalian semua yang sedang membaca tulisan saat ini. Bahkan, sebuah musala di Jakarta Utara bernama Musala Waladuna telah terendam air selama kurang lebih 20 tahun,  lebih lama dari waktu yang telah saya lalui di dunia ini.


                              Musala Waladuna

Musala Waladuna saat ini merupakan sebuah peringatan yang nyata akan terjadi penurunan ketinggian daratan di Kota Jakarta. Terakhir kali musala ini dipakai sekitar pada tahun 2001, ketika musala ini masih berada di daratan.


Sebuah penelitian yang dijalankan oleh seorang ahli Geodesi ITB, Dr. Heri Andreas, mengatakan bahwa Jakarta merupakan kota dengan tren penurunan lahan tercepat di seluruh dunia dan menurutnya, 95% wilayah Jakarta Utara akan berada di bawah air laut pada tahun 2050.


Kenapa sih hal ini bisa terjadi? Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal mengkhawatirkan ini terjadi. Faktor yang pertama kita bisa prediksi, tak lain merupakan perubahan iklim. Disappointed, but not surprised. Mungkin hal inilah yang terlintas di pikiran kita pada saat mendengar frasa “perubahan iklim” tersebut. The Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) telah memprediksi bahwa apabila kita tidak melakukan perubahan untuk menanggulangi perubahan iklim, maka pada tahun 2100, ketinggian air laut bumi kita ini akan naik 1 meter. Mungkin tidak terdengar banyak, tetapi efeknya dapat membawa malapetaka.


Faktor yang kedua dan yang saya rasa merupakan faktor utama penurunan lahan ini, adalah karena pengambilan air tanah secara terus menerus. Kota Jakarta dibangun pada tanah yang berawa dengan adanya 13 sungai yang mengalir di daerah ini. Dengan adanya daerah penampungan air yang masif ini, kita berspekulasi  bahwa Jakarta memiliki air yang cukup. However, that’s not the case here. Justru, pemuas kebutuhan air bersih warga kota Jakarta tidak mencukupi, atau dalam istilah ekonomi, kita ketahui sebagai kelangkaan.


Kebanyakan warga Kota Jakarta tidak memiliki akses pipa air bersih yang memadai. Mereka yang tidak memiliki akses terhadap pipa air bersih ini pun mengambil air tanah untuk memenuhi kebutuhan terhadap air bersih. Mungkin dalam pikiran kita, apa salahnya mengambil air dari tanah? Hal itu tidak terlalu buruk, kok. Namun, apabila kita pertimbangkan bahwa 10 juta penduduk menggunakan air tanah tersebut,  tentunya hal ini menjadi masalah yang besar dan akan terus berkembang apabila kita tidak melakukan pencegahan.


Air tanah tersebut disimpan dalam sebuah lapisan Aquifer.  Apabila air tersebut terus-menerus diambil, maka air akan berkurang, dan lapisan di atasnya akan ikut menurun. Hal tersebut yang menjadikan peristiwa penenggelaman ini terjadi. Biasanya, lapisan Aquifer ini akan mengisi air secara sendirinya melalui siklus hujan yang sudah kita ketahui, yakni evaporasi, kondensasi, presipitasi hingga infiltrasi.


Tetapi, Kota Jakarta ini telah berkembang begitu pesat, dan telah menyelimuti seluruh permukaan daratannya dengan konkrit. Well, you know what comes next. Air hujan yang tadinya menembus tanah dan akan mengisi ulang persediaan air tanah menjadi tidak berguna sama sekali karena terhalang oleh konkrit, dan malah membuat jalanan ibukota negara kita tergenang akan air. Seperti yang telah dijelaskan tadi, hal ini membuat tanah turun, dan membuat banjir menjadi semakin berbahaya.


Nah, tapi darimana sih penggunaan pipa air dan air tanah ini bermula? Untuk mengetahui hal tersebut, kita harus kembali ke beberapa abad yang lalu. Pada saat zaman kolonial belanda, mereka menjadikan tanah Jakarta, atau pada saat itu yang dikenal sebagai Batavia sebagai ibukota. Di situ pula, mereka mulai membangun peradaban mereka. Mereka membangun kota-kota dengan perumahan yang cukup sempit dan dikelilingi oleh kanal air, agar terasa seperti Belanda.


Situasi ini berubah pada pertengahan abad ke-18. Kanal-kanal tersebut akhirnya tercemar dan menjadi pusat penyebaran beberapa penyakit seperti tifus. Hal ini membuat warga Belanda yang “lebih kaya” pindah ke Jakarta Selatan dan mereka pun membuat sebuah sistem penyediaan air bersih menggunakan pipa. Sayangnya, sistem ini hanya dikembangkan di wilayah yang ditempati oleh para warga Belanda tersebut dan meninggalkan para penduduk pribumi yang tinggal di luar area tersebut. Mereka pun terpaksa menggunakan air yang sangat tercemar di kanal tersebut.


Akhirnya, pada tahun 1949 Belanda pun mengakui kedaulatan Indonesia melalui KMB yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda. Jakarta kemudian berkembang menjadi sebuah kota metropolitan. Hal ini berhubungan dengan faktor penyebab ketiga, yaitu terjadinya urbanisasi secara sporadis. Populasi manusia di Jakarta terus menerus bertambah, padahal, wilayah Jakarta bisa dikatakan sebagai wilayah yang sempit.


Karena penambahan penduduk ini, penyediaan air bersih melalui pipa tidak tersebar secara merata. Pada tahun 2015, hanya <50% dari warga Jakarta yang memiliki akses terhadap penyediaan air bersih melalui pipa. Hal ini memaksa warga lainnya untuk mencari sumber air bersih lainnya. Salah satunya, melalui air tanah agar mereka tetap bertahan hidup. Kondisi ini terus menerus dilakukan dan membuat penurunan tanah dan banjir semakin parah, sehingga pada suatu poin, Pemerintahan Indonesia memutuskan untuk memindahkan ibukotanya ke Kalimantan.


Pemerintah Indonesia juga telah melakukan pelbagai usaha untuk menanggulangi bencana ini. Pada tahun 2014, Pemerintah mengumumkan bahwa mereka akan membuat tanggul sepanjang 120 km untuk menahan air. Namun sampai sekarang, hanya 10 km yang telah dibuat.  Masalahnya adalah, sama seperti daerah Jakarta lainnya, tanggul ini pula juga ikut tenggelam. Pemerintahan seringkali membangun ulang tanggul yang telah dibuat, sehingga mereka tidak bisa memfokuskan pembangunan di wilayah lainnya.


Proyek ini juga membawa sebuah rencana dengan menggelontorkan biaya 40 miliar untuk membuat sebuah tembok sepanjang 38 km berbentuk sebuah burung untuk mencegah banjir. Namun, proyek ini diperkirakan selesai 30 tahun lagi, dan seperti yang kalian tahu, sebagian besar daerah Jakarta kemungkinan sudah tenggelam pada waktu tersebut.


                                      Sumber : Vox

Jadi, bagaimana menurut kalian? Apakah pemerintah sudah melakukan hal yang benar? Atau adakah aksi yang dapat kita lakukan? Atau, kita hanya pasrah menunggu penenggelaman itu terjadi?


Referensi :

Why Jakarta is Sinking – Vox


-       https://youtu.be/Z9cJQN6lw3w


Jakarta is (literally) sinking – What is up Indonesia


https://www.instagram.com/p/CLuD0iKMmbm/?igshid=13c2kabnnnb3d

Akankah Jakarta Tenggelam?