Syiah Kan Sesat, Ya Gak Sih?

 

                        Sumber: https://foto.tempo.co/

Oleh: Muhammad Haiqal Fauzi, Peserta Didik SMAN 34 Jakarta

     Syiah menurut bahasa adalah golongan. Ketika terjadi konflik antara golongan Ali dengan golongan Muawiyah, konflik itu berakhir dengan at-Tahkim (arbitrasi). Namun, semuanya telah gagal. Sejumlah pasukan Ali yang keluar disebut khawarij, sedangkan yang bertahan disebut Syiah Ali (golongan Ali). Perbedaannya hanya sekadar dukungan politik, tidak ada perbedaan dalam hal aqidah karena Imam Ali menyatakan sendiri keutamaan Abu Bakar dan Umar Ketika ia ditanya tentang itu.


Dari Muhammad bin Al-Hanafiyyah, ia berkata, “Saya katakan kepada Bapak saya, ‘Siapakah manusia yang lebih baik setelah Rasulullah?Ali menjawab, ‘Abu Bakar’. Saya katakan, ‘Kemudian siapa? Ali menjawab, ’Umar’. Saya khawatir ia menyebut Utsman. Saya katakan, ‘Lalu engkau?’ Ali menjawab, ‘Aku hanyalah salah seorang dari kaum muslimin’.(HR. al-Bukhari).


PERKEMBANGAN SYIAH SETELAH ALI WAFAT


Setelah Imam Ali wafat, Syiah terpecah menjadi beberapa kelompok:


Pertama, kelompok yang berkeyakinan bahwa Imam Ali tidak wafat, melainkan tetap hidup untuk menegakkan keadilan dunia. Embrio kelompok ini telah ada ketika Imam Ali masih hidup, berkembang setelah Imam Ali wafat.


Kedua, kelompok yang berpendapat bahwa setelah Imam Ali wafat, penggantinya adalah Muhammad bin Al-Hanafiyyah, karena ia dipercaya membawa panji Imam Ali dalam peperangan di Bashrah. Mereka mengkafirkan semua orang yang menolak keimaman Imam Ali dan orang-orang yang memerangi Imam Ali saat perang Jamal dan perang Shiffin.


Ketiga, kelompok yang meyakini bahwa setelah Imam Ali wafat, keimaman berpindah ke al-Hasan. Setelah al-Hasan menyerahkan khilafah kepada Muawiyah, maka keimaman berpindah ke al-Husain. Namun, sebagian mereka juga tidak sependapat, sebagian mereka berpendapat bahwa setelah al-Hasan, keimaman berpindah ke al-Hasan bin al-Hasan yang bergelah ar-Ridha.


Keempat, Syiah Rafidhah, Imam Syafii mendefinisikan Rafidhah sebagai orang-orang yang mengatakan bahwa Abu Bakar dan Umar bukan imam (khalifah), maka dia adalah Syiah Rafidhah. Syiah Rafidhah disebut juga Syiah dua belas Imam, karena mereka meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW telah menuliskan keimaman secara teks.


PERBEDAAN PADA USHUL (DASAR)


Perbedaan dalam masalah furu adalah suatu kewajaran. Namun, perbedaam dengan Syiah adalah perbedaan pada masalah ushul (dasar). Ini dapat dilihat dalam teks-teks klasik Syiah:


Allah SWT menurut Syiah


Kami (Syiah) tidak mungkin bersama dengan Sunni dalam satu tuhan, satu nabi, dan satu imam. Karena Sunni mengatakan bahwa tuhan mereka adalah Muhammad nabi-Nya dan Abu Bakar adalah khalifah setelahnya. Sedangkan kami (Syiah) tidak mengakui tuhan itu dan nabi itu. Bahkan kami (syiah) katakan, bahwa tuhan yang khalifah nabi-Nya adalah Abu Bakar, bukanlah tuhan kami (syiah) dan nabi itu juga bukan nabi kami (syiah).


Al-Quran menurut Syiah


Dari Abu Jafar, ia berkata, “Siapa yang menyatakan bahwa seorang dari manusia mengumpulkan seluruh al-Quran sebagaimana yang telah diturunkan, maka ia adalah pendusta. Tidak ada yang mengumpulkan al-Quran dan menjaga sebagaimana yang diturunkan Allah kecuali Ali bin Abi Thalib dan para imam setelahnya”


Ayat sempurna menurut Kitab al-Kafi atau kitab Syiah


Allah SWT berfirman dalam surah al-Ahzab ayat 71, “Siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, sungguh ia telah menang dengan kemenangan yang besar”. Namun, menurut kitab al-Kafi, ayat yang sempurna adalah, “Siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dalam hal kekuasaan Ali dan kekuasaan para imam setelahnya, sungguh ia telah menang dengan kemenangan yang besar”.


Para imam ma’shum menurut Syiah


Dalam kitab al-Kafi ada satu bab berjudul, ‘Para imam mengetahui apa yang telah terjadi, apa yang sedang, dan akan terjadi, tidak ada yang tersembunyi bagi para imam walau sedikit pun’. Kemudian al-Kulaini memuat satu riwayat dari Imam al-Husain, dari Abu Abdillah, ia berkata, “Sesungguhnya aku mengetahui apa yang di langit dan di bumi, aku mengetahui apa yang ada di surga dan neraka. Aku mengetahui apa yang telah terjadi, apa yang sedang, dan akan terjadi. Melihat kedudukan al-Kafi yang begitu tinggi dalam Syiah, tidak mengherankan jika riwayat ini memberikan fanatisme yang luar biasa terhadap para imam, karena para imam memiliki kuasa tanpa batas.


Kebencian kepada Khalifah Abu Bakar


Dari Abdusshamad bin Basyir, dari Abu Abdillah, dikatakan bahwa Nabi Muhammad SAW diracun oleh oleh Aisyah dan Hafshah dan dikatakan dalam kitab al-Kafi tersebut bahwa Aisyah dan Hafshah beserta Bapaknya yaitu Abu Bakar dan Umar adalah seburuk-buruk makhluk.


Syiah menyatakan bahwa penduduk Mekkah adalah kafir kepada Allah secara nyata dan penduduk Madinah lebih kotor dari penduduk Mekkah tujuh puluh kali lipat.


Syiah menyatakan bahwa sahabat setelah nabi wafat adalah kafir kecuali tiga orang, yaitu: al-Miqdad bin al-Aswad, Abu Dzar al-Ghifari dan Salman al-Farisi.


Syiah membolehkan nikah Mut’ah, sebagaimana Abu Abdillah berkata, “ Menikah mut’ahlah walaupun seribu orang, karena sesungguhnnya mereka itu para wanita yang telah diberi upah”. Nikah Mut’ah jelas haram dalam ahlussunnah wal jamaah karena nikah dalam waktu yang ditentukan jelas tidak diperbolehkan.


Fanatisme Syiah dari ar-Ridha, ia berkata, “Tidak masuk dalam agama Islam yaitu orang-orang selain kita dan selain Syiah kita.


Syiah menyatakan bahwa anak Syiah tidak diganggu setan


Dari Ibrahim bin Yahya, dari Jafar bin Muhammad, ia berkata, “Tidak ada anak yang lahir melainkan iblis dari iblis-iblis hadir. Jika Allah mengetahui bahwa anak itu dari golongan Syiah kita, maka Allah menghalangi anak tersebut dari setan. Jika tidak, maka setan menusukkan jari telunjuknya di dubur anak tersebut, tempat itu akan menjadi tempat zina...”.


Syekh Hasyim Asyari menukil pendapat al-Qadhi ‘Iyadh dalam asy-Syifa tentang penjelasan kelompok-kelompok yang dipastikan kekafirannya di antara umat Islam. Dalam al-Anwar disebutkan, “Dipastikan kekafirannya ; semua orang yang mengatakan suatu kalimat yang menyesatkan umat, mengkafirkan sahabat, dan setiap orang yang melakukan sesuatu perbuatan yang hanya dilakukan oleh orang kafir seperti sujud ke salib atau menyembah api.”


Buya Hamka juga berpendapat bahwa kita di Indonesia adalah golongan Sunni. Jelasnya ialah dalam menegakkan aqidah, kita menganut paham Abu al-Hasan al-Asy’ari dan Abu Manshu al-Maturidi. Di dalam amalan syariat kita pengikut mazhab Syafi’i dan menghargai ajaran tiga imam mazhab lain. Buya Hamka menjelaskan pendiriannya sehubungan dengan revolusi Iran:


1. Sesuai pembukaan UUD RI, Buya Hamka bersimpati atas revolusi Iran karena mereka menentang feodalisme Kerajaan Syah yang tidak adil.


2. Karena revolusinya berdasarkan mazhab Syiah, maka tidak berhak mencampuri urusan dalam negeri orang lain, dan Buya Hamka tetap teguh bawa beliau adala seorang sunni


Teks yang terdapat dalam referensi Syiah sangat provokatif, dari masalah al-Quran, status para imam, menanamkan fanatisme, dan permusuhan, serta riwayat aneh yang tidak rasional. Namun, karena al-Kafi sudah dianggap sebagai kitab suci, maka sangat berpengaruh terhadap Syiah kontemporer. Setelah membaca kutipan dari beberapa kitab Syiah, bahkan kitab al-Kafi yang dianggap sebagai kitab ter-shahih diantara referensi Syiah, rasanya sulit untuk memenuhi undangan konferensi Pendekatan Sunni-Syiah. Orang yang terjebak dalam taqrib mesti segera bertaubat, seperti Syekh Yusuf al-Qardhawi yang pernah ikut, pada akhirnya beliau sadar dan ia nyatakan dalam Fatawa Muashirah.


Referensi:


Buku 37 Masalah Populer karya Ust. Abdul Somad, Lc, D.E.S.A, Ph.D. Bab 37 tentang Syiah

Syiah Kan Sesat, Ya Gak Sih?